Author: Unknown
•06.39


Book Review
Pengantar metodologi ekonomi islam:
Dari mazhab baqir as-sadr hingga mazhab mainstream


DI SUSUN OLEH :
v Tya Arvidika (13631051)

DOSEN PEMBIMBING
Muhammad Shalihin, SEI, M. SI

JURUSAN SYARIAH
PRODI EPI III B
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) CURUP
2014
Judul : Pengantar metodologi Ekonomi Islam
Dari Mazhab Baqir as-Sadr hingga Mazhab Maenstream
Penerbit : Ombak
Tahun terbit: 2013
Isi :
*    Bagian Satu:
Baqir as-sadr dan Subjektivisme Transendental
A.    Keseharian sang imam: Biografi, latar sosio Historis dan Pendidikan
Melihat potretnya akan menginhatkan kita pada citra para imam karismatik syiah. Serban hitam dan gamis putih dengan lapisan hitamkhas selalu menghiasi tubuh laki-laki ini.jenggotnya yang setengah putih memancarkan karisma kendati ia lebih dikenal sebagai seorang filosof dari pada seorang imam.
·         Di depan pintu revolusi
Memahami seorang Muhammad Baqir as-sadr tidak bisa secara tunggal (hanya melihatnya sebagai seorang pribadi). Akan tetapi, konstruksi sosio-historis yang melingkarinya juga layak diperhatikan untuk mengetahui dan memahamiMuhammad Baqir as-Sadr sebagai seorang pribadi sekaligus seorang filsuf.
·         Menuang Gagasan di Zaman Edan
Mengapa dikatakan zaman edan? Situasi di irak ketika Muhammad Baqir as-sadr aktif mengorganisasi gerakan islam syiah dan memproduksi gagasan mengingatkan kita pada situasi indonesia di era keruntuhan Orde Baru. Richardb lioyd Parry menyebut situasi ini dengan “zaman Edan”. Mengapa? Istilah zaman edan. Seperti yang digunakan oleh Richard Lioyd Parry,  sejatinya diinspirasi dari syair Raden Ngabehi Ranggawarsita. Syair ini berjudul “ syair Zaman Edan”.
Doktrin Ekonomi Muhammad Baqir as-sadr
Eknonmi dalam makna sebagai sebuah proses membangun pemikiran ekonomi dan mengembangkan ilmu ekonomi sebagai disiplin profesional tidak lain adalah artefak dan dikontruksi secara sosial. Bagaimana dengan ekonomi islam dan bagaimana Muhammad Baqir as-sadr menilai kecendrungan ini?
Ekonomi islam dalam istilah umum yang diajukan ekonomi muslim tidak mengenal adanya konsepsi “utilitas maksimum”. Hal ini berarti  bahwa islam tidak pernah mengajarkan pemeluknya untuk berlomba-lomba dan menjatuhkan diri pada hyperconsumtion. Tidak berlebih-lebihan (mubazir), meletakkan etika  konsumsi sebagai bagian utama, dan membayarkan hak orang lain atas makanan yang dimiliki (Q.s.6: 141) adalah panduan yang harus dikenal dan dihayati oleh seorang muslim.
·         Nestapa Ekonomi: Nalar dan Argumentasi Munculnya Istilah Iqtishad
Dinilai oleh Chamid (2010), penggunaan istilah iqtishad oleh Muhammad Baqir as-sadr bukan tanpa dasar. Ada argumentasi yang mendasari istilah ini muncul dan menguat dalam spektrum pemikiran ekonomi Muhammad Baqir as-sadr. Istilah iqtishad, tulis Chamid (2010), tidaklah sama dengan pengertian ekonomi dan bukan sekedar terjemahan kata ekonomi dalam bahasa arab. Karen adanya krisis genetik ekonomi yang kemudian memicu pandangan negatif Muhammad Baqir as-sadr terhadap istilah istilah ekonomi akhirnya ia pun tidak mau menggunakan ekonomi islam sebagai istilah yang ia pakai menjelaskan pemikiran ekonominya. Pada ujungnya, Muhammad Baqir as-sadr dengan kokoh dan percaya diri mengajukan istilah iqtishad untuk semua pemikiran ekonominya.
Muhammad Baqir as-sadr menulis  “dunia islam yang secara ekonomi digolongkan sebagai kumpulan negara miskin memulai kehidupannya dengan peradaban Barat dan melihat problem dirinya sebagai problem ketertinggalan ekonomi di belakang negara-neegara maju yang kemajuan ekonominya telah memberi mereka tongkat kepemimpinan dunia.”
Doktrin ekonomi kapitalisme dan soosialisme yang melahirkan ilmu ekonomi spesifik tidak bisa dipastikan begitu saja untuk sebuah sistem global dan diadopsi secara masif di berbagai negara. Pilihan terhadap satu ilmu ekonomi, tulis Muhammad Baqir as-sadr, tidak seharusnya sewenang-wenang. Pilihan itu mengandai adanya landasan gagasan dan konsep-konsep khas dengan karakteristik moral dan keilmuan. Ilmu ekonomi yang bersumber dari kawah ideologi, baik kapitalisme ataupun sosialisme, memuat “kontradiksi” yang permanen. Karenanya, mannan (1997) menilai, “sejarah peradaban manusia telah menyaksikan timbul-tenggelamnya banyak sistem.” Tenggelamnya satu sistem ekonomi tidak bisa dilepaskan dari lemahnya daya jelajah ilmu ekonomi dalam sistem itu terhadap problem dan mempertahankan imunitas ekonomi. Ini disebabkan oleh kerapuhan  “metode” dan “kontaminasi” doktrin yang dimilikinya.
Doktrin dan Ihwal Iqtishad: Teori Mazhab Baqir as-sadr Tentang Ekonomi
            Clark (2007) menulis bahwa sejarah ekonomi dunia penuh dengan loncatan-loncatan yang mengejutkan. Berlaku dalam pemikiran ekonomi kapitalisme ataupun sosialisme, tetapi kini terasa dalam spektrum ekonomi islam. Muhammad Baqir as-sadr adalah manifestasi dari pandangan G.Clark ini.
·         Kritik Baqir as-sadr terhadap Teori Distribusi Konvensional
            Muhammad Baqir as-sadr (2008) mengkritik, :ekonomi kapitalis mengatakan ekonomi neoklasik mengkaji masalah-masalah distribusi dengan kerangka kapitalisme.
            Dalam islam, tulis Muhammad Baqir as-sadr, masalah disribusi dibicarakan dalam skala yang lebih luas dan lebih komprhehensif. Distribusi dalam perspektif ekonomi neoklasik dimaknai sekadar “mengurusi’ distribusi sumber-sumber produksi. Tidak berhenti dititik itu, ekonomi neoklasik juga menyerahkan distribusi begitu saja pada pasar dan terjun bebas dibawah adagium laissez faire-laissez.
·         Menyigi paradoks produksi: Muhammad Baqir as- sadr
            Marx (1981) mengisyaratkan bahwa terdapat pemborosan luar biasa dalam ekonomi kapitalis dibandingkan dengan penggunaan yang sesungguhnya. Kritik Karl Marx terhadap teori produksi kapitalisme terletak pada tujuan-tujuan eksploitasi dalam pproduksi neoklasik. Samuelson dan Nordhaus (1992) menilai bahwa dalam tradisi ilmu ekonomi neoklasik, produksi merupakan esensi dari satu perekonomian.
            Fungsi produksi dalam tradisi neoklasik agaknya dapat dimaknai sebagai sebuah hubungan antara jumlah output maksimum yang bisa diproduksi dan input yang diperlukan guna menghasilkan output tersebut dengan tingkat pengetahuan  teknik tertentu.
Epistemologi Mazhab Baqir as-sadr: penemuan dan Metodologi Iqtishad Mazhab Baqir as-sadr
            Mallat( 2001) melihat bahwa Muhammad Baqir as-sadr ternasuk sarjana yang tidak berpikiran ortodoks dan ideologis dalam menggunakan metodologi. Ada banyak metode yang ia gunakan dalam mengembangkan pemikirannya hingga menemukan doktrin iqtishad; sebuah penemuan yang akhirnya membedakan antara mazhab Baqir as-sadr dan Mazhab lainnyya, terlebih lagi dengan ekonomi neoklasik dan tradisi Marxisme ekonomi.
·         Ijtihad Ekonomi Islam: Dari Ruang kosong hingga Subjektivisme Ekonomi Islam
Muhammad Baqir as-sadr memulai pengembaraannya terhadap ekonomi islam dalam ruang kosong hukum ekonomi islam. Ia pernah menulis, “dalam usaha kita menemukan doktrin ekonomi (islam), kita harus benar-benar memperhatikan ruang kosong dalam hukum (islam di ranah) ekonomi karena kekkosongan itu mewakili satu sisi dari diktrin ekonomi islam.
            Bagi Muhammadd Baqir as-sadr, subjektivisme dalam ekonomi islam bukanlah sebuah kelemahan, bahkan biisa disebut sebagai satu bangunan yang kukuh. Subjektivisme diperbolehhkan kala memilih bentuk ekonomi islam yangg pilihan-pilihannya tersebut mewakili sejumlah ijtihad yang sah.
            Pada dasarnaya, subjektivisme ekonomi islam kenyataannya bersumber dari usaha (ijtihad) yang kuat dan kedisiplinan yang tinggi terhadap teks-teks islam dan tradisi kenabian. Berdasarkan pemaknaan kalangan neoklasik ekonomi ataupun kaum ortodoks ekonomi, subjektivisme ekonomi fakta metafisika. Pemaknaan dalam ekonomi islam.
·         Dari induksi hingga Hermeneutika: Basis-Basis Metodologi Mazhab Baqir as-sadr
            Muhammad Baqir as-sadr (2008) menulis bahwa aturan-aturan islam ditarik dari al-qur’an dan sunnah nabi Muhammad Saw. Yang diambil dari teks-teks hukum. Fondasi ekonomi islam menapak atas teks-teks islam yang menjadi “pembeda” dengan ekonomi konvensional. Dalam teks-teks islam, penemuan doktrin ekonomi islam tidak dapat dihasilkan dengan pembacaan skripptualisme, hanya berorientasi bayani semata-mata, tetapi diperlukan bacaan yang dalam dengan  pendekatan-pendekatan yang non maenstream. Hal ini terjadi karena penemuan doktrin ekonomi islam tujuan akhirnya adalah perombakan ats pembusukan struktur tingkah laku ekonomi dan dekonstruksi terhadap mekanisme keputusan ekonomi yang tidak manusiawi karena koosong dari ttransendental, dan nilai inti yang telah “mapan” dalam masyarakat kapitalisme dan mmasyarakat  yang menganut sosialisme ekonomi.
·         Al-Istiqra’i (Metode Induktif): Definisi, Model dan Penerapannya pada Penelitian Ekonomi Islam
            Muhammad Baqir as-sadr menyebutkan bahwa al-istiqra’i merupakan metode yang khas dan spesiifik yang berbeda dengan metode lainnya. Dengan metode al-istiqra’i seperti yang dimaksud oleh Muhammad Baqir as-sadr. Menurutnya, al-istiqra’i adalah metode yang berangkat dari teks-teks partikular (AL-JUZ’I) dan dengannya melahirkan pernyataan umum. Dalam makna populer, al-istiqra’i didefinisikan dengan proses pencarian basis argumentasi dari argumen-argumen khusus dan bergerak ke pernyataan umum.sederhananya adalah mnegambil kesimpulan umum dari fakta-fakta khusus. Inilah yang disebut dengan metode al-istiqra’i.
*   Bagian dua:

POSITIVISME DAN MAZHAB MAINSTREAM
            Awalnya adalah pertarungan ide. Dari titik inilah dinamis dan gerak laju pemikiran ekonomi terus melesat, memperbarui diri, bergerak dari bentuk yang sedrehana ke bentuk yang agak kompleks.
Aliran mainstream dalam ekonomi ditandai oleh timbulnya “cibirin”, sikap superioritas hingga ideologis dari satu kelompok tehadap kelompok, “heterodox economics.” Keterpesonaan terhadap kelompok ini begitu kuat. Nalar dan logika yang dimainkan dan ditradisikan menjadi alasan keterpesonaan itu.
Logika prositivisme adalah “daya tarik” yang ada dalam aliran ortodox ekonomi. Aliran ini, menurut A.Prasetyantoko, dicirikan dengan basis utamanya pada wairasia.
Awalnya dimulai oleh Leon Wairas. Ekonomi yang realis dan empiris ini telah meletakkan aliran ortodox untuk kemudian disebut aliran mainstream ilmu ekonomi. Realisme dan empiris menjadi “karakter” ilmu ekonomi yang ditawarkan oleh Leon Wairas.
Karakter utama dari logika prositivisme adalah tradisi empiris yang dipelihara dengan baik dan dengan kuatnya. Bruce J. Caldwell menilai bahwa tradisi empiris dalam kubu positivisme ditandai oleh penggunaan simbol-simbol logis, aksiomatis,dan hal-hal yang paling menonjol adalah sikap lingkaran positivisme yang antimetafisika, antijustifikasi, dan antispekulatif.
Logika positivisme semakin subur dalam rumpun ilmu ekonomi. Dikatakan demikian karena sejak lingkaran vienna menggurita dengan nalar-nalar positivisme, ilmu ekonomi hanyut dalam arus epistemologi yang diciptakan oleh lingkaran vienna ini.
            Ada aliran mainstream dalam ekonomi islam. Menurut Nur Chamid, Mazhab Mainstream ini memiliki anggapan bahwa perbedaan-perbedaan antara ilmu ekonomi konvensional dengan ekonomi islam adalah dalam hal cara mencapai tujuan.
            Ada benang merah antara Mazhab Mainstream dan Mzhab ortodox ekonomi konvensional. Benang merah ini dapat dilihat dari kecendrungan yang sama dalam mengeksploitasi logika-logika positivisme. Bedanya hanya ada pada sumber-sumber postulat yang digunakan. Dalam ekonomi ortodox, postulat menjadi elemen penting dalam proses pemodelan ekonomi.
            Mazhab Mainstream dalam ekonomi islam juga memiliki jejaring dan pendukungnya sendiri. Mazhab mainstream ekonomi islam kini di banyak negara bukanlah sebuah aliran pemikiran, model ekonomi islam yang asing dan ganjil. Sebaliknya, mazhab mainstream telah menjadi bagian dari pengilmiahan ekonomi islam yang teramat populer dan mempesona banyak ekonom muslim untuk terjun dan bergabung dengan mazhab ini.
Menguatnya arus mazhab mainstream ekonomi islam menandaskan bahwa logika-logika positivisme tengah deras mengalir ke dalam tubuh ekonomi islam, tidak hanya mewarnai, tetapi cenderung diposisikansebagai sebuah keniscayaan. Salah satu ekonom muslim yang menguatkan atau mempopulerkan mazhab mainstream adalah M.Umar Chapra.
            Mazhab mainstream ekonomi islam juga menempuh cara yang yang sama dengan apa yang ditempuh oleh mazhab ortodox dalam ekonomi konvensional. Pengilmiahan ekonomi islam bagi mazhab mainstream adalah sebuah keniscayaan agar ekonomi islam diterima sebagai sebuah ilmu. Mekanismenya sama, hanya saja dibedakan dari sisi sumber dan elemen-elemen yang menjadi bangunan dari pengilmiahan ekonomi islam.
            Jika ditelisik lebih dalam, akan ditemukan perbedaan siqnifikan antara mazhab mainstream ekonomi islam dan aliran ortodox ekonomi kenvensional. Tampaknya mazhab mainstream telah mencair, tidak seekstream aliran ortodoks dalam menyudutkan subjektivitas, tendensi metafisika yang ada dalam ekonomi islam. Bagaikan keniscayaan, mazhab mainstream ekonomi islam tidak mengelak dari muatan subjektivitas ekonomi islam
            Dengan kritikan tajam, mazhab mainstream ekonomi islam  “monohok” kalangan ekonomi ortodox. Betapa tidak, ekonomi positivisme yang mengaku habat dengan :objektivitas” nya ternyata tidak mempu melepaskan diri sepenuhnya dari aspek-aspek normatif.
            Ekonomi islam, seperti yang dipersepsi oleh mazhab mainstream, tidak bisa terlepas dari perkembangan ilmu ekonomi modern. Ketidakterlepasan ini dapat dilihat, dilacak, ditandai oleh penggunaan metodologi yang sama seperti yang ada dalam ilmu ekonomi modern. Kendati tampak sama, epistemologi keduanya sesungguhnya terpaut jauh, terdiferensiasi, dan statistika, ekonomi islam terkadang tampak tidak begitu berbeda dengan ilmu ekonomi medren lainnya.
Kini, ekonomi modern, khususnya aliran ortodox telah menjadikan metode deduktif sebagai sebuah disiplin tersendiri, yakni, matematika ekonomi.
            Mazhab mainstream ekonomi islma layaknya ekonomi ortodox lebih cenderung menggunakkan penalaran deduktif agar dapat menurunkan prediksi teoretis dan uji hipotesis. Mazhab mainstream agaknya sepakat bahwa fungsi dari satu metodologi adalah menolong peneliti untuk menghasilkan kebenaran “Hord core” dari ekonomi islam terdiri atas berbagai potulat. Postulat ini dihasilkan dari al-qur’an dan sunnah.
            Pandangan mazhab mainstream terhadap sumber-sumber pengetahuan ekonomi islam yang diakui, disepakati, dan menjadi konsensus setidaknya telah memengaruhi bangunan metode yang digunakan. Kendati dalam mazhab mainstream ekonomi islam, metode “hypothecial-deductive” dan metode “inductive” terkadang digunakan secara kuat dan penuh disiplin, tetapi masuknya sumber-sumber ekonomi islam yang berasal dari Tuhan telah mengubah orientasi dan prioritas metode dan penalaran yang dilakukan dalam penerapan satu metode dalam ekonomi islam.
            Hoetoro (2007) menulis, “doktrin agama yang seharusnya mendasari setiap realitas” hal ini otomatis memengaruhi cara pandang atau paradiqma ekonomi islam dalam memosisikan teori atas realitas. Kenyataanya, realitas bagi ekonomi muslim, tidak terkecuali mazhab mainstream idealnya menjadi representasi dari teori ekonomi islam, akan lain halnya jika realitas ekonomi mengalami kesenjangan teori-teori ekonomi islam. Pada titiik inilah realitas dikritik dan masyarakat diasumsikan tengah mengalami “penyimpangan” dari teori-teori ekonomi islam. Pandangan ini berimplikasi terhadap bangunan metodologis, baik induktif mapun deduktif, juga berpengaruh terhadap pemerintah dalam menjalankan amanat ekonomi. Hal lain yang tidak bisa diabaikan, bahkan perlu agaknya ditegaskan adalah posisi doktrin dan teori-teori ekonomi islam yang memiliki porsi besar terhadap realitas ekonomi. Dengannya, sesungguhnya ekonomi islam “terdiferensiasi” secara tegas dari ortodox ekonomi.
*      BAGIAN TIGA
Mazhab Alternatif
Dari kritik ke alternatif: akar,gagasan, dan jejaring mazhab alternatif
            Akar dari lahirnya MazhAb alternatif adalah “spirit kritisisme” yang berkembang di kalangan ekonomi muslim. Kritisisme ini tiddak hanya dialamatkan pada mazhab-mazhab ekonomi islam kontemporer seperti mazhab maenstream dan mazhab baqir as-sadr. Chamid (2010) menjelaskan, “mazhab altenatif mengajak umat islam untuk tidak saja bersikap kritis terhadap kapitalisme dan sosialisme, tetapi juga terhadap ekonomi yang saat ini berkembang.” 
El-Asker dan Wilson (2006) menulis, “sejak awal abad ke-21, jumlah proyek intelektual ekonomi islam telah berpengaruh begitu kuatnya terhadap corak dan struktur pemikiran ekonomi islam.” Kenyataanya, antara mazhab Baqir as-Sadr, mazhab maenstream, dan mazhab alternatif ada ketidaksesuaian sehingga merekapun harus membuat jarak dalam ekonomi islam, semacam garis demarkasi yang membedakan pemikiran mereka satu dengan yang lainnya.
            Pada fase kontemporer –pemikiran ekonomi, lebih spesifiknya dalam bentuk mazhab Baqir as-sadr, mazhab maenstream, dan mazhab alternatif telah melahirkan berbagai gagasan ekonomi islam yang berbeda kendati mereka bertolak dari satu titik yang sama, yakni islam sebagai landasan dan sumber nilai-nilai ilmiah.
            Tumbuhnya fase kontemporer ekonomi islam agagknya adalah mata rantai dari semangat pemikiran ekonomi yang tummbuh di dunia muslim sebelumnya pada fase klasik. Kendati pada fase-fase klasik pemikiran ekonomi oleh cendikiawan muslim terfragmentasi, tidak utuh, bahkan cenderung bercampur dengan tema-tema lain, proyek intelektual itu setidaknya telah mempengaruhi konstruksi pemikiran ekonomi islam di fase kontemporer berikutnya.
            Kini, fase kontemporer, pemikiran ekonomi islam klasik terus di gali, di tafsir ulang, dikontekstualisasikan hingga diterjemahkan secara sistematis sehingga melahirkan semacam spektrum ekonomi islam yang unik dan terdiferensiasi apabila dibandingkan dengan sistem ekonomi konvensional.
Ø  Akar dan Konteks lahirnya Mazhab Alternatif
Kapitalisme lanjut telah tumbuh dalam bentuk yang superhebat, halus, dan kasar.
Kapitalisme lanjut telah melahirkan satu sindrom yang yang kelihatan sederhana, tetapi sesungguhnya memiliki fungsi yang ppenting dan besar bagi budaya ekonomi global dewasa ini.
tumbuh salama 300 tahun.ini petanda bahwa kapitalisme lanjut telah menjadi sesuatu yang kompleks dengan tingginya tingkat ketergantungan padanya, lengkap dengan paradoks serta kontradiksi yang dihasilkan oleh kapitalisme lanjut ini. Krisis siklis, dehumanisasi ekonomi, dan konglomerasi telah menjadi paradoks kapitalisme lanjut yang tidak bisa disingkirkan, bahkan tanpaknya menubuh dengannya.


Komentar:
Mazhab alternative mengikuti  mazhab baqir as-sadr dan mazhab mainstream. Mazhab baqir as-sadr dikritik sebagai mazhab yang berusaha untuk menemukan sesuatu yang baru yang sebenarnya sudah ditemukan oleh orang lain. Baqir as-sadr mencoba menghancurkan teori lama kemudian menggantinya dengan teori yang baru. Sementara mazhab mainstream dikritik sebagai penjiplakan ekonomi neoklasik dengan menghasilkan variable zakat serta niat, kritik menjadi fondasi bagi mazhab alternative dalam hal membangun model dan struktur ekonomi islam. Dan mengkaji ekonomi islam secara rinci.

Kesimpulan:
Memahami seorang Muhammad Baqir as-sadr tidak bisa secara tunggal (hanya melihatnya sebagai seorang pribadi). Akan tetapi, konstruksi sosio-historis yang melingkarinya juga layak diperhatikan untuk mengetahui dan memahamiMuhammad Baqir as-Sadr sebagai seorang pribadi sekaligus seorang filsuf.
Aliran mainstream dalam ekonomi ditandai oleh timbulnya “cibirin”, sikap superioritas hingga ideologis dari satu kelompok tehadap kelompok, “heterodox economics.” Keterpesonaan terhadap kelompok ini begitu kuat. Nalar dan logika yang dimainkan dan ditradisikan menjadi alasan keterpesonaan itu.
Logika prositivisme adalah “daya tarik” yang ada dalam aliran ortodox ekonomi. Aliran ini, menurut A.Prasetyantoko, dicirikan dengan basis utamanya pada wairasia.
            Pada fase kontemporer –pemikiran ekonomi, lebih spesifiknya dalam bentuk mazhab Baqir as-sadr, mazhab maenstream, dan mazhab alternatif telah melahirkan berbagai gagasan ekonomi islam yang berbeda kendati mereka bertolak dari satu titik yang sama, yakni islam sebagai landasan dan sumber nilai-nilai ilmiah.
            Tumbuhnya fase kontemporer ekonomi islam agagknya adalah mata rantai dari semangat pemikiran ekonomi yang tummbuh di dunia muslim sebelumnya pada fase klasik. Kendati pada fase-fase klasik pemikiran ekonomi oleh cendikiawan muslim terfragmentasi, tidak utuh, bahkan cenderung bercampur dengan tema-tema lain, proyek intelektual itu setidaknya telah mempengaruhi konstruksi pemikiran ekonomi islam di fase kontemporer berikutnya.
            Kini, fase kontemporer, pemikiran ekonomi islam klasik terus di gali, di tafsir ulang, dikontekstualisasikan hingga diterjemahkan secara sistematis sehingga melahirkan semacam spektrum ekonomi islam yang unik dan terdiferensiasi apabila dibandingkan dengan sistem ekonomi konvensional.

|
This entry was posted on 06.39 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: