Perdagangan Obligasi Syariah di Pasar Modal
Konvensional
Diajukan sebagai tugas makalah kelompok untuk memenuhi
mata kuliah Manajemen Investasi Syariah
Disusun
Oleh:
1.
Ario Sapari (136310)
2.
Wida Yusari (13631057)
EPI4 B
Dosen Pengampu:
Hendrianto. MA
PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH
JURUSAN SYARIAH
SKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NEGERI
(STAIN CURUP)
2015
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat
dan hidayah-Nya, maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang
berjudul “Perdagangan Obligasi
Syariah di Pasar Modal Konvensional”.
Penulisan makalah adalah merupakan salah satu tugas dan
persyaratan untuk menyelesaikan tugas
kelompok mata kuliah
“Manajemen investasi Syariah”.
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak
kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Curup, September 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Dewasa ini perkembangan investasi
bergeser dari yang hanya mementingkan unsure keuntungan dan kepuasan financial
menjadi investasi yang juga mementingkan aspek spiritual. Investasi
konvensional dianggap banyak membawa dampak negative dibandingkan dengan dampak
positive, selain itu investasi konvensional banyak memberikan kontribusi
kerugian sosial dengan unsure spekulasi yang tinggi. Unsure spekulasi dalam
investasi konvensional diyakini memberikan andil dalam resesi keuangan dunia
yang menyebabkan perekonomian dunia berguncang.
Obligasi syariah atau sukuk semakin
disukai karena ada upaya investor terutama Timur Tengah untuk menarik modal
yang terkumpul di lembaga perbankan barat kembali ke lembaga kuangan islam.
Dukungan solidaritas untuk aktivitas pasar modal syariah ini berdasarkan
kesamaan ideology-spirit dari Negara-negara yang tergabung dalam OKI. Pasar
modal syariah pun mulai diterima secara umum dengan masuknya investor nonn
muslim di pasar sukuk. Sukuk dipandang sebagai sasaran baru yang lebih
menguntungkan. Kepopuleran dari sukuk ini juga tidak terlepas dari akses modal
secara global sudah terbuka, sehingga terjadilah manajemen likuiditas lintas
batas.
Indonesia sebagai salah satu Negara
dengan penduduk muslim terbesar di dunia memiliki potendi yang sangat besar
bagi masuknya dana dari Timur Tengah yang memiliki likuiditas keuangan yang
tinggi. Dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta orang dan proyek investasi
jangka panjang, Indonesia merupakan Negara yang memiliki potensi bagi
berkembangnya ekonomi islam secara dinamis. Melihat potensi yang begitu besar,
Malaysia berharap dapat menjadi pintu gerbang bagi aliran dana dari Timur
Tengah yang menuju Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari masuknya investor
Malaysia ke dunia perbankan Indonesia.
Penerbitan sukuk di Indonesia saat
ini lebih didsarai pada perkembangann institusi syariah seperti perbankan
syariah, asuransi syariah, dan reksadana syariah yang membutuhkan alternative
investasi obligasi syariah. Sukuk pemerintah diperkirakan akan berkembang
dengan mulai berlakunya UU no 19 tahun 2008 tentang surat berharga syariah
Negara.
B. Rumusan
masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat di rumuskan makala seperti
demikian :
1. Apakah
pengertian dari obligasi?
2. Apakah
syarat menerbitkan obligasi syariah?
3. Apa
saja jenis obligasi syariah?
4. Apa
kendala dalam pengembangan obligasi syariah?
5. Bagaimana
prosedur melaksanakan investasi obligasi syariah?
C. Tujuan
1. Menetahui
apa yang dimaksud dengan obligasi.
2. Mengetahui
apa saja syarat menerbitkan obligasi syariah.
3. Mengetahui
jeis-jenis dalam obligasi syariah.
4. Mengetahui
kendala dalam pengembangan obligasi syariah.
5. Mengetahui
prosedur melaksanakan investasi obligasi syariah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
obligasi
Obligasi yaitu surat berharga
jangka panjang yang bersifat hutang yang dikeluarkan oleh emiten kepada
pemegang obligasi dengan kewajiban membayar bunga pada periode tertentu dan
melunasi pokok pada saat jatuh tempo kepada pemegang obligasi.
Obligasi syariah adalah suatu surat
berharga jangka panjang berdasarkan prinsip-prinsip yang dikeluarkan emiten
kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar
pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta
membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Akad yang dapat digunakan dalam
penerbitan obligasi syariah meliputi mudharabah, musyarakah, qiradh, murabahah,
salam, istisna, dan ijarah.
Pendapatan (hasil) yang diperoleh
pemegang obligasi syariah sesuai akad yang digunakan. Pemindahan kepemilikan
obligasi syariah juga mengikti akad-akad yang digunakan.[1]
Penerbitan sukuk di Indonesia saat
ini lebih didsarai pada perkembangann institusi syariah seperti perbankan
syariah, asuransi syariah, dan reksadana syariah yang membutuhkan alternative
investasi obligasi syariah. Sukuk pemerintah diperkirakan akan berkembang
dengan mulai berlakunya UU no 19 tahun 2008 tentang surat berharga syariah
Negara.[2]
B.
Syarat menerbitkan
obligasi syariah
Syarat untuk
dapat menerbitkan obligasi syariah antara lain:
1. Aktivitas
utama yang halal, tidak bertentangan dengan substansi Fatwa No.
20/DSN-MUI/VI/2001. Fatwa tersebut menjelaskan bahwa usaha yang bertentangan
dengan islam yaitu usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau
perdagangan yang dilarang, usaha yang memproduksi dan mendistribusi serta
memperdagangkan mkanan dan minuman haram, dan usaha yang memproduksi,
mendistribusi dan atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak
moral dan bersifat mudarat.
2. Peringkat
investment grade:
a. Memiliki
fundamental usaha yang kuat;
b. Memiliki
fundamental keuangan yang kuat;
c. Memiliki
citra baik dimata public.
3. Keuntungan
tambahan jika masuk ke dalam kelompok Jakarta Islamic Indec (JII)
Sebelum dilakukan penerbitan
obligasi syariah, maka harus dilakukan proses fatwa ataupun opini islam dengan
proses underwriter sebagai wakil dari emiten mengajukan proposal ataupun surat
pemberitahuan kepada Majelis Utama Indonesia (MUI), yang selanjutnya nanti
dibahas oleh tim ahli DPS untuk dikeluarkan opini islam. Setelah adanya opini
islam dilakukan proses penerbitan obligasi syariah.[3]
C.
Bentk-bentuk obligasi
syariah
1.
Obligasi Mudharabah
Obligasi syariah
mudharabah adalah obligasi syariah yang menggunakan akad mudharabah. Akad
mudharabah adalah akad kerja sama antara pemili modal dengan pengelola modal.
Dalam Fatwa No. 33/DSN-MUI/X/2002
tentang obligasi syariah mudharabah, dinyatakan antara lain:
a. Obligasi
syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkann prinsip islam
yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkann emiten
untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi islam merupakan bagi hasil,
margin, atau fee serta membayar dana obligasi pada saat obligasi jatuh tempo.
b. Obligasi
syariah mudharabah adalah obligasi syariah yang berdasarkan akad mudharabah
dengan memperhatikan substansi fatwa DSN-MUI No.7/DSN-MUI/IV/2000 tentang
pembiayaan mudharabah.
c. Obligasi
mudharabah emiten bertindak sebagai pengelola modal, sedangkan pemegang
obligasi syariah mudharabah bertindak sebagai pemodal.
d. Jenis
usaha emiten tidak boleh bertentangan dengan prinsip islam.
e. Nisbah
keuntungan dinyatakan dalam akad.
f. Apabila
meiten lalai atau melanggar perjanjian, emiten wajib menjamin pengambilan dana
dan pemodal dapat mminta emiten membuat surat pengakuan utang.
g. Kepemilikan
obligasi syariah dapat dipindah tangankan selama disepakati dalam akad.
Obligasi
syariah mudharabah telah memiliki pedoman khusus dengan disahkannya Ftwa No.
33/DSN-MUI/XI/2002. Disebutkan dalam fatwa tersebut, bahwa obligasi syariah
mudharabah adalah obligasi syariah yang menggunakan akad mudharabah. Selain
telah mempunyai pedoman khusus, terdapat beberapa alasan lain yang mendasari
pemilihan struktur mudharabah ini, diantaranya:
1.
Bentuk padanan yang
paling sesuai untuk investasi dalam jumlah besar dan jangka yang relative
panjang.
2.
Dapat digunakan untuk
padanan umum seperti pendanaan modal kerja ataupun pendanaan capital
expenditure.
3.
Mudharabah merupakan
percampuan keja sama antara modal dan jasa (kegiatan usaha) sehingga membuat
strukturnya memunginkan untuk tidak memerlukan jaminan atas asset yang
spesifik. Hal ini berbeda dengan struktur yang menggunakan dasar akad jual beli
yang mensyaratkan jaminan atas asset yang didanai.
4.
Kecenderungan regional
dan global, dari penggunaan struktur murabahah dan bai bi-thaman Ajil menjadi
mudarabah dan ijarah.[4]
Mekanisme atau beberapa hal pokok
mengenai obligasi syariah mudharabah ini dapat diringkaskan dalam butir-butir
berikut:
1.
Kontrak atau akad
mudharabah dituangkan dalam perjanjian perwaliamanatan.
2.
Rasio atau presentase
bagi hasil (nisbah) dapat ditetapkan berdasatkan komponen pendapatan atau
keuntungan. Tetapi, Fatwa No. 15/DSN-MUI/IX/2000 memberi pertimbangan bahwa
dari segi kemaslahatan pembagian usaha sebaliknya menggunakan prinsip rvenue
sharing.
3.
Nisbah ini dapat
ditetapkan konstan, meningkat, ataupun menurun, dengan mempertimbangkan
proyeksi pendapatan emiten, tetapi sudah ditetapkan di awal kontrak.
4.
Pendapatan bagi hasil
berarti jumlah pendapatan yang
dibagihasilkan yang menjadi hak dan oleh karenanya harus dibayarknoleh emiten
kepada pemegang obligasi syariah yang dihitung berdasarkan perkalian antara
nisbah pemegang obligasi syariah dengan pendapatan/keuntungan yang
dibagihasilkan yang jumlahnya tercantum dalan laporan keuangan konsolidasi
emiten.
5.
Pembagian hsasil
pendapatan ini atau keuntungan dapat dilakukan secara periodic (tahunan,
bulanan, smesteran)
6.
Karena besarnya
pendapatan bagi hasil akan ditentukan oleh keinerja actual emiten, maka
obligaasi syariah memberikan indicative return tertentu.[5]
Produk obligasi mudharabah juga dapat dikonversi
menjadi saham dalam jangka waktu tertentu dengan perstujuan pemiliknya.
Sehingga pemilik surat ini berubah menjadi mitra kerja sama kontemporer bagi
perusahaan. Dalam keuntungan investasinya menjadi pemilik saham atau mitrra
sama selamanya.
Adapun ketentuan-ketentuan yang beraku berkaitan dengan konversi obligasi
mudharabah menjadi saham, antara lain:
1. Wajib
menjaga kaidah-kaidah yang ditetapkan untuk pertambahan modal sesuai dengan
undang-undang Negara tempat perusahaan yang mengeluarkan obligasi.
2. Wajib
menjaga keseimbangan keuangan dengan sumber-sumbernya, baik dari dalam maupun
dari luar.
3. Tanggal
dan syarat-syarat konversi menjadi saham harus dijelaskan, serta jangka waktu
myang mana pemilik surat obligasi tersebut meminta untuk mengkonversikan
kedalam saham.
4. Penjelasn
anggal pengambilah harga obigasi dalam kondisi tidak dikonversikan ke dalam
saham.
2. Obligasi
ijarah
Obligasi
ijarah adalah obligasi syariah berdasarkan akad ijarah. Akad ijarah adalah
jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian. Artinya, pemilik
harta memberikan hak untuk memanfaatkan objek dengan manfaat tertentu dengan
membayar imbalan kepada pemilik objek. Ijarah mirip dengan leasing. Tetapi
tidak sepenuhnya sama. Dalam akad ijarah disertai dengan adanya perpindahan
manfaat tetapi tidak tejadi perpindahan kepemilikan.
Ketentuan
akad ijarah sebagai berikut:
1. Objeknya
dapat berupa barang (hata fidik yang bergerak, tak bergerak, harta perdagangan)
maupun berbentuk jasa.
2. Manfaat
dari objek dan nilai manfaat tersebut diketahui dan di sepakati oleh kedua
belah pihak.ruang lingkup dan jangka waktu pemakaiannya harus dinyaakan secara
spesifik.
3. Penyewa
harus membagi hasil manfaat yang diperolehnya dalam bentuk immbalan atau
sewa/upah.
4. Pemakai
manfaat (penyewa) harus menjaga objek agar manfaat yang diberikan oleh objek
tetap terjaga.
5. Pembeli
sewa haruslah pemilik mutlak.
Secara teknis,
obligasi ijarah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1.
Investor dapat
bertindak sebagai penyewa. Adapun emiten dapat bertindak sebagai wakil
investor. Dan propery owner, dapat bertindak sebagai orang yang menyewakan.
Dengan demikian, ada dua kali transaksi dalam akad wakalah. Untuk melakukan
transaksi sewa-menyewa dengan property owner dengan akad ijarah. Selanjutnya,
transaksi terjadi antara emiten ( sebagai wakil investor) dengan property
owner(sebagai orang yang menyewakan) untuk melakukan transaksi sewa-menyewa
(ijarah)
2.
Setelah investor
memperoleh hak sewa, maka investor menyewakan kembali objek sewa tersebut
kepada emiten. Atas dasar transaksi sewa-menyewa tersebut, maka diterbitkanlah
surat berharga jangka panjangg (obligasi syariah ijarah), di mana atas
penerbitan obligasi tersebut, emiten wajib membayar pendapatan kepada investor
berupa fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
D.
Kendala pengembangan
obligasi syariah
Kendala dalam
pengembangan obligasi syariah diantaranya:
1. belum
banyak masyarakat yang tentang keberadaan obligasi syariah, apalagi system yang
digunakannya. Hal tersebut tidak lepas dari ruang sosialisasi obligasi yang
dikondisikan hanya terbatas oleh para pemodal yang memiliki dana lebih dari
cukup.
2. Masyarakat
dalam menyimpan dananya cenderung didasarkan atas pertimbangan pragmatis. Hal
ini yang menjadikan tren tingkat bunga yang cenderung bisa dipastikan di masa
yang akan datang menjadikan investor lebih memilih obligasi konvensional
daripada obligasi syariah.
3. Di
usia yang masih relative muda dan system yang berbeda, obligasi syariah
dikondisikan untuk menghadapi masyarakat yang kurang percaya akan keberadaan
system yang belum ia kenal.[6]
E.
Prosedur melakukan
investasi obligasi
a. Membuka
rekening
Tahap awal yang
harus dilakukan dalam proses transaksi obligasi adalah memilih perusahaan
sekuritas yang memiliki devisi fixed income yang menangani pembelian dan
penjualan obligasi. Pilih perusahaan yang pengalaman, tim yang solid ataupun
riset atau fee yang kompetitif.
b. Memahami
produk obligasi
Pada tahap ini,
investor dianjurkan untuk mempelajari seluk-beluk informasi yang dibutuhkan
mengenai obligasi, baik mengenai investasinya sendiri, potensi resiko yang
terkandung, maupun potensi keuntungannya. Hal ini dapat diperoleh dengan
mempelajarinya secara mandiri, bertanya kepada bagian riset perusahaan
sekuritas, di mana investor membuka rekening atau melalui internet.
c. Melakukan
analisis
Analisis yang
dilakukan, agar keputusan yang diambil sesuai dengan apa yang diinginkan,
yaiitu kestabilan pendapatan. Aspek-aspek yang dibutuhkan seperti kupon, jangka
waktu, nilai penerbitan, dan peringkat. Latar belakang serta profil penerbit
juga menjadi pertimbangan sndiri. Dengan informasi yang lengkap, diharapkan
keputusan yang diambil tidak menimbulkan kerugian yang cukup besar. Dianjurkan
untuk membandingkan antara obligasi sejenis.
d. Memberikan
amanat beli
Setelah melalui
analisis, investor memperoleh jenis oligasi yang ingin dibeli. Tahap
selanjutnya yaitu memberikan amanat pembelian kepada trender atau broker
obligasi yang telahkita pilih. Pihak trender akan melakukan pembelian obligasi
sesuai dengan jenis serta harga yang diinginkan.
e. Menyiapkan
dana
Membeli obligasi
membutuhkan dana yang tidak sedikit. Satuan pembelian obligasi biasanya
bernilai Rp 1 miliar, sehingga sulit bagi investor individu untuk dapat ikut
berinvestasi dalam obligasi.
f. Menyelesaikan
pembayaran obligasi
Pembayaran dana
membelian obligasi dilakukan melalui transver ke rekening perusahaan sekuritas
tersebut. Setelah pembayaran selesai, maka investor sebagai pembeli tinggal
menunggu proses settlement atau transaksi tersebut.
Obligasi yang
telah dibeli akan tercantum didalam rekening perusahaan sekuritas yang tercatat
di KSEI (Kustodian Sentral Efek Indonesia).
Pemindatanganan hak
atas obligasi akan sangat mudah dilakukan secara elektronik, karena saat ini
fiik obligasi tidak lagi brupa sertifikat, namun sudah scriptless (tahap
warkat). Administrasi pembukuan akan dilakukan oleh bank custodian perusahaan
sekuritas. Untuk hal ini, temtunya bank bersangkutan akan memungut biaya
tertentu.[7]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka
panjang berdasarkan prinsip-prinsip yang dikeluarkan emiten kepada pemegang
obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada
pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali
dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Akad yang dapat digunakan dalam penerbitan obligasi
syariah meliputi mudharabah, musyarakah, qiradh, murabahah, salam, istisna, dan
ijarah. Pendapatan (hasil) yang diperoleh pemegang obligasi syariah sesuai akad
yang digunakan. Pemindahan kepemilikan obligasi syariah juga mengikti akad-akad
yang digunakan.
Obligasi syariah mudharabah adalah obligasi syariah
yang berdasarkan akad mudharabah, tentu harus memperhatikan ketentuan-ketentuan
yang ada pada akad pembiayaan mudharabah. Emiten dalam obligasi syariah
mudharabah adalah mudharib sedangkan pemegang obligasi syariah mudharabah
adalah shahibul mal.
Nisbah keuntungan dalam obligasi syariah mudharabah
ditentukan sesuai kesepakatan, sebelum emisi(penerbitan) obligasi syariah
mudharabah. Pembagian pendapatan (hasil) dapat dilakukan secara periodic sesuai
kesepakatan, dengan ketentuan pada saat jatuh
tempo diperhitungkan secara keseluruhan. Pengawasan aspek syariah
dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) atau Tim Ahli Syariah yang ditunjuk
oleh Dewan Syariah Nasional MUI. Pengawasan ini dilakukan sejak proses emisi
obligasi ayariah mudharabah dimulai.
Apabila emiten (mudharib) lalai atau melanggar
syarat perjanjian dan/atau melampaui batas, mudharib wajib menjamin
pengembalian dana mudharabah, dan shahibul mal ddapat meminta mudharib untuk
membuat surat pengakuan hutang. Kemudian, pemegang obligasi syariah mudharabah
(shahibul mal) dapat menarik dana obligasi syariah mudharabanh. Kepemilikan
obligasi syariah mudharabah dapat dialihkan kepada pihak lain, selama
disepakati dalam akad.
DAFTAR PUSTAKA
Alma, Buchari dan Donni Juni
Priansa, Manajemen Bisnis Syariah, 2009,
Bandung: Alvabeta
Huda, Nurul dan Mohamad Heykal. Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis Dan
Praktis, 2013, Jakarta: PT Fajar Interpratama Mandiri
Manan, Abdul, Hukum Eonomi Syariah (Dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama),
2012, Jakarta: Kencana Prenada Medi Group
Solihin, Ahmad Ifham, Ini Lho Bank Syariah. Jakarta, PT Karya
Kita, 2008.
[1] Ahmad Ifham Solihin, Ini Lho
Bank Syariah. Jakarta, PT Karya Kita, 2008. Hlm. 207-213
[2] Buchari Alma dan Donni Juni Priansa, Manajemen Bisnis Syariah, 2009, Bandung: Alvabeta, hlm.35-38
[3] Nurul Huda dan Mohamad Heykal. Lembaga
Keuangan Islam Tinjauan Teoritis Dan Praktis, 2013, Jakarta: PT Fajar
Interpratama Mandiri, hlm. 239-244
[4] Ibid., hlm. 245
[5] Abdul Manan, Hukum Eonomi
Syariah (Dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama), 2012, Jakarta:
Kencana Prenada Medi Group, hlm.334-338
[6] Ibid., hlm.339-340
0 komentar: