Author: Unknown
•20.16


Perdagangan Obligasi Syariah di Pasar Modal Konvensional
Diajukan sebagai tugas makalah kelompok untuk memenuhi
mata kuliah Manajemen Investasi Syariah





Disusun Oleh:
1.      Ario Sapari (136310)
2.      Wida Yusari (13631057)

EPI4 B

Dosen Pengampu:
Hendrianto. MA

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH
JURUSAN SYARIAH
SKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN CURUP)
2015


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya, maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Perdagangan Obligasi Syariah di Pasar Modal Konvensional.

Penulisan makalah adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas  kelompok mata kuliah “Manajemen investasi Syariah”.

Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.




Curup, September 2015



Penulis


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Dewasa ini perkembangan investasi bergeser dari yang hanya mementingkan unsure keuntungan dan kepuasan financial menjadi investasi yang juga mementingkan aspek spiritual. Investasi konvensional dianggap banyak membawa dampak negative dibandingkan dengan dampak positive, selain itu investasi konvensional banyak memberikan kontribusi kerugian sosial dengan unsure spekulasi yang tinggi. Unsure spekulasi dalam investasi konvensional diyakini memberikan andil dalam resesi keuangan dunia yang menyebabkan perekonomian dunia berguncang.
Obligasi syariah atau sukuk semakin disukai karena ada upaya investor terutama Timur Tengah untuk menarik modal yang terkumpul di lembaga perbankan barat kembali ke lembaga kuangan islam. Dukungan solidaritas untuk aktivitas pasar modal syariah ini berdasarkan kesamaan ideology-spirit dari Negara-negara yang tergabung dalam OKI. Pasar modal syariah pun mulai diterima secara umum dengan masuknya investor nonn muslim di pasar sukuk. Sukuk dipandang sebagai sasaran baru yang lebih menguntungkan. Kepopuleran dari sukuk ini juga tidak terlepas dari akses modal secara global sudah terbuka, sehingga terjadilah manajemen likuiditas lintas batas.
Indonesia sebagai salah satu Negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia memiliki potendi yang sangat besar bagi masuknya dana dari Timur Tengah yang memiliki likuiditas keuangan yang tinggi. Dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta orang dan proyek investasi jangka panjang, Indonesia merupakan Negara yang memiliki potensi bagi berkembangnya ekonomi islam secara dinamis. Melihat potensi yang begitu besar, Malaysia berharap dapat menjadi pintu gerbang bagi aliran dana dari Timur Tengah yang menuju Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari masuknya investor Malaysia ke dunia perbankan Indonesia.
Penerbitan sukuk di Indonesia saat ini lebih didsarai pada perkembangann institusi syariah seperti perbankan syariah, asuransi syariah, dan reksadana syariah yang membutuhkan alternative investasi obligasi syariah. Sukuk pemerintah diperkirakan akan berkembang dengan mulai berlakunya UU no 19 tahun 2008 tentang surat berharga syariah Negara.
B.     Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat di rumuskan makala seperti demikian :
1.      Apakah pengertian dari obligasi?
2.      Apakah syarat menerbitkan obligasi syariah?
3.      Apa saja jenis obligasi syariah?
4.      Apa kendala dalam pengembangan obligasi syariah?
5.      Bagaimana prosedur melaksanakan investasi obligasi syariah?


C.     Tujuan
1.      Menetahui apa yang dimaksud dengan obligasi.
2.      Mengetahui apa saja syarat menerbitkan obligasi syariah.
3.      Mengetahui jeis-jenis dalam obligasi syariah.
4.      Mengetahui kendala dalam pengembangan obligasi syariah.
5.      Mengetahui prosedur melaksanakan investasi obligasi syariah.




BAB II
PEMBAHASAN

A.       Pengertian obligasi
Obligasi yaitu surat berharga jangka panjang yang bersifat hutang yang dikeluarkan oleh emiten kepada pemegang obligasi dengan kewajiban membayar bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok pada saat jatuh tempo kepada pemegang obligasi.
Obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip-prinsip yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Akad yang dapat digunakan dalam penerbitan obligasi syariah meliputi mudharabah, musyarakah, qiradh, murabahah, salam, istisna, dan ijarah.
Pendapatan (hasil) yang diperoleh pemegang obligasi syariah sesuai akad yang digunakan. Pemindahan kepemilikan obligasi syariah juga mengikti akad-akad yang digunakan.[1]
Penerbitan sukuk di Indonesia saat ini lebih didsarai pada perkembangann institusi syariah seperti perbankan syariah, asuransi syariah, dan reksadana syariah yang membutuhkan alternative investasi obligasi syariah. Sukuk pemerintah diperkirakan akan berkembang dengan mulai berlakunya UU no 19 tahun 2008 tentang surat berharga syariah Negara.[2]
B.        Syarat menerbitkan obligasi syariah
Syarat untuk dapat menerbitkan obligasi syariah antara lain:
1.   Aktivitas utama yang halal, tidak bertentangan dengan substansi Fatwa No. 20/DSN-MUI/VI/2001. Fatwa tersebut menjelaskan bahwa usaha yang bertentangan dengan islam yaitu usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang, usaha yang memproduksi dan mendistribusi serta memperdagangkan mkanan dan minuman haram, dan usaha yang memproduksi, mendistribusi dan atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.
2.   Peringkat investment grade:
a.       Memiliki fundamental usaha yang kuat;
b.      Memiliki fundamental keuangan yang kuat;
c.       Memiliki citra baik dimata public.
3.   Keuntungan tambahan jika masuk ke dalam kelompok Jakarta Islamic Indec (JII)
Sebelum dilakukan penerbitan obligasi syariah, maka harus dilakukan proses fatwa ataupun opini islam dengan proses underwriter sebagai wakil dari emiten mengajukan proposal ataupun surat pemberitahuan kepada Majelis Utama Indonesia (MUI), yang selanjutnya nanti dibahas oleh tim ahli DPS untuk dikeluarkan opini islam. Setelah adanya opini islam dilakukan proses penerbitan obligasi syariah.[3]
C.        Bentk-bentuk obligasi syariah
1.         Obligasi Mudharabah
Obligasi syariah mudharabah adalah obligasi syariah yang menggunakan akad mudharabah. Akad mudharabah adalah akad kerja sama antara pemili modal dengan pengelola modal.
Dalam Fatwa No. 33/DSN-MUI/X/2002 tentang obligasi syariah mudharabah, dinyatakan antara lain:
a.       Obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkann prinsip islam yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkann emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi islam merupakan bagi hasil, margin, atau fee serta membayar dana obligasi pada saat obligasi jatuh tempo.
b.      Obligasi syariah mudharabah adalah obligasi syariah yang berdasarkan akad mudharabah dengan memperhatikan substansi fatwa DSN-MUI No.7/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan mudharabah.
c.       Obligasi mudharabah emiten bertindak sebagai pengelola modal, sedangkan pemegang obligasi syariah mudharabah bertindak sebagai pemodal.
d.      Jenis usaha emiten tidak boleh bertentangan dengan prinsip islam.
e.       Nisbah keuntungan dinyatakan dalam akad.
f.       Apabila meiten lalai atau melanggar perjanjian, emiten wajib menjamin pengambilan dana dan pemodal dapat mminta emiten membuat surat pengakuan utang.
g.      Kepemilikan obligasi syariah dapat dipindah tangankan selama disepakati dalam akad.

Obligasi syariah mudharabah telah memiliki pedoman khusus dengan disahkannya Ftwa No. 33/DSN-MUI/XI/2002. Disebutkan dalam fatwa tersebut, bahwa obligasi syariah mudharabah adalah obligasi syariah yang menggunakan akad mudharabah. Selain telah mempunyai pedoman khusus, terdapat beberapa alasan lain yang mendasari pemilihan struktur mudharabah ini, diantaranya:
1.         Bentuk padanan yang paling sesuai untuk investasi dalam jumlah besar dan jangka yang relative panjang.
2.         Dapat digunakan untuk padanan umum seperti pendanaan modal kerja ataupun pendanaan capital expenditure.
3.         Mudharabah merupakan percampuan keja sama antara modal dan jasa (kegiatan usaha) sehingga membuat strukturnya memunginkan untuk tidak memerlukan jaminan atas asset yang spesifik. Hal ini berbeda dengan struktur yang menggunakan dasar akad jual beli yang mensyaratkan jaminan atas asset yang didanai.
4.         Kecenderungan regional dan global, dari penggunaan struktur murabahah dan bai bi-thaman Ajil menjadi mudarabah dan ijarah.[4]
Mekanisme atau beberapa hal pokok mengenai obligasi syariah mudharabah ini dapat diringkaskan dalam butir-butir berikut:
1.         Kontrak atau akad mudharabah dituangkan dalam perjanjian perwaliamanatan.
2.         Rasio atau presentase bagi hasil (nisbah) dapat ditetapkan berdasatkan komponen pendapatan atau keuntungan. Tetapi, Fatwa No. 15/DSN-MUI/IX/2000 memberi pertimbangan bahwa dari segi kemaslahatan pembagian usaha sebaliknya menggunakan prinsip rvenue sharing.
3.         Nisbah ini dapat ditetapkan konstan, meningkat, ataupun menurun, dengan mempertimbangkan proyeksi pendapatan emiten, tetapi sudah ditetapkan di awal kontrak.
4.         Pendapatan bagi hasil berarti  jumlah pendapatan yang dibagihasilkan yang menjadi hak dan oleh karenanya harus dibayarknoleh emiten kepada pemegang obligasi syariah yang dihitung berdasarkan perkalian antara nisbah pemegang obligasi syariah dengan pendapatan/keuntungan yang dibagihasilkan yang jumlahnya tercantum dalan laporan keuangan konsolidasi emiten.
5.         Pembagian hsasil pendapatan ini atau keuntungan dapat dilakukan secara periodic (tahunan, bulanan, smesteran)
6.         Karena besarnya pendapatan bagi hasil akan ditentukan oleh keinerja actual emiten, maka obligaasi syariah memberikan indicative return tertentu.[5]
Produk obligasi mudharabah juga dapat dikonversi menjadi saham dalam jangka waktu tertentu dengan perstujuan pemiliknya. Sehingga pemilik surat ini berubah menjadi mitra kerja sama kontemporer bagi perusahaan. Dalam keuntungan investasinya menjadi pemilik saham atau mitrra sama selamanya.
Adapun ketentuan-ketentuan yang  beraku berkaitan dengan konversi obligasi mudharabah menjadi saham, antara lain:
1.      Wajib menjaga kaidah-kaidah yang ditetapkan untuk pertambahan modal sesuai dengan undang-undang Negara tempat perusahaan yang mengeluarkan obligasi.
2.      Wajib menjaga keseimbangan keuangan dengan sumber-sumbernya, baik dari dalam maupun dari luar.
3.      Tanggal dan syarat-syarat konversi menjadi saham harus dijelaskan, serta jangka waktu myang mana pemilik surat obligasi tersebut meminta untuk mengkonversikan kedalam saham.
4.      Penjelasn anggal pengambilah harga obigasi dalam kondisi tidak dikonversikan ke dalam saham.

2.      Obligasi ijarah
Obligasi ijarah adalah obligasi syariah berdasarkan akad ijarah. Akad ijarah adalah jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian. Artinya, pemilik harta memberikan hak untuk memanfaatkan objek dengan manfaat tertentu dengan membayar imbalan kepada pemilik objek. Ijarah mirip dengan leasing. Tetapi tidak sepenuhnya sama. Dalam akad ijarah disertai dengan adanya perpindahan manfaat tetapi tidak tejadi perpindahan kepemilikan.
Ketentuan akad ijarah sebagai berikut:
1.      Objeknya dapat berupa barang (hata fidik yang bergerak, tak bergerak, harta perdagangan) maupun berbentuk jasa.
2.      Manfaat dari objek dan nilai manfaat tersebut diketahui dan di sepakati oleh kedua belah pihak.ruang lingkup dan jangka waktu pemakaiannya harus dinyaakan secara spesifik.
3.      Penyewa harus membagi hasil manfaat yang diperolehnya dalam bentuk immbalan atau sewa/upah.
4.      Pemakai manfaat (penyewa) harus menjaga objek agar manfaat yang diberikan oleh objek tetap terjaga.
5.      Pembeli sewa haruslah pemilik mutlak.
Secara teknis, obligasi ijarah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1.         Investor dapat bertindak sebagai penyewa. Adapun emiten dapat bertindak sebagai wakil investor. Dan propery owner, dapat bertindak sebagai orang yang menyewakan. Dengan demikian, ada dua kali transaksi dalam akad wakalah. Untuk melakukan transaksi sewa-menyewa dengan property owner dengan akad ijarah. Selanjutnya, transaksi terjadi antara emiten ( sebagai wakil investor) dengan property owner(sebagai orang yang menyewakan) untuk melakukan transaksi sewa-menyewa (ijarah)
2.         Setelah investor memperoleh hak sewa, maka investor menyewakan kembali objek sewa tersebut kepada emiten. Atas dasar transaksi sewa-menyewa tersebut, maka diterbitkanlah surat berharga jangka panjangg (obligasi syariah ijarah), di mana atas penerbitan obligasi tersebut, emiten wajib membayar pendapatan kepada investor berupa fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.

D.          Kendala pengembangan obligasi syariah
Kendala dalam pengembangan obligasi syariah diantaranya:
1.      belum banyak masyarakat yang tentang keberadaan obligasi syariah, apalagi system yang digunakannya. Hal tersebut tidak lepas dari ruang sosialisasi obligasi yang dikondisikan hanya terbatas oleh para pemodal yang memiliki dana lebih dari cukup.
2.      Masyarakat dalam menyimpan dananya cenderung didasarkan atas pertimbangan pragmatis. Hal ini yang menjadikan tren tingkat bunga yang cenderung bisa dipastikan di masa yang akan datang menjadikan investor lebih memilih obligasi konvensional daripada obligasi syariah.
3.      Di usia yang masih relative muda dan system yang berbeda, obligasi syariah dikondisikan untuk menghadapi masyarakat yang kurang percaya akan keberadaan system yang belum ia kenal.[6]

E.           Prosedur melakukan investasi obligasi
a.       Membuka rekening
Tahap awal yang harus dilakukan dalam proses transaksi obligasi adalah memilih perusahaan sekuritas yang memiliki devisi fixed income yang menangani pembelian dan penjualan obligasi. Pilih perusahaan yang pengalaman, tim yang solid ataupun riset atau fee yang kompetitif.
b.      Memahami produk obligasi
Pada tahap ini, investor dianjurkan untuk mempelajari seluk-beluk informasi yang dibutuhkan mengenai obligasi, baik mengenai investasinya sendiri, potensi resiko yang terkandung, maupun potensi keuntungannya. Hal ini dapat diperoleh dengan mempelajarinya secara mandiri, bertanya kepada bagian riset perusahaan sekuritas, di mana investor membuka rekening atau melalui internet.
c.       Melakukan analisis
Analisis yang dilakukan, agar keputusan yang diambil sesuai dengan apa yang diinginkan, yaiitu kestabilan pendapatan. Aspek-aspek yang dibutuhkan seperti kupon, jangka waktu, nilai penerbitan, dan peringkat. Latar belakang serta profil penerbit juga menjadi pertimbangan sndiri. Dengan informasi yang lengkap, diharapkan keputusan yang diambil tidak menimbulkan kerugian yang cukup besar. Dianjurkan untuk membandingkan antara obligasi sejenis.
d.      Memberikan amanat beli
Setelah melalui analisis, investor memperoleh jenis oligasi yang ingin dibeli. Tahap selanjutnya yaitu memberikan amanat pembelian kepada trender atau broker obligasi yang telahkita pilih. Pihak trender akan melakukan pembelian obligasi sesuai dengan jenis serta harga yang diinginkan.
e.       Menyiapkan dana
Membeli obligasi membutuhkan dana yang tidak sedikit. Satuan pembelian obligasi biasanya bernilai Rp 1 miliar, sehingga sulit bagi investor individu untuk dapat ikut berinvestasi dalam obligasi.
f.       Menyelesaikan pembayaran obligasi
Pembayaran dana membelian obligasi dilakukan melalui transver ke rekening perusahaan sekuritas tersebut. Setelah pembayaran selesai, maka investor sebagai pembeli tinggal menunggu proses settlement atau transaksi tersebut.
Obligasi yang telah dibeli akan tercantum didalam rekening perusahaan sekuritas yang tercatat di KSEI (Kustodian Sentral Efek Indonesia).
Pemindatanganan hak atas obligasi akan sangat mudah dilakukan secara elektronik, karena saat ini fiik obligasi tidak lagi brupa sertifikat, namun sudah scriptless (tahap warkat). Administrasi pembukuan akan dilakukan oleh bank custodian perusahaan sekuritas. Untuk hal ini, temtunya bank bersangkutan akan memungut biaya tertentu.[7]



BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip-prinsip yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Akad yang dapat digunakan dalam penerbitan obligasi syariah meliputi mudharabah, musyarakah, qiradh, murabahah, salam, istisna, dan ijarah. Pendapatan (hasil) yang diperoleh pemegang obligasi syariah sesuai akad yang digunakan. Pemindahan kepemilikan obligasi syariah juga mengikti akad-akad yang digunakan.
Obligasi syariah mudharabah adalah obligasi syariah yang berdasarkan akad mudharabah, tentu harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang ada pada akad pembiayaan mudharabah. Emiten dalam obligasi syariah mudharabah adalah mudharib sedangkan pemegang obligasi syariah mudharabah adalah shahibul mal.
Nisbah keuntungan dalam obligasi syariah mudharabah ditentukan sesuai kesepakatan, sebelum emisi(penerbitan) obligasi syariah mudharabah. Pembagian pendapatan (hasil) dapat dilakukan secara periodic sesuai kesepakatan, dengan ketentuan pada saat jatuh  tempo diperhitungkan secara keseluruhan. Pengawasan aspek syariah dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) atau Tim Ahli Syariah yang ditunjuk oleh Dewan Syariah Nasional MUI. Pengawasan ini dilakukan sejak proses emisi obligasi ayariah mudharabah dimulai.
Apabila emiten (mudharib) lalai atau melanggar syarat perjanjian dan/atau melampaui batas, mudharib wajib menjamin pengembalian dana mudharabah, dan shahibul mal ddapat meminta mudharib untuk membuat surat pengakuan hutang. Kemudian, pemegang obligasi syariah mudharabah (shahibul mal) dapat menarik dana obligasi syariah mudharabanh. Kepemilikan obligasi syariah mudharabah dapat dialihkan kepada pihak lain, selama disepakati dalam akad.




DAFTAR PUSTAKA

Alma, Buchari dan Donni Juni Priansa, Manajemen Bisnis Syariah, 2009, Bandung: Alvabeta
Huda, Nurul dan Mohamad Heykal. Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis Dan Praktis, 2013, Jakarta: PT Fajar Interpratama Mandiri
Manan, Abdul, Hukum Eonomi Syariah (Dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama), 2012, Jakarta: Kencana Prenada Medi Group
Solihin, Ahmad Ifham, Ini Lho Bank Syariah. Jakarta, PT Karya Kita, 2008.



[1] Ahmad Ifham Solihin, Ini Lho Bank Syariah. Jakarta, PT Karya Kita, 2008. Hlm. 207-213
[2] Buchari Alma dan Donni Juni Priansa, Manajemen Bisnis Syariah, 2009, Bandung: Alvabeta, hlm.35-38
[3] Nurul Huda dan Mohamad Heykal. Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis Dan Praktis, 2013, Jakarta: PT Fajar Interpratama Mandiri, hlm. 239-244
[4] Ibid., hlm. 245
[5] Abdul Manan, Hukum Eonomi Syariah (Dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama), 2012, Jakarta: Kencana Prenada Medi Group, hlm.334-338
[6] Ibid., hlm.339-340
[7]Ibid., hlm. 329-332
 

|
This entry was posted on 20.16 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: