Author: Unknown
•17.15

MAKALAH
LARANGAN PERKAWINAN
Disajikan dalam seminar mata kuliah 
HPII 1


Disusun Oleh:
Ria Dwita Susanti                   ( 13621012 )
Abdurrahman alabid               (13621004   )
Wildan solihin                           (136210    )

           Dosen Pengampu:

              BUSMAN EDYAR, MA

JURUSAN SYARIAH
PRODI PERADILAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN ) CURUP
2015



BAB I
PENDAHULUAN
            Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan penyayang,yang telah mengutus Nabi Muhammad Saw untuk menyampaikan agama yanh hak ,me,mberi petunjuk kepada segenap manusia kejalan kebaikan untuk kehidupan dunia dan keselamatan di akhirat.
 Larangan perkawinan  dalam bahasa agama  disebut dengan mahram.Larangan perkawinan ada dua macam , pertama , larangan Abadi (Muabbad ) dan kedua larangan dalam waktu tertentu (muaqqad).  Larangan Abadi diatur dalam pasal 39 kompilasi hukum islam di Indonesia.
           







BAB II
PEMBAHASAN

Larangan Perkawinan
Larangan perkawinan  dalam bahasa agama  disebut dengan mahram.Larangan perkawinan ada dua macam , pertama , larangan Abadi (Muabbad ) dan kedua larangan dalam waktu tertentu (muaqqad).  Larangan Abadi diatur dalam pasal 39 kompilasi hukum islam di Indonesia.
            Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita disebabkan:
1.Karena pertalian nasab
a. Dengan seorang wanita yang melahirkan atau yang menurunkannya atau keturunannya.
            b. Dengan seorang wanita keturunan ayah atau ibu
            c.Dengan seorang wanita saudara yang melahirkannya
d.saudara perempuan baik seayah seibu,seayah saja,atau seibu saja.
e.bibi yaitu saudara perempuan ayah atau ibu baik saudara sekandung ayah atau seibu dan seterusnya ke atas
[1]2.Karena pertalian sesusuan              
            a.Dengan wanita yang menyusuinya dan seterusnya menurut garis lurus keatas.
            b.Dengan seorang wanita sesusuan dan seterusnya garis lurus kebawah.
            c.Dengan seorang wanita saudara sesusuan,kemenekan sesusuan kebawah.
            d.Dengan seorang wanita bibi sesusuan dan nenek bibi sesusuan ke atas.
            e.Dengan anak yang disusui oleh isterinya dan keturunannya.
3.Dengan kerabat semenda ( pembesanan )
            a.Dengan seorang wanita yang melahirkan isterinya atau bekas isterinya.
            b.Dengan seorang wanit bekas isteri orang yang menurunkannya.
c. Dengan seorang wanita keturunan isteri atau bekas isterinya kecuali putusnya hubungan   perkawinan dengan bekas isterinya itu qabla al-dukhul.
Imam Syafi’i berpendapatbahwa larangan perkawinankarena mushaharah hanya karena semata –mata akad saja, tidak bisa karena perzinahan,dengan alasan tidak layak perzinaan yang dicela itu disamakan dengan hubungan mushaharah.Sebaliknya Imam Abu Hanafiah berpendapat bahwa larangan perkawinan karena mushaharah disamping disebab akad yang sah, bisa juga disebabkan karena perzinahan.
Kata “manakaha” ada yang menafsirkan “ wanita yang dikawini yang ayah secara akad yang sah” ( syafi’i ). Sedangkan Imam Hanafi menafsirkan “wanita yang disetubuhi oleh ayah,baik dengan perkawinan atau perzinahan.isteri ayah ( ibu tiri ) haram dikawini dengan sepakat para ulama atas dasar semata-mata akad walaupun  tidak dusetubuhi.Kalau sudah terjadi akad nikah, baik sudah disetubuhi atau belum namanya adalah “ istri ayah”
( zaujatul ab ).
Sedangkan yang diperselisihkan ada dua yaitu :
1.zina
2.li’an
            Halangan halangan sementara ada sembilan yaitu  1.halangan bilangan
2.halangan mengumpulkan
3.halangan kehambaan
4.halangan ihram
6.halangan sakit
7.halangan ‘iddah ( meski masih diperselisihkan segi kesementaraannya )
8.halangan perceraian tiga kali suami yang menceraikan.
9.halangan peristerian.[2]
             Wanita yang haram dinikahi tidak untuk selamanya atau larangan yang bersifat sementara. Wanita-wanita yang haram dinikahi tidak untuk selamanya adalah sebagai beriku:
1.dua perempuan bersaudara haram dikawini oleh seorang laki-laki dalam waktu yang bersamaan, maksudnya mereka haram dimadu dalam waktu yang bers amaan.Apabila mengawini mereka berganti-ganti,seperti seorang laki-laki mengawini seorang wanita kemudian seorang wanita tersebut meninggal atau cerai,maka laki-laki tidak haram mengawini adik atau kakak perempuan dari wanita yang telah meninggal tersebut.
            Keharaman mengumpulkan wanita dalam satu waktu perkawinan iru disebut dalam surat An-Nisa ayat 23 :
2.wanita yang terikat perkawinan dengan laki-laki lain haram dinikahi oleh seorang laki-laki surat An-Nisa ayat 24
Dan( diharamkan ) juga wanita yang bersuami.
3.wanita yang sedang dalam ‘iddah,baik ‘iddah cerai maupun ;iddah ditinggal mati berdasakan firman allah surat Al-Baqarah ayat 228-234.
4.wanita yang ditalak tiga, haram dikawini suaminya, kecuali sudah kawin lagi dengan orang lain dan telah berhubungan dengan kelamin serta dicerai oleh suami terakhir itu dan telah habis masa ‘iddanya, berdasarkan firman allah surat Al-Baqarah ayat 229-230.
5.wanita yang sedang melakukan ihram baik ihram umroh maupun ihram haji tidak boleh kan firman Allah dalam surat Al-ma’iddah ayat 5 bin Affan yang artinya :    
            orang yang sedang ihram tidak boleh dikawini dan tidak boleh dinikahi,dan tidak boleh pula meminag.
6.Wanita musyrik, haram dinikahi.Yang dimaksud wanita yang musyrik ialah yang menyembah selain allah.Ketentuan uini berdasarkan  firman allah dalanm surat Al-Baqarah ayat 24 adapun wanita ahli kitab yakni wanita nasranidan wanita yahudi nboleh dinikahi berdasar
 Ketentuan pasal 39 KHI tersebut didasarkan kepada firman allah surat al- Nisa 4:22-23 yang artinya :
dan janganlah kamu kawini wanita0wanita yang telah dikawini loeh ayah mu, terkecuali pada masa yang telah lampau sesungguhnya perbuatan iyu amat keji dan dibenci  Allah dan seburuk-buruk jalan ( yang di tempuh ).
            Pasal 39 kompilasi pada angka 1 mendahulukan mahram nasa, yaitu Mahramyang timbul karena hubungan darah yang refrensinya adalah surat Al-Nisa 4:23yang juga sekaligus menjadi dasar adanya mahram karena pertalian sesususan,yang diatur pada angka 3 sementara angka 2 mahram karena kerabat semenda (musaharah ) atau perkawinan didasarkan pada ayat 22 surat al-nisa 4 pengitupannya ayat-ayat  di atas semata -mata dimaksud agar berurutan.Sementara kompilasi juga bermaksud mengatur secara tertib dari mahram nasab,mahram akibat perkawunan dan mahram persusuan. [4]

Ketentuan hukum dia tas apabila dirinci dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.Karena pertalian nasab ( hubungan darah ).
a.       Ibu,nenek ( dari garis ibu atau garis bapak ) dan seterusnya ke atas.
b.      Anak perempuan, cucu perempuan dan seterusnya ke bawah.
c.       Saudara perempuan sekandung, seayah, dan seibu.
d.      Saudara perempuan ibu ( bibi atau tante ).[5]
e.Saudara perempuan bapak ( bibi atau tante ).
 F.Anak perempuan saudara laki-laki sekandung ( keponakan ).
g.Anak perempuan saudara laki-laki seayah ( keponakan ).
h.Anak perempuan saudara ibu ( keponakan ).
i.Anak perempuan saudara perempuan sekandung ( keponakan ).
j.Anak perempuan saudara perempuan seayah ( keponakan ). 
k. Anak perempuan saudara perempuan seibu ( keponakan ).
2.karena pertalian kerabat semenda ( perkawinan / musaharah )
a.       Ibu dari istri ( mertua ).
b.      Anak ( bawaan ) istri yang telah di campuri ( anak tiri ).
c.       Istri  bapak ( ibu tiri ).
d.      Istri anak ( menantu ).
e.       Saudara perempuan istri ( adik / kakak ipar ) selama dalam ikatan perkawinan. 
Dilarang melangsungkan perkawinan anatara seorang pria dengan seorang wanita karena keadaan tertentu :
a. karena wanita yang bersangkutan masih terikat satu perkawinan dengan pria lain.
b.  seorang  wanita yanag masih berada dalam masa iddah dengan pria lain.
c. seorang wanita yang tidak baeragama islam.
Pasal 41 menjelaskan larangan kawin karena pertalian nasab dengan perempuan yang telah di kawini, atau karena sesusuan.
1.seorang pria dilarang memadu istrinya dengan seorang wanita yang mempunyai hubungan pertalian nasab atau sesusuan dengan istrinya.
a. saudara sekandung seayah ataun seibu serta keturunannya.
b. wanita dengan bibinya atau keponakannya.
2.larangan tersebut pada ayat (1) tetap berlaku meskipun isteri-isterinya telah ditalak raj’i, tetapi masih dalam masa iddah.[6]
Karena pasal 40-41 kompilasi diatas didasari kepada firman allh :
  Yang artinya :( Dan diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami kecuali budak-budak yang kamu miliki ( allah telah menetapkan hukum itu ) sebagai ketetepannya atas kamu ( al-Nisa 4:24)
Larangan kawin juga berlaku bagi seorang laki-laki yang  telah beristeri empat dan masih terikat dalam tali perkawinan atau di talak raj’i masih dalam masa iddah ini di atur dalam pasa 42sebagai berikut :
            Seorang pria dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang wanita apabila seorang pria tersebut sedang mempunyai 4 ( empat ) orang isteri yang keempat-empatnya masih terikat tali perkawinan atau masih dalam iddah talak raj’i ataupun salah seorang diantara mereka masih terikat tali perkawinan sedang yang lainnya dalam masa iddah talak raj’i.
            Pada pasal 42 tersebut didasarkan kepada intruksi nabi saw kepada galain ibn salamah yang diriwayatkan abdillah ibn Umar.
            Sesunggugnya Gailanibn Salamah islam dan dia mempunyai 10 ( sepuluh) orang isteri.Merteka bersama-sama dia masuk islam maka nabin saw memerintakan kepadanya agar memilih 4 ( empat ) saja doantara mereka ( riwayat Ahmad, al- Tarmizi dan disahihka oleh ibnu Hibban).
  Jadi batas maksimal perkawinan menurut hukum islam adalah empat orang isteri,itupun dengan persyaratan yang ketat, agar dipenuhi prinsip keadilan bagi isreri-isteri tadi.
            Larangan perkawinan berikutnya adalah antara seorang laki-laki dengan bekas isterinya yang telah ditalak bain ( tiga ) dili’an. Li’an adalah tuduhan seorang suami terhadap isterinya, bahwa isterinya telah melakukan zina
[7]caranya dijelaskan dalam surat Al-Nur 24:6.9.
            Artinya : dan orang-orang yang menuduh isterinya ( berzina ) padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri,maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama allah sesungguhnya ialah termasuk orang-orang yang benar dan sumpah yang kelima bahwa la’nat allah atasnya jika ia termasuk orang-orang yang berdusta.
 Larangan perkawinan terhadap isteri yang telah ditalak dan yang dili’an diatur dalam pasal 43 kompilasi :
1.Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria :
            a.Dengan seorang wanita bekas isterinya yang ditalak tiga kali.
            b.Dengan seorang wanita bekas isterinya yang dili’an.
2.Larangan tersebut pada ayat ( 1) huruf a, gugur kalau bekas isteri tadi sudah kawin dengan pria lain, kemudian perkawinan tersebut putus ba’da dikhul dan telah habis masa iddahnya. Ketentuian pada pasal 43 tersebut didasarkan hadis riwayat ‘Aisyah ra.
            Selanjutnya pasal 44 kompilasi menegaskan bahwa “seseorang wanita islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama islam “ ini sejalan dengan firman alla swt surat al-baqarah 2:221, seperti dikutup dimuka. Pasal ini mengisyaratkan agar kepada ummat islam sedapat mungkin tidak melakukan perkawinan antar agama,karena pertimbangan madaratnya lebih besar dari manfaatnya.Betapapun, antar pemeluk islam dan selain islam, terdapat perbedaab prinsip yang tidak jarang jusruh menjadi pemicu munculnya konplik dalam rumah tangga.
            Ada juga bentuk larangan perkawinan yang lainya yaitu nikah mut’ah ,nikah mut’ah  disebut juga al-zawaj al- muaqqat, atau al-zawaj atau al-munqati adalah perkawina seorang laki-laki dan perempuan yang diatasi waktu, misalnya sati hari, satu minggu, satu bulan atau dalam satian waktu tertentu.           [8]
Dalam undang-undang no 1 tahun 1974 larangan perkawinan diatur dalam pasal 8,9 dan 10 yaitu :
Pasal 8 Perkawinan dilarang antara dua orang yang :
            a.Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah.
            b.Berhubungan darah dalam keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang saudara neneknya.
            c.Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu,dan ibi/bapak tiri.
            d.Berhubungan sesusuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan bbi/paman susuan.
            e.Berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau keponakan dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang.
Pasal 9
            Seorang yang masih terkait dengan perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin lagi, kecuali dalam hal tersebut pada pasal 3 ayat (2) dan pasal 4 Undang-undang ini .


Pasal 10
            Apabila  suami isteri yang telah cerai kawin lagi satu dengan yang lain dan bercerai untuk kedua kalinya maka diantara merelka tidak boleh dilangsungkan perkawina lagi, sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.[9]











BAB III
Kesimpulan

Larangan perkawinan terdapat beberapa halangan-halagan abadi yang telah disepakati dan ada pula yang masih diperelisihkan yang disepakati  ada tiga diantaranya :
1.Nasab ( keturunan )
2.pembesana ( kerena pertalian kerabat semenda )
3.sesusuan
Sedangkan yang diperselisihkan ada dua yaitu :
            1.Zina 
            2.Li’an.
            Perkawinan yang dilarang adalah jika berhubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah ataupun keatas, antara seoarang dengan saudara orang tua dan antara seoarang dengan neneknya .Seoarang yang masih terikat dengan tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin lagi, kecuali dalam hal yang tersebut dalam pasal 3 ayat 2pasal 4 UUD.










Daftar  Pustaka
Ahmad Arofiq,Hukum Islam di Indonesia.Jakarta:PT Raja Ahmad Persada 2003.hlm 123-126
Ghozali Rahmat Abdul,Fiqih Munakahat.Jakarta.kencana prenanda Media Group:2003
Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam,Citra Umbara.Bandung:2014






[1] Rofiq Ahmad,Hukum Islam di Indonesia.Jakarta.PT Raja Ahmad Persada:2003.
[2] Ghozali Rahmat Abdul,Fiqih Munakahat.Jakarta.kencana prenanda Media Group:2003
[3] Opcit.hlm 108
[4]
[5] Rofiq Ahmad,Hukum Islam di Indonesia.Jakarta:PT Raja Ahmad Persada 2003.hlm 123-126
[6] Ibit hlm 126-128
[7]
[8] Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam,Citra Umbara.Bandung:2014
[9] Opcit.hlm 5

|
This entry was posted on 17.15 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: