Author: Unknown
•21.26


AKUNTANSI SALAM
Diajukan sebagai tugas makalah kelompok untuk memenuhi
mata kuliah Akuntansi Syariah


Disusun Oleh:
1.      Deby Feronica
2.      Dian Novita Sari
3.      Wida Yusari (13631057)

EPI 4 B

Dosen Pengampu:
Ranas Wijaya.SE.i

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH
JURUSAN SYARIAH
SKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN CURUP)
2015


Kata Pengantar


Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah dengan judul Akutansi Salam
Diantara bukti kesempurnaan agama Islam ialah dibolehkannya jual beli dengan cara salam, yaitu akad pemesanan suatu barang dengan kriteria yang telah disepakati dan dengan pembayaran tunai pada saat akad dilaksanakan. Yang demikian itu, dikarenakan dengan akad ini kedua belah pihak mendapatkan keuntungan tanpa ada unsur tipu-menipu atau ghoror (untung-untungan).
Namun penyusun menyadari betul akan masih banyaknya kekuranagn dari makalah ini, walau telah mengusahakan sepenuhnya untuk menyempurnakannya. Maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangatlah penting bagi penyusun untuk menghadirkan makalah yang jauh lebih baik lagi di kemudian hari. Terimakasih banyak atas perhatian dan waktu luangnya.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Alhamdulillahirabbilalamin..




Curup, April 2015

Penyusun





BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam akuntansi syariah ada beberapa macam akad diantaranya adalah akad murabahah,akad salam dan akad istinja.namun yang saya bahas kali ini bukan ketiga akad tersebut,tapi yang kami bahas dalam makalah ini adalah menyangkut akad salam dimana akad salam. akad salam ini dapat membantu produsen untuk penyediaan modal sehingga ia dapat menyerahkan sesuai yang telah di pesan sebelumnya.. Salam In front payment Pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari sementara pembayaran dilakukan di muka. Rukun: Muslam (pembeli) Muslam alaih atau penjual Modal atau uang Muslam fihi (barang) Sighat (ucapan) Barang Harus spesifik dan dapat diakui sebagai utang Diidentifikasi secara jelas Diserahkan kemudian Boleh ditentukan tanggal penyerahannya Tempat penyerahan Penggantian dengan barang lain.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakan pengertian akuntansi salam?
2.      Apa saja ketentuan dalan akuntansi salam?
3.      Bagaimana contoh kasus akuntansi salam?
C.     Tujuan
1.      Mengetahui apakan pengertian akuntansi salam?
2.      Mengetahui apa saja ketentuan dalan akuntansi salam?
3.      Mengetahui bagaimana contoh kasus akuntansi salam?




BAB III
PEMBAHASAN


1.1  Pengertian
Salam adalah akad jual beli muslam fiih (barang pesanan) dengan pengiriman dikemudian hari oleh muslam ilaihi (penjual) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat akad disepakati dengan sesuai syarat-syarat tertentu (PSAK 103 Paragraf 5)
Lembaga keuangan syariah dapat bertindak sebagai pembeli dan atau penjual dalam suatu transaksi salam. Jika lembaga keuangan syariah bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara salam maka hal ini disebut salam paralel. (PSAK 103 Paragraf 6)
Salam paralel dapat dilakukan dengan syarat:
(a). Akad antara lembaga keuangan syariah (pembeli) dan produsen (penjual) terpisah dari akad antara lembaga keuangan syariah (penjual) dan pembeli akhir. Dan
(b). Kedua akad tidak saling bergantung (ta’alluq). (PSAK 103 Paragraf 7)
Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi: jenis, spesifikasi teknis, kualitas dan kuantitasnya. Barang pesanan harus sesuai dengan karakteristik yang telah disepakati antara pembeli dan penjual. Jika barang pesanan yang dikirmkan salah satu cacat maka penjual harus bertanggung jawab atas kelalaiannya. (PSAK 103 Paragraf 9).
Dalam transaksi bisnis, terkadang  terdapat sistem pembayaran di muka. Dalam pembiayaan ini, pembeli diharuskan untuk membayar sejumlah uang tertentu untukk kemudian dilakukan pengiriman barang. Dalam transaksii ini penjual memiliki bargaining position yang lebih tinggi daripada pembeli, sehingga dapat melakukan persyaratan demikian. Selain karena  bargaining position, transaksii ini juga dapat muncul karena pihak penjual membutuhkan modal kerja untuk menghasilkan barang yang dibutuhkan yang notabane bersumber dari pembayaran di muka oleh pembeli.
            Prinsip yang dapat digunakan adalah prinsip bai’ as-salam. Transaksi as-salam mirip dengan transaksi bai’ al-istishna’. Perbedaannya terletak pada sistem pembayarannya yang harus dilakukan di muka secara tunai. Prinsip ini sering digunakan untuk usaha pertanian seperti jual beli beras, gandum, dan lain-lain. Pada pembiayaan ini, nasabah selaku pembeli memesan terlebih dahulu kepada bank selaku penjual atas hasil penen tertentu sebelum masa penen tiba yang disertai dengan pembayaran secara tunai. Mengingat bahwa bank tidak mempunyai kemampuan untuk melakukan pengadaan barang sebagaimana pesanann nasaba, maka bank akan melakukan pemesanan ulang kepada pihak lain yakni pemasok. Transaksi tersebut disebut sebagai salam paralel. [1]

1.2  Piutang Salam

Ketentuan Pembiayaan Bai As-Salam sesuai dengan fatwa No.05/DSN-MUI/IV/2000 Tanggal 1 April 2000
a.       Ketentuan pembayaran uang kas:
1.      Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang ataupun manfaat;
2.      Dilakukan saat kontrak disepakati;
3.      Pembayaran tidak boleh dalam bentuk ibra’ (pembebasan utang), contoh pembeli mengatakan kepada petani (penjual) “Saya beli padi Anda sebanyak 1 ton dengan harga Rp 10 juta yang pembayarannya/uangnya adalah Anda saya bebaskan membayar utang anda yang dahulu )sebesar Rp 2 juta)”> pada kasus ini petani memang memiliki uatang yang belum terbayar kepada pembeli, sebelum terjadinya akad salam tersebut.
b.      Ketentuan barang:
1.      Harus jelas ciri-cirinya/spesifikasi dan dapat diakui sebagai utang;
2.      Penyerahan dilakukan kemudian;
3.      Waktu dan tempet penyerahab barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan;
4.      Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum barang tersebut diterimanyya. Ini prinsip dasar jual beli;
5.      Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan.
c.       Penyerahan barang sebelum tepat waktu:
1.      Penjual wajibmenyerahkan barang teoat waktu dengan kualitas dann kuantitas yang disepakati;
2.      Bial penjual menyerahkan barang, dengan kualitas yang lebih tinggi, penjual tidak booleh meminta tambahan harga;
3.      Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas lebih rendah, dan pembeli rela menerimanyya, maka pembeli tidak boleh meminta pengurangan harta (diskon);
4.      Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang disepakati dengan syarat: kualitas dann jumlah barang sesuai dengan kesepakatan dan tidak boleh menuntut tambahan harga.

Jika semua/sebagian barang tidak tersedia tepat pada waktu penyerahan atau kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak rela menerimanya, maka pembeli memiliki 2 pilihan:
1.      Ambatalkan kontrak dann meminta kembali uang
2.      Menunggu sampai barang tersedia.

Pembatalan kontrak boleh dilakukan selama tidak merugikan kedua belah pihak, dan jika terjadi di antara kedua belah pihak, maka persoalannya dislesaikan melalui pengadian agama sesuai dengan UU No. 3/2006 setelah tidak tercapai kesepakatan maka musyawarah.
Dalam perkembangannya bisa saja terjadi salam paralel dengan syarat akad kedua terpisah dari akad pertama dan akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah.





barang
Grosir
Bank
Islam
Produsen
(petani)
1
2
5
3
4
 
Dalam kasus ini, bank islam menjual barang yang belum diterimanya, sedangkan penyerahan uang secara kas. Tetapi bagaimana jika grosir melakukan akad salam dengan bank, dimana uang pembayarannya diserahkan kemudian,yakni pada saat barang (beras) itu diterimanya? Sehingg a pada akad tersebut penyerahan barang dilakukan kemudian dan uangnya juga dilakukan kemudian? Menurut hadis nabi Muhammad SAW., hal tersebut dilarang karena ia praktik jual beli kali bikali. Namun pada kasus ini dibenarkan, karena alasan istihsan. Tujuan grosir dalam jual beli ini bukanlah untuk kegiatan spekulasi dan tidak membuka jalan bagi spekulasi. Dan bai’ kali bi kali tersebut, harus dibatasi tahapan kedua ini. Maka grosir tidak boleh lagi melakukan bai’ salam ketiga dan seterusnya.[2]

A. Pengakuan dan Pengukuran
a. piutang salam diakui pada saat modal usaha salam dibayarkan atau dialihkan kepada penjual. (PSAK 103 Paragraf 12)
      b. pengukuran modal usaha salam:
·         Modal usaha salam dapat berupa kas dan aset non-kas
-          Dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah dibayarkan; sedangkan
-          Dalam bentuk aset non-kas diukur sebesar nilai wajar. Selisih antara nilai wajar dan nilai tercatat modal usaha non-kas yang diserahkan sebagai keuntungan atau kerugian pada saat penyerahan modal usaha tersebut.
c. penerimaan barabg pesanan diakui dan diukur sebagai berikut:
(a) jika barang pesanan sesuai dengan akad dinilai sesuai nilai yang disepakati.
(b) jika barang pesanan berbeda kualitasnya, maka:
(i) barang pesanan yang diterima diukur sesuai dengan nilai akad, jika nilai pasar (nilai wajar jika nilai pasar tidak tersedia) dari barang pesanan yang diterima nilainya sama atau lebih tinggi dari nilai barang pesanan yang tercantum dalam akad.
(ii) barang pesanan yang diterima diukur sesuai nilai pasar (nilai wajar jika nilai pasar tidak tersedia) pada saat diterima dan diselisihnya diakui sebagai kerugian, jika nilai pasar dari barang pesanan lebih rendah dari nilai barang pesanan yang tercantum dalam akad.
(c) jika pembeli tidak menerima sebagian atau seluruh barang pesanan pada tanggal jatuh tempo pengiriman, maka:
(i) jika tanggal pengiriman diperpanjang, nilai tercatat piutang salam sebesar bagian yang belum dipenuhi tetap sesuai dengan nilai yang tercantum dalam akad.
(ii) jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya, maka piutang salam berubah menjadi piutang yang harus dilunasi oleh penjual sebesar bagian yang tidak dapat dipenuhi; dan
(iii) jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya dan pembeli mempunyai jaminan atas barabg pesanan serta hasil penjualan jaminan tersebut lebih kecil dari nilai piutang salam, maka selisih antara nilai tercatat piutang salam dan hasil penjualan jaminan tersebut diakui sebagai piutang kepada penjual yang telah jatuh tempo. Sebaliknya, jika hasil penjualan jaminan tersebut lebih besar dari nilai tercatat piutang salam maka selisihnya menjadi hak penjual.
B. Penyajian
a. pembeli menyajikan modal usaha salam yang diberikan sebagai piutang salam.
b. piutang yang harus dilunasi oleh penjual karena tidak dapat memenuhi kewajibannya dalam transaksi salam disajikan secara terpisah dari piutang salam.
c. penjual menyajikan modal usaha salam yang diterima sebagai kewajiban salam.
C.  Kewajiban Salam
1. kewajiban lain adalah kewajiban Bank / Lembaga keuangan Syariah yang berkaitan dengan kegiatan utama Bank / Lembaga keuangan Syariah antara lain kewajiban salam, kewajiban istishna, pendapatan sewa diterima dimuka.
2. kewajiban salam adalah modal usaha salam yang diterima oleh Bank / Lembaga keuangan Syariah (sebagai penjual) dari pembeli.
D.  Ilustrasi Jurnal
BANK / LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH SEBAGAI PENJUAL
a.       Pada saat Bank / Lembaga keuangan Syariah menerima modal usaha salam dari pembeli

D : Kas/Rekening Pembeli/aset non-kas
K : Kewajiban salam

b.      Pada saat pengadaan aktiva salam atau menerima barang dari produsen melalui transaksi salam paralel :
Sesuai akad

D : Kewajiban Salam
K : Persediaan – aktiva salam

c.       Berbeda kualitas dan nilai pasar lebih tinggi dari nilai akad

D : Kewajiban Salam
D : Kerugian Salam
K : Persediaan – Aktiva Salam
E. Ilustrasi Kasus
Tanggal 3 Januari 2006 Bank Syariah mengadakan Akad Salam dengan PT. Amanah (Perusahaan retail pengecer kebutuhan Pokok) dengan kesepakatan Bank Syariah membangunkan gedung Toko seluas 100 m2 diatas tanah milik PT. Amanah dengan nilai pengadaan Rp. 200.000.000,- jangka waktu Salam 180 hari (6 bulan)
Untuk memenuhi pesanan pembangunan gedung 100 m2 maka tanggal 15 Januari 2006 Bank Syariah mengadakan akad Salam dengan CV. Konstruksi Bangun Mandiri untuk membangun gedung 100m2 dengan nilai kontrak Rp. 150.000.000,- jangka waktu 150 hari (5 bulan)
Pertanyaan
Buatlah jurnal-jurnal Salam sebagai berikut :
1.      Pada saat Bank menerima Salam dari PT. Amanah
2.      Pada saat Bank memberikan modal Salam kepada CV. Konstruksi Bangun Mandiri
3.      Pada tanggal 10 Juni 2006 Bank menerima penyerahan gedung toko dari CV. Konstruksi Bangun Mandiri dalam keadaan sesuai akad.
4.      Pada tanggal 25 Juni 2006 Bank menyerahkan gedung toko kepada PT. Amanah.

a.       Pada saat Bank / Lembaga keuangan Syariah menerima modal usaha salam dari pembeli
D : Kas/Rekening Pembeli/aset non-kas         Rp. 200.000.000
K : Kewajiban Salam                                      Rp. 200.000.000

b.      Pada saat Bank / Lembaga keuangan Syariah memberikan modal salam
D : Piurtang Salam                                                      Rp. 150.000.000
K : Kas/Rekening penjual (supplier)/ aset non-kas     Rp. 150.000.000

c.       Pada saat Bank / Lembaga keuangan Syariah menerima barang dari penjual
-Sesuai akad
D : Persediaan – aktiva salam             Rp. 150.000.000
K : Piutang Salam                               Rp. 150.000.000
d.      Pada saat pengadaan aktiva salam atau menerima barang dari produsen melalui transaksi salam paralel :
-Sesuai akad :
D : Kewajiban Salam                          Rp. 200.000.000
K : Persediaan – aktiva salam             Rp. 150.000.000
K : Pendapatan Salam                         Rp.   50.000.000



BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Salam berasal dari kata as syalaf yang artinya adalah pendahuluan . jadi pengertian akad salam di sini adalah harta jual beli barang pesangon dengan pengiriman barang dilakukan di kemudian hari dan pellunasanya di lakukan oleh pembeli pada saat akad/perjanjian di sepakati sesuai dengan syarat dan ketentuan yang telah disepakati Rukun: Muslam (pembeli) Muslam alaih atau penjual Modal atau uang Muslam fihi (barang) Sighat (ucapan) Barang Harus spesifik dan dapat diakui sebagai utang Diidentifikasi secara jelas Diserahkan kemudian Boleh ditentukan tanggal penyerahannya Tempat penyerahan Penggantian dengan barang lain. Syarat Salam :
1.      Pembayaran dilakukan di muka pada majelis akad.
2.      Penjual hutang barang pada si pembeli sesuai dengan kesepakatan.
3.      Barang yang disalam jelas spesifikasinya baik bentuk, takaran, jumlah, dan sebagainya
Pelaksanaan LKS di Indonesia dalam semua aspek perjalanan dan operasinya adalah dengan berlandaskan kepada hukum dan peraturan Syariah. Hukum dan peraturan ini kebanyakan adalah dari Kelompok hukum dan peraturan Ilmu Fiqih yang berhubungan dengan muamalat ekonomi dan urusan Bank dan Keuangan.
Hasil dari penggabungan tenaga dan usaha para Ulama Fiqih, ahli-ahli ekonomi, dan pejabat-pejabat tinggi Bank umat Islam seperti yang disebutkan tadi, hukum dan peraturan ini mula-mula disusun untuk diamalkan melalui Bank-Bank dan Lembaga-Lembaga Keuangan Islam yang sedang didirikan merata di berbagai tempat. Hasil dari usaha ini adalah timbulnya gagasan-gagasan dan ide-ide baru guna merespond permasalahan yang ada khususnya mengenai lembaga keungan islam seperti akuntansi dalam perbankan pada setiap produknya (akuntasi mudharabah, akuntansi murabahah, akuntasi ijarah, akuntasi wadi’ah, akuntansi salam dll).
Untuk bereaksi terhadap masalah-masalah tersebut yang dialami oleh lembaga keungan islam Indonesia khususnya lembaga keuangan perbankan, maka perbankan syariah menyiasati dengan memberlakukan pola bagi hasil yang merujuk kepada pedoman akuntanasi perbankan syariah Indonesia (PAPSI), pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) dan fatwa dewan syariah nasioanal (DSN) Majelis Ulama Indonesia. Reaksi ini telah membawa perbankan syariah di Indonesia lebih semangat dan lebih maju dengan ketepatan akuntabilitas.


DAFTAR PUSTAKA

Huda, Nurul dan Mohamad Heykal, 2010. Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis Dan Praktis, Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Zulkifli, Sunarto. 2007, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, Jakarta: Zikrul Hakim




[1] Sunarto Zulkifli, 2007, Pnduann Praktis Transaksi Perbankan Syariah, Jakarta: Zikrul Hakim
[2] Nurul Huda dan Mohamad Heykal, 2010. Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis Dan Praktis, Jakarta: Kencana Prenada Media Group
|
This entry was posted on 21.26 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: