Book Review
Pengantar metodologi ekonomi islam:
Dari mazhab baqir as-sadr hingga mazhab mainstream
DI SUSUN
OLEH :
v
Tya Arvidika (13631051)
DOSEN
PEMBIMBING
Muhammad Shalihin, SEI, M. SI
JURUSAN
SYARIAH
PRODI
EPI III B
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
CURUP
2014
Judul : Pengantar
metodologi Ekonomi Islam
Dari Mazhab Baqir
as-Sadr hingga Mazhab Maenstream
Penerbit : Ombak
Tahun terbit: 2013
Isi
:
Bagian
Satu:
Baqir
as-sadr dan Subjektivisme Transendental
A.
Keseharian sang imam: Biografi, latar
sosio Historis dan Pendidikan
Melihat potretnya akan
menginhatkan kita pada citra para imam karismatik syiah. Serban hitam dan gamis
putih dengan lapisan hitamkhas selalu menghiasi tubuh laki-laki ini.jenggotnya
yang setengah putih memancarkan karisma kendati ia lebih dikenal sebagai
seorang filosof dari pada seorang imam.
·
Di depan pintu revolusi
Memahami seorang
Muhammad Baqir as-sadr tidak bisa secara tunggal (hanya melihatnya sebagai
seorang pribadi). Akan tetapi, konstruksi sosio-historis yang melingkarinya
juga layak diperhatikan untuk mengetahui dan memahamiMuhammad Baqir as-Sadr
sebagai seorang pribadi sekaligus seorang filsuf.
·
Menuang Gagasan di Zaman Edan
Mengapa dikatakan zaman
edan? Situasi di irak ketika Muhammad Baqir as-sadr aktif mengorganisasi
gerakan islam syiah dan memproduksi gagasan mengingatkan kita pada situasi
indonesia di era keruntuhan Orde Baru. Richardb lioyd Parry menyebut situasi
ini dengan “zaman Edan”. Mengapa? Istilah zaman edan. Seperti yang digunakan
oleh Richard Lioyd Parry, sejatinya
diinspirasi dari syair Raden Ngabehi Ranggawarsita. Syair ini berjudul “ syair
Zaman Edan”.
Doktrin Ekonomi
Muhammad Baqir as-sadr
Eknonmi dalam makna
sebagai sebuah proses membangun pemikiran ekonomi dan mengembangkan ilmu
ekonomi sebagai disiplin profesional tidak lain adalah artefak dan dikontruksi
secara sosial. Bagaimana dengan ekonomi islam dan bagaimana Muhammad Baqir
as-sadr menilai kecendrungan ini?
Ekonomi islam dalam
istilah umum yang diajukan ekonomi muslim tidak mengenal adanya konsepsi
“utilitas maksimum”. Hal ini berarti
bahwa islam tidak pernah mengajarkan pemeluknya untuk berlomba-lomba dan
menjatuhkan diri pada hyperconsumtion.
Tidak berlebih-lebihan (mubazir), meletakkan etika konsumsi sebagai bagian utama, dan
membayarkan hak orang lain atas makanan yang dimiliki (Q.s.6: 141) adalah
panduan yang harus dikenal dan dihayati oleh seorang muslim.
·
Nestapa Ekonomi: Nalar dan Argumentasi
Munculnya Istilah Iqtishad
Dinilai oleh Chamid
(2010), penggunaan istilah iqtishad oleh
Muhammad
Baqir as-sadr bukan tanpa dasar. Ada argumentasi yang mendasari istilah ini
muncul dan menguat dalam spektrum pemikiran ekonomi Muhammad Baqir as-sadr.
Istilah iqtishad, tulis Chamid (2010), tidaklah sama dengan pengertian ekonomi
dan bukan sekedar terjemahan kata ekonomi dalam bahasa arab. Karen adanya
krisis genetik ekonomi yang kemudian memicu pandangan negatif Muhammad Baqir
as-sadr terhadap istilah istilah ekonomi akhirnya ia pun tidak mau menggunakan
ekonomi islam sebagai istilah yang ia pakai menjelaskan pemikiran ekonominya.
Pada ujungnya, Muhammad Baqir as-sadr dengan kokoh dan percaya diri mengajukan
istilah iqtishad untuk semua pemikiran ekonominya.
Muhammad Baqir as-sadr
menulis “dunia islam yang secara ekonomi
digolongkan sebagai kumpulan negara miskin memulai kehidupannya dengan
peradaban Barat dan melihat problem dirinya sebagai problem ketertinggalan
ekonomi di belakang negara-neegara maju yang kemajuan ekonominya telah memberi
mereka tongkat kepemimpinan dunia.”
Doktrin ekonomi
kapitalisme dan soosialisme yang melahirkan ilmu ekonomi spesifik tidak bisa
dipastikan begitu saja untuk sebuah sistem global dan diadopsi secara masif di
berbagai negara. Pilihan terhadap satu ilmu ekonomi, tulis Muhammad Baqir
as-sadr, tidak seharusnya sewenang-wenang. Pilihan itu mengandai adanya
landasan gagasan dan konsep-konsep khas dengan karakteristik moral dan
keilmuan. Ilmu ekonomi yang bersumber dari kawah ideologi, baik kapitalisme
ataupun sosialisme, memuat “kontradiksi” yang permanen. Karenanya, mannan
(1997) menilai, “sejarah peradaban manusia telah menyaksikan
timbul-tenggelamnya banyak sistem.” Tenggelamnya satu sistem ekonomi tidak bisa
dilepaskan dari lemahnya daya jelajah ilmu ekonomi dalam sistem itu terhadap problem
dan mempertahankan imunitas ekonomi. Ini disebabkan oleh kerapuhan “metode” dan “kontaminasi” doktrin yang
dimilikinya.
Doktrin dan Ihwal
Iqtishad: Teori Mazhab Baqir as-sadr Tentang Ekonomi
Clark (2007) menulis bahwa sejarah ekonomi dunia penuh dengan
loncatan-loncatan yang mengejutkan. Berlaku dalam pemikiran ekonomi kapitalisme
ataupun sosialisme, tetapi kini terasa dalam spektrum ekonomi islam. Muhammad
Baqir as-sadr adalah manifestasi dari pandangan G.Clark ini.
·
Kritik Baqir as-sadr terhadap Teori
Distribusi Konvensional
Muhammad Baqir as-sadr (2008) mengkritik, :ekonomi
kapitalis mengatakan ekonomi neoklasik mengkaji masalah-masalah distribusi
dengan kerangka kapitalisme.
Dalam islam, tulis Muhammad Baqir as-sadr, masalah
disribusi dibicarakan dalam skala yang lebih luas dan lebih komprhehensif.
Distribusi dalam perspektif ekonomi neoklasik dimaknai sekadar “mengurusi’
distribusi sumber-sumber produksi. Tidak berhenti dititik itu, ekonomi
neoklasik juga menyerahkan distribusi begitu saja pada pasar dan terjun bebas
dibawah adagium laissez faire-laissez.
·
Menyigi paradoks produksi: Muhammad
Baqir as- sadr
Marx (1981) mengisyaratkan bahwa terdapat pemborosan luar
biasa dalam ekonomi kapitalis dibandingkan dengan penggunaan yang sesungguhnya.
Kritik Karl Marx terhadap teori produksi kapitalisme terletak pada
tujuan-tujuan eksploitasi dalam pproduksi neoklasik. Samuelson dan Nordhaus
(1992) menilai bahwa dalam tradisi ilmu ekonomi neoklasik, produksi merupakan
esensi dari satu perekonomian.
Fungsi produksi dalam tradisi neoklasik agaknya dapat
dimaknai sebagai sebuah hubungan antara jumlah output maksimum yang bisa
diproduksi dan input yang diperlukan guna menghasilkan output tersebut dengan
tingkat pengetahuan teknik tertentu.
Epistemologi Mazhab
Baqir as-sadr: penemuan dan Metodologi Iqtishad Mazhab Baqir as-sadr
Mallat( 2001) melihat bahwa Muhammad
Baqir as-sadr ternasuk sarjana yang tidak berpikiran ortodoks dan ideologis
dalam menggunakan metodologi. Ada banyak metode yang ia gunakan dalam mengembangkan
pemikirannya hingga menemukan doktrin iqtishad; sebuah penemuan yang akhirnya
membedakan antara mazhab Baqir as-sadr dan Mazhab lainnyya, terlebih lagi
dengan ekonomi neoklasik dan tradisi Marxisme ekonomi.
·
Ijtihad Ekonomi Islam: Dari Ruang kosong
hingga Subjektivisme Ekonomi Islam
Muhammad
Baqir as-sadr memulai pengembaraannya terhadap ekonomi islam dalam ruang kosong
hukum ekonomi islam. Ia pernah menulis, “dalam usaha kita menemukan doktrin
ekonomi (islam), kita harus benar-benar memperhatikan ruang kosong dalam hukum
(islam di ranah) ekonomi karena kekkosongan itu mewakili satu sisi dari diktrin
ekonomi islam.
Bagi Muhammadd Baqir as-sadr,
subjektivisme dalam ekonomi islam bukanlah sebuah kelemahan, bahkan biisa
disebut sebagai satu bangunan yang kukuh. Subjektivisme diperbolehhkan kala
memilih bentuk ekonomi islam yangg pilihan-pilihannya tersebut mewakili
sejumlah ijtihad yang sah.
Pada dasarnaya, subjektivisme
ekonomi islam kenyataannya bersumber dari usaha (ijtihad) yang kuat dan kedisiplinan
yang tinggi terhadap teks-teks islam dan tradisi kenabian. Berdasarkan
pemaknaan kalangan neoklasik ekonomi ataupun kaum ortodoks ekonomi,
subjektivisme ekonomi fakta metafisika. Pemaknaan dalam ekonomi islam.
·
Dari induksi hingga Hermeneutika: Basis-Basis
Metodologi Mazhab Baqir as-sadr
Muhammad Baqir as-sadr (2008)
menulis bahwa aturan-aturan islam ditarik dari al-qur’an dan sunnah nabi
Muhammad Saw. Yang diambil dari teks-teks hukum. Fondasi ekonomi islam menapak
atas teks-teks islam yang menjadi “pembeda” dengan ekonomi konvensional. Dalam
teks-teks islam, penemuan doktrin ekonomi islam tidak dapat dihasilkan dengan
pembacaan skripptualisme, hanya berorientasi bayani semata-mata, tetapi diperlukan bacaan yang dalam dengan pendekatan-pendekatan yang non maenstream.
Hal ini terjadi karena penemuan doktrin ekonomi islam tujuan akhirnya adalah
perombakan ats pembusukan struktur tingkah laku ekonomi dan dekonstruksi
terhadap mekanisme keputusan ekonomi yang tidak manusiawi karena koosong dari
ttransendental, dan nilai inti yang telah “mapan” dalam masyarakat kapitalisme
dan mmasyarakat yang menganut sosialisme
ekonomi.
·
Al-Istiqra’i (Metode Induktif):
Definisi, Model dan Penerapannya pada Penelitian Ekonomi Islam
Muhammad Baqir as-sadr menyebutkan
bahwa al-istiqra’i merupakan metode yang khas dan spesiifik yang berbeda dengan
metode lainnya. Dengan metode al-istiqra’i seperti yang dimaksud oleh Muhammad
Baqir as-sadr. Menurutnya, al-istiqra’i adalah metode yang berangkat dari
teks-teks partikular (AL-JUZ’I) dan dengannya melahirkan pernyataan umum. Dalam
makna populer, al-istiqra’i didefinisikan dengan proses pencarian basis
argumentasi dari argumen-argumen khusus dan bergerak ke pernyataan
umum.sederhananya adalah mnegambil kesimpulan umum dari fakta-fakta khusus.
Inilah yang disebut dengan metode al-istiqra’i.
Bagian
dua:
POSITIVISME DAN MAZHAB MAINSTREAM
Awalnya adalah pertarungan ide. Dari titik inilah dinamis
dan gerak laju pemikiran ekonomi terus melesat, memperbarui diri, bergerak dari
bentuk yang sedrehana ke bentuk yang agak kompleks.
Aliran
mainstream dalam ekonomi ditandai oleh timbulnya “cibirin”, sikap superioritas
hingga ideologis dari satu kelompok tehadap kelompok, “heterodox economics.”
Keterpesonaan terhadap kelompok ini begitu kuat. Nalar dan logika yang
dimainkan dan ditradisikan menjadi alasan keterpesonaan itu.
Logika
prositivisme adalah “daya tarik” yang ada dalam aliran ortodox ekonomi. Aliran
ini, menurut A.Prasetyantoko, dicirikan dengan basis utamanya pada wairasia.
Awalnya
dimulai oleh Leon Wairas. Ekonomi yang realis dan empiris ini telah meletakkan
aliran ortodox untuk kemudian disebut aliran mainstream ilmu ekonomi. Realisme
dan empiris menjadi “karakter” ilmu ekonomi yang ditawarkan oleh Leon Wairas.
Karakter
utama dari logika prositivisme adalah tradisi empiris yang dipelihara dengan
baik dan dengan kuatnya. Bruce J. Caldwell menilai bahwa tradisi empiris dalam
kubu positivisme ditandai oleh penggunaan simbol-simbol logis, aksiomatis,dan
hal-hal yang paling menonjol adalah sikap lingkaran positivisme yang
antimetafisika, antijustifikasi, dan antispekulatif.
Logika
positivisme semakin subur dalam rumpun ilmu ekonomi. Dikatakan demikian karena
sejak lingkaran vienna menggurita dengan nalar-nalar positivisme, ilmu ekonomi
hanyut dalam arus epistemologi yang diciptakan oleh lingkaran vienna ini.
Ada aliran mainstream dalam ekonomi islam. Menurut Nur
Chamid, Mazhab Mainstream ini memiliki anggapan bahwa perbedaan-perbedaan
antara ilmu ekonomi konvensional dengan ekonomi islam adalah dalam hal cara
mencapai tujuan.
Ada benang merah antara Mazhab Mainstream dan Mzhab
ortodox ekonomi konvensional. Benang merah ini dapat dilihat dari kecendrungan
yang sama dalam mengeksploitasi logika-logika positivisme. Bedanya hanya ada
pada sumber-sumber postulat yang digunakan. Dalam ekonomi ortodox, postulat
menjadi elemen penting dalam proses pemodelan ekonomi.
Mazhab Mainstream dalam ekonomi islam juga memiliki
jejaring dan pendukungnya sendiri. Mazhab mainstream ekonomi islam kini di
banyak negara bukanlah sebuah aliran pemikiran, model ekonomi islam yang asing
dan ganjil. Sebaliknya, mazhab mainstream telah menjadi bagian dari
pengilmiahan ekonomi islam yang teramat populer dan mempesona banyak ekonom
muslim untuk terjun dan bergabung dengan mazhab ini.
Menguatnya
arus mazhab mainstream ekonomi islam menandaskan bahwa logika-logika
positivisme tengah deras mengalir ke dalam tubuh ekonomi islam, tidak hanya
mewarnai, tetapi cenderung diposisikansebagai sebuah keniscayaan. Salah satu
ekonom muslim yang menguatkan atau mempopulerkan mazhab mainstream adalah
M.Umar Chapra.
Mazhab mainstream ekonomi islam juga menempuh cara yang
yang sama dengan apa yang ditempuh oleh mazhab ortodox dalam ekonomi
konvensional. Pengilmiahan ekonomi islam bagi mazhab mainstream adalah sebuah
keniscayaan agar ekonomi islam diterima sebagai sebuah ilmu. Mekanismenya sama,
hanya saja dibedakan dari sisi sumber dan elemen-elemen yang menjadi bangunan
dari pengilmiahan ekonomi islam.
Jika ditelisik lebih dalam, akan ditemukan perbedaan
siqnifikan antara mazhab mainstream ekonomi islam dan aliran ortodox ekonomi
kenvensional. Tampaknya mazhab mainstream telah mencair, tidak seekstream
aliran ortodoks dalam menyudutkan subjektivitas, tendensi metafisika yang ada
dalam ekonomi islam. Bagaikan keniscayaan, mazhab mainstream ekonomi islam
tidak mengelak dari muatan subjektivitas ekonomi islam
Dengan kritikan tajam, mazhab mainstream ekonomi
islam “monohok” kalangan ekonomi
ortodox. Betapa tidak, ekonomi positivisme yang mengaku habat dengan
:objektivitas” nya ternyata tidak mempu melepaskan diri sepenuhnya dari
aspek-aspek normatif.
Ekonomi islam, seperti yang dipersepsi oleh mazhab
mainstream, tidak bisa terlepas dari perkembangan ilmu ekonomi modern.
Ketidakterlepasan ini dapat dilihat, dilacak, ditandai oleh penggunaan
metodologi yang sama seperti yang ada dalam ilmu ekonomi modern. Kendati tampak
sama, epistemologi keduanya sesungguhnya terpaut jauh, terdiferensiasi, dan
statistika, ekonomi islam terkadang tampak tidak begitu berbeda dengan ilmu
ekonomi medren lainnya.
Kini,
ekonomi modern, khususnya aliran ortodox telah menjadikan metode deduktif
sebagai sebuah disiplin tersendiri, yakni, matematika ekonomi.
Mazhab mainstream ekonomi islma layaknya ekonomi ortodox
lebih cenderung menggunakkan penalaran deduktif agar dapat menurunkan prediksi
teoretis dan uji hipotesis. Mazhab mainstream agaknya sepakat bahwa fungsi dari
satu metodologi adalah menolong peneliti untuk menghasilkan kebenaran “Hord
core” dari ekonomi islam terdiri atas berbagai potulat. Postulat ini dihasilkan
dari al-qur’an dan sunnah.
Pandangan mazhab mainstream terhadap sumber-sumber
pengetahuan ekonomi islam yang diakui, disepakati, dan menjadi konsensus
setidaknya telah memengaruhi bangunan metode yang digunakan. Kendati dalam
mazhab mainstream ekonomi islam, metode “hypothecial-deductive” dan metode
“inductive” terkadang digunakan secara kuat dan penuh disiplin, tetapi masuknya
sumber-sumber ekonomi islam yang berasal dari Tuhan telah mengubah orientasi
dan prioritas metode dan penalaran yang dilakukan dalam penerapan satu metode
dalam ekonomi islam.
Hoetoro (2007) menulis, “doktrin agama yang seharusnya
mendasari setiap realitas” hal ini otomatis memengaruhi cara pandang atau
paradiqma ekonomi islam dalam memosisikan teori atas realitas. Kenyataanya,
realitas bagi ekonomi muslim, tidak terkecuali mazhab mainstream idealnya
menjadi representasi dari teori ekonomi islam, akan lain halnya jika realitas
ekonomi mengalami kesenjangan teori-teori ekonomi islam. Pada titiik inilah
realitas dikritik dan masyarakat diasumsikan tengah mengalami “penyimpangan”
dari teori-teori ekonomi islam. Pandangan ini berimplikasi terhadap bangunan
metodologis, baik induktif mapun deduktif, juga berpengaruh terhadap pemerintah
dalam menjalankan amanat ekonomi. Hal lain yang tidak bisa diabaikan, bahkan
perlu agaknya ditegaskan adalah posisi doktrin dan teori-teori ekonomi islam
yang memiliki porsi besar terhadap realitas ekonomi. Dengannya, sesungguhnya
ekonomi islam “terdiferensiasi” secara tegas dari ortodox ekonomi.
BAGIAN TIGA
Mazhab Alternatif
Dari
kritik ke alternatif: akar,gagasan, dan jejaring mazhab
alternatif
Akar dari lahirnya MazhAb alternatif adalah “spirit
kritisisme” yang berkembang di kalangan ekonomi muslim. Kritisisme ini tiddak
hanya dialamatkan pada mazhab-mazhab ekonomi islam kontemporer seperti mazhab
maenstream dan mazhab baqir as-sadr. Chamid (2010) menjelaskan, “mazhab
altenatif mengajak umat islam untuk tidak saja bersikap kritis terhadap
kapitalisme dan sosialisme, tetapi juga terhadap ekonomi yang saat ini
berkembang.”
El-Asker dan Wilson
(2006) menulis, “sejak awal abad ke-21, jumlah proyek intelektual ekonomi islam
telah berpengaruh begitu kuatnya terhadap corak dan struktur pemikiran ekonomi
islam.” Kenyataanya, antara mazhab Baqir as-Sadr, mazhab maenstream, dan mazhab
alternatif ada ketidaksesuaian sehingga merekapun harus membuat jarak dalam
ekonomi islam, semacam garis demarkasi yang membedakan pemikiran mereka satu
dengan yang lainnya.
Pada fase kontemporer –pemikiran ekonomi, lebih
spesifiknya dalam bentuk mazhab Baqir as-sadr, mazhab maenstream, dan mazhab
alternatif telah melahirkan berbagai gagasan ekonomi islam yang berbeda kendati
mereka bertolak dari satu titik yang sama, yakni islam sebagai landasan dan
sumber nilai-nilai ilmiah.
Tumbuhnya fase kontemporer ekonomi islam agagknya adalah
mata rantai dari semangat pemikiran ekonomi yang tummbuh di dunia muslim
sebelumnya pada fase klasik. Kendati pada fase-fase klasik pemikiran ekonomi oleh
cendikiawan muslim terfragmentasi, tidak utuh, bahkan cenderung bercampur
dengan tema-tema lain, proyek intelektual itu setidaknya telah mempengaruhi
konstruksi pemikiran ekonomi islam di fase kontemporer berikutnya.
Kini, fase kontemporer, pemikiran ekonomi islam klasik
terus di gali, di tafsir ulang, dikontekstualisasikan hingga diterjemahkan
secara sistematis sehingga melahirkan semacam spektrum ekonomi islam yang unik
dan terdiferensiasi apabila dibandingkan dengan sistem ekonomi konvensional.
Ø Akar
dan Konteks lahirnya Mazhab Alternatif
Kapitalisme
lanjut telah tumbuh dalam bentuk yang superhebat, halus, dan kasar.
Kapitalisme
lanjut telah melahirkan satu sindrom yang yang kelihatan sederhana, tetapi
sesungguhnya memiliki fungsi yang ppenting dan besar bagi budaya ekonomi global
dewasa ini.
tumbuh
salama 300 tahun.ini petanda bahwa kapitalisme lanjut telah menjadi sesuatu
yang kompleks dengan tingginya tingkat ketergantungan padanya, lengkap dengan
paradoks serta kontradiksi yang dihasilkan oleh kapitalisme lanjut ini. Krisis
siklis, dehumanisasi ekonomi, dan konglomerasi telah menjadi paradoks
kapitalisme lanjut yang tidak bisa disingkirkan, bahkan tanpaknya menubuh
dengannya.
Komentar:
Mazhab alternative mengikuti mazhab baqir as-sadr dan mazhab mainstream.
Mazhab baqir as-sadr dikritik sebagai mazhab yang berusaha untuk menemukan
sesuatu yang baru yang sebenarnya sudah ditemukan oleh orang lain. Baqir
as-sadr mencoba menghancurkan teori lama kemudian menggantinya dengan teori
yang baru. Sementara mazhab mainstream dikritik sebagai penjiplakan ekonomi
neoklasik dengan menghasilkan variable zakat serta niat, kritik menjadi fondasi
bagi mazhab alternative dalam hal membangun model dan struktur ekonomi islam.
Dan mengkaji ekonomi islam secara rinci.
Kesimpulan:
Memahami seorang
Muhammad Baqir as-sadr tidak bisa secara tunggal (hanya melihatnya sebagai
seorang pribadi). Akan tetapi, konstruksi sosio-historis yang melingkarinya
juga layak diperhatikan untuk mengetahui dan memahamiMuhammad Baqir as-Sadr
sebagai seorang pribadi sekaligus seorang filsuf.
Aliran
mainstream dalam ekonomi ditandai oleh timbulnya “cibirin”, sikap superioritas
hingga ideologis dari satu kelompok tehadap kelompok, “heterodox economics.”
Keterpesonaan terhadap kelompok ini begitu kuat. Nalar dan logika yang
dimainkan dan ditradisikan menjadi alasan keterpesonaan itu.
Logika
prositivisme adalah “daya tarik” yang ada dalam aliran ortodox ekonomi. Aliran
ini, menurut A.Prasetyantoko, dicirikan dengan basis utamanya pada wairasia.
Pada fase kontemporer –pemikiran ekonomi, lebih
spesifiknya dalam bentuk mazhab Baqir as-sadr, mazhab maenstream, dan mazhab
alternatif telah melahirkan berbagai gagasan ekonomi islam yang berbeda kendati
mereka bertolak dari satu titik yang sama, yakni islam sebagai landasan dan
sumber nilai-nilai ilmiah.
Tumbuhnya fase kontemporer ekonomi islam agagknya adalah
mata rantai dari semangat pemikiran ekonomi yang tummbuh di dunia muslim
sebelumnya pada fase klasik. Kendati pada fase-fase klasik pemikiran ekonomi
oleh cendikiawan muslim terfragmentasi, tidak utuh, bahkan cenderung bercampur
dengan tema-tema lain, proyek intelektual itu setidaknya telah mempengaruhi
konstruksi pemikiran ekonomi islam di fase kontemporer berikutnya.
Kini, fase kontemporer, pemikiran ekonomi islam klasik
terus di gali, di tafsir ulang, dikontekstualisasikan hingga diterjemahkan
secara sistematis sehingga melahirkan semacam spektrum ekonomi islam yang unik
dan terdiferensiasi apabila dibandingkan dengan sistem ekonomi konvensional.