Author: Unknown
•06.41


PEMBAHASAN
A.    Pengertian Zakat
Kalimat “Zakat” merupakan mashdar dari “zaka”. Secara etimologi berarti berkah, tumbuh, bersih, suci, dan baik. Sesuatu dikatakan “zaka” jika dia tumbuh dan berkembang. Bagi orang yang mengeluarkan zakat, hati dan jiwanya akan menjadi bersih. Selain hati dan jiwanya bersih, kekayaan dan hartanya juga akan menjadi bersih.[1]
Zakat menurut bahasa ialah “membersihkan” atau “tumbuh”, sedangkan menurut syara’ ialah “nama bagi ukuran yang dikeluarkan dari harta atau badan menurut peraturan yang akan datang.” Zakat ialah nama atau sebutan dari suatu hak Allah yang dikeluarkan seseorang kepada fakir miskin. Dinamakan zakat karena di dalamnya terkandung harapan untuk beroleh berkat, membersihkan jiwa dan memupuknya dengan berbagai kebaikan. Kata-kata zakat itu, arti aslinya adalah tumbuh, suci dan berkah.[2]
Seseorang yang mengeluarkan zakat,berarti ia telah mengeluarkan zakat, berarti dia telah membersihkan diri, jiwa dan hartanya. Dia telah membersihkan jiwanya dari penyakit kikir (bakhil) dan membersihkan hartanya dari hak orang lain yang ada dalam hartanya itu. Orang yang berhak menerimanya pun akan bersih jiwanya dari penyakit dengki, iri hati terhadap orang yang mempunyai harta. Sehingga tidak terjadi permusuhan antara mustahik dan muzakki.
Dari pengertian diatas terkandung makna bahwa zakat memiliki dua dimensi yaitu dimensi ibadah yang dilaksanakan dengan perantaraan harta benda dalam rangka mematuhi perintah Allah SWT dan mengharap pahala dari-Nya, dan dimensi sosial yang dilaksanakan atas dasar kemanusiaan.[3]
Zakat dimaksudkan untuk membersihkan harta benda milik orang lain, yang dengan sengaja atau tidak sengaja, telah termasuk ke dalam harta benda kita. Dalam mengumpulkan harta benda, seringkali hak orang lain termasuk ke dalam harta benda yang di peroleh karena persaingan yang tidak sehat. Sehingga untuk membersihkan harta dari kemungkinan adanya hak-hak orang lain, maka zakat wajib dikeluarkan.[4]
B.     Dasar Hukum Kewajiban Zakat
Zakat merupakan salah satu dari rukun Islam yang lima. Zakat diwajibkan pada tahun kedua hijrah sesudah diwajibkan puasa ramadhan. Di dalam al-Qur’an terdapat 32 buah kata zakat, bahkan sebanyak 82 kali diulang sebutannya dengan memakai kata-kata yang sinonim dengannya, yaitu sedekah dan infak. Pengulangan kata tersebut mengandung maksud bahwa zakat mempunyai kedudukan, fungsi dan peranan yang sangat penting. Dari 32 kata zakat yang terdapat di dalam al-Qur’an, 29 di antaranya bergandengan dengan kata shalat. Hal ini menunjukkan bahwa antara shalat zakat mempunyai hubungan yang sangat erat. Hubungan yang menandakan keberimanan seseorang. Orang yang sudah mengikrarkan syahadat wajib menegakkan shalat dan membayar zakat. Shalat dikatakan sebagai tiang agama, dan zakat dikatakan sebagai tiang masyarakat.[5]
Kewajiban zakat ditujukan kepada setiap orang muslim walaupun belum mukallaf (dewasa) karena anak kecil yang memperoleh harta yang jumlahnya banyak, pengurusan hartanya dilakukan oleh walinya termasuk zakatnya, demikian dengan zakat fitrah, anak yang masih dalam kandungan pun terkena kewajiban berzakat fitrah, kecuali bagi orang kafir tidak ada kewajiban mengeluarkan zakat.
Kewajiban berzakat menurut al-Qur’an dan hadis ditujukan kepada setiap orang muslim yang merdeka, yang kemudian disebut dengan muzakki, yakni orang yang wajib berzakat. Tentu yang dimaksudkan adalah orang yang memiliki harta yang jumlahnya banyak, yang hartanya diperoleh dengan berbagai cara, sebagaimana diuraikan di atas. Ada harta yang diperoleh dari pertanian, perkebunan, perdagngan, harta benda berupa emas, perak, harta karun, dan dari hasil usaha lainnya yang telah mencapai nishab.
Jika ada orang yang memiliki harta dan mencapai nishab, tetapi utangnya sangat banyak, orang tersebut tidak diwajibkan berzakat, karena menurut hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Bukhari, “tidak ada kewajiban zakat, kecuali bagi yang kaya, zakat itu diambil dari yang kaya dan diserahkan kepada yang fakir dan miskin.[6]
C.     Syarat Wajib Zakat
Syarat wajib zakat dapat diuraikan sebagai berikut:[7]
a)      Merdeka
Yang dimaksud dengan merdeka adalah orang yang bebas dari perbudakan atau disebut juga dengan hamba sahaya. Hamba sahaya tidak wajib mengeluarkan zakat, karena mereka memang tidak memiliki apa-apa. Kecuali hanya zakat fitrah, kepada hamba tetap diwajibkan, sedangkan yang wajib mengeluarkan zakat fitrah tersebut adalah tuannya. Walaupun kenyataannya di masa sekarang ini persoalan hamba sahaya sudah tidak ada lagi, namun ketentuan syarat merdeka harus dicantumkan sebagai salah satu syarat wajib mengeluarkan zakat, karena persoalan hamba sahaya ini merupakan salah satu syarat yang tetap ada.
b)      Islam
Zakat hanya diwajibkan kepada orang Islam saja. Orang kafir atau yang bukan Islam walaupun memiliki harta kekayaan banyak tidak wajib mengeluarkan zakat. Dalam konteks sebagai warganegara, kepada mereka dituntut untuk membayar kewajiban seperti pajak, dan berbagai kewajiban yang lain.
c)      Berakal
Syarat berakal atau mukallaf bagi yang membayar zakat diperselisihkan oleh para ulama. As-Subki dalam ad-Dien al-Khaalish sebagaimana dikutip Muhammad Abdul Aziz al-Halawi mengemukakan, “sesungguhnya jumhur ulama mengatakan, bahwa wali (orang yang bertanggung jawab mengurusi masalah) anak atau orang yang mukallaf wajib mengeluarkan zakat harta yang kekayaan anak atau orang yang dibawah tanggung jawabnya. Sebab, zakat adalah bertujuan untuk mencari pahala dan juga membantu meringankan beban orang miskin. Dan wajib memberikan ganti rugi yang diambilkan dari hartanya sendiri, apabila ia terbukti merusak hak milik orang lain. Sehingga dengan demikian hartanya juga wajib dikeluarkan zakatnya.
Sementara itu para mazhab Hanafi berpendapat bahwa harta orang yang tidak mukallaf tidak harus dikeluarkan zakatnya, sebab syarat wajib selain zakat fitrah dan hasil pertanian adalah taklif (beban melaksanakan syariat), yang disebabkan ia telah mencapai usia baligh dan berakal sehat. Oleh karena itu, zakat tidak diwajibkan kepada anak kecil dan orang gila, demikian pula orang yang bertanggung jawab mengurusi masalah mereka tidak diwajibkan mengeluarkan zakat harta mereka, karena masalah ini adalah ibadat mahdhah (ibadat murni), di mana keduanya tidak termasuk orang yang diperintah melakukannya. Dengan demikian baik anak kecil maupun orang gila tidak diwajibkan mengeluarkan zakat, karena mereka belum berakal dan tidak berakal.
Sedang menurut mayoritas ulama, keduanya (baligh, dan berakal) dipandang bukan sebagai syarat. Oleh sebab itu zakat wajib dikeluarkan dari harta anak kecil dan orang gila. Namu orang yang wajib mengeluarkan zakatnya adalah walinya.
d)     Nishab
Harta yang wajib dizakati sudah mencapai ukuran satu nishab. Nishab adalah batas minimal harta yang wajib dikeluarkan zakatnya. Kebanyakan standar zakat harta menggunakan nilai harga emas seberat 94 gram. Nilai emas dijadikan ukuran nishab untuk menghitung zakat uang simpanan, saham, uang dan pensiun, perdagangan dan lain-lain.
e)      Kepemilikan Penuh
Harta yang dizakati harus milik sepenuhnya dari orang yang membayar zakat, berada dalam kontrol dan kekuasaannya secara penuh, dan dapat diambil manfaatnya secara penuh.
Harta tersebut didapatkan melalui proses pemilikan yang dibenarkan menurut syariat Islam, seperti: usaha, warisan, pemberian negara atau orang lain dengan cara-cara yang sah. Sedangkan apabila harta tersebut diperoleh dengan cara yang haram, maka zakat atas harta tersebut tidaklah wajib, sebab harta tersebut harus dibebaskan dari statusnya dengan cara mengembalikannya kepada yang berhak atau ahli warisnya.
Bagi harta yang bekerjasama antara orang Islam dengan yang bukan beragama Islam, maka hanya harta orang Islam saja yang dikeluarkan zakatnya. Sedangkan jika harta itu belum dimiliki secara sempurna, belum dimiliki sebenarnya atau bukan milik penuh, tidak wajib dikeluarkan zakatnya.
f)       Haul
Haul maksudnya harta tersebut dimiliki genap satu tahun. Artinya, harta yang wajib dizakati itu telah berada ditangan pemiliknya selama 12 bulan qamariyah. Pada dasarnya seluruh harta kekayaan disyaratkan zakatnya setelah mencapai haul, kecuali beberapa jenis harta seperti hasil pertanian, harta temuan, dan hasil profesi tidak disyaratkan harus mencapai haul.
Ketentuan tentang haul ini dihitung sejak permulaan sempurnanya nisab dan tetap utuh sampai akhir tahun, ,eski mungkin pada pertengahan tahun sempat berkurang. Jika pada akhir tahun, jumlah tersebut berkurang dan tidak mencapai nisab lagi, maka si pemilik tidak wajib menzakatinya. Ketentuan kepemilikan nisab secara utuh hingga akhir tahun ini dimaksudkan demi menghindari pengulangan dalam pembayaran zakat, dan ini berarti bahwa tidak terjadi misalnya jika kita mengeluarkan zakat untuk satu jenis kekayaan wajib zakat, kemudian beberapa bulan selanjutnya mengeluarkan zakat lagi.
D.    Hikmah dan Tujuan Zakat
Di antara hikmah diwajibkannya zakat adalah sebagai berikut:[8]
1)      Mendidik agar manusia berakhlak mulia sebagaimana yang dikehendaki oleh Islam.
2)      Mewujudkan semangat persaudaraan yang kuat di kalangan umat Islam.
3)      Melahirkan masyarakat Islam yang aman dan tenteram.
4)      Memajukan masyarakat dalam bidang ekonomi, sosial, dan pendidikan.
5)      Melahirkan masyarakat yang tidak hanya mementingkan diri sendiri, sebaliknya mengamalkan sikap tolong-menolong untuk kebaikan bersama

Tujuan zakat dapat ditinjau dari beberapa aspek sebagai berikut:[9]
1)      Hubungan manusia dengan Allah
Zakat sebagai sarana beribadah kepada Allah sebagaimana halnya sarana-sarana lain adalah berfungsi mendekatkan diri kepada Allah. Makin taat manusia menjalankan perintah dan meninggalkan larangan Allah, maka ia makin dekat dengan Allah.
2)      Hubungan manusia dengan dirinya
Zakat merupakan salah satu cara memberantas pandangan hidup yang materialistis. Dengan melaksanakan dan menunaikan zakat, manusia dididik untuk melepaskan sebagian benda yang dimilikinya, dan secara pelan-pelan menghilangkan pandangan hidup yang menjadikan materi sebagai tujuan hidup. Dengan demikian zakat mempunyai peranan menjaga manusia dari hal kerusakan jiwa. Zakat membawa pada kesucian diri bagi orang yang secara ikhlas melaksanakannya. Artinya suci dari sifat kikir, rakus, tamak dan sebagainya. Zakat berfungsi mensucikan jiwa pemiliknya.
3)      Hubungan manusia dengan masyarakat
Zakat mampu berperan dan dapat mengecilkan jurang perbedaan ekonomi antara si kaya dengan si miskin. Sebagian harta dan kekayaan golongan kaya akan mengalir membantu dan menumbuhkan kehidupan ekonomi golongan yang miskin, sehingga golongan miskin dapat berubah menjadi lebih baik keadaan ekonominya. Akhirnya dengan dorongan zakat, jurang perbedaan ekonomi antara yang kaya dengan yang miskin makin berkurang dan pergaulan mereka dalam masyarakat bertambah baik, karena di antara mereka tumbuh rasa persaudaraan dan saling bantu membantu. Secara berangsur-angsur yang disebut golongan fakir miskin dan orang tidak berpunya tidak akan ada lagi dalam masyarakat dan yang ada adalah masyarakat adil dan makmur yang merata, hidup dalam suasana damai dan tenteram dan berkecukupan.
4)      Hubungan manusia dengan harta benda
Islam mengajarkan kepada manusia bahwa harta kekayaan itu statusnya bukan hak milik mutlak dari orang yang memilikinya, tapi merupak amanat Allah yang ditipkan kepada manusia untuk mengelolanya, untuk diambil manfaatnya, oleh yang memiliki dan oleh masyarakat seluruhnya. Harta kekayaan itu menurut islam mempunyai fungsi sosial untuk kepentingan masyarakat, kepentingan umum, dan kepentingan perjuangan agama, di samping fungisnya untuk memenuhi kepentingan pribadi. Hak milik mutlak hanya di tangan Allah, manusia hanya mempunyai hak pakai atau hak guna sejauh tidak bertentangan dengan kepentingan yang bersifat umum, seperti untuk masyarakat banyak, fakir miskin, perjuangan agama atau fi sabilillah.
Zakat merupakan sarana pendidikan bagi manusia bahwa harta benda atau materi itu bukanlah tujuan hidup dan bukan hak milik mutlak dari manusia yang memilikinya, tapi merupakan titipan Allah yang harus dipergunakan sebagai alat untuk mengabdikan diri kepada Allah dan sebagai alat bagi manusia untuk menjalankan perintah agama di dalam segala aspeknya.
E.     Macam-macam Zakat
Secara garis besar, zakat dapat dibagi menjadi dua macam:[10]
1.      Zakat jiwa (zakat nafs), yang di tengah-tengah masyarakat lebih dikenal dengan zakat fitrah, yaitu zakat yang dikeluarkan oleh setiap muslim di bulan ramadhan sampai menjelang pelaksanaan shalat idul fitri.
2.      Zakat harta (zakat maal), seperti zakat emas dan perak, perdagangan, peternakan, pertanian, pertambangan dan harta temuan.
Adapun berbagai jenis harta yang wajib dizakati, terutama yang dinyatakan secara khusus dalam nash baik al-Qur’an dan hadis adalah sebagai berikut:
a.       Zakat Maal
Yang dimaksud dengan maal atau harta adalah segala sesuatu yang diinginkan oleh manusia untuk memilikinya, memanfaatkan dan menyimpannya, seperti rumah, mobil, ternak, hasil pertanian, uang, emas, dan segala macam perhiasan.


[1] Abdul Hamid, Fikih Zakat, Rejang Lebong: LP2 STAIN Curup, 2012, hlm.4
[2] Abdul Hamid dan Beni Ahmad Saebani, Fiqh Ibadah, CV Pustaka Setia, Bandung: 2009, hlm.206
[3] Abdul Hamid, Fikih Ibadah, Rejang Lebong:  LP2 STAIN Curup, 2011, hlm.129-130
[4] Abdul Hamid, Ibid., hlm. 4-5
[5] Ibid., hlm. 5-6
[6] Abdul Hamid dan Beni Ahmad Saebani, Ibid., hlm.218
[7] Abdul Hamid, Fikih Zakat, op.cit., hlm. 11-21

[8] Ibid, Fikih Zakat, hlm. 24
[9] Abdul Hamid, Ibid, hlm.134-135
[10] Ibid, hlm. 51
|
This entry was posted on 06.41 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: