Kegiatan Bank Sentral Sebelum Adanya
Otoritas Jasa Keuangan (OJK):
1.
Bertindak sebagai bank kepada pemerintah.
Setiap
harinya pemerintah harus membuat pengeluaran-pengeluaran dan menerima berbagai
jenis pendapatan seperti pendapatan dari pajak pendapatan, pajak penjualan dan
pajak impor. Untuk mengurus pengeluaran dan pendapatan pemerintah tersebut ia
memerlukan jasa-jasa bank, dan salah satu fungsi bank sental adalah untuk
memenuhi kebutuhan ini.
2.
Bertindak sebagai bank kepada bank-bank umum.
Bank
sentral selalu disebut sebagai “bank kepada bank” (bankers’ bank) atau “sumber
pinjaman terakhir” (lender of lastresort).
3.
Mengawasi kegiatan bank umum dan lembaga-lembaga keuangan
lainnya.
Didalam
usaha untuk menstabilkan tingkat kegiatan ekonomi, menjamin agar perekonomian
tetap mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja yang tinggi, dan perkembangan
ekonomi berjalan secara efisien, bank sentral dapat melaksanankan beberapa
langkah yang digolongkan sebagai kebijakan moneter. Tujuan utama kebijakan
moneter adalah untuk mempengaruhi jumlah uang beredar atau suku bunga yang
wujud dalam perekonomian.
4.
Mengawasi keseimbangan kegiatan perdagangan luar negeri.
Salah
satu usaha yang perlu dilakukan untuk menciptakan kestabilan ekonomi adalah
dengan mempertahankan kestabilan nilai kurs mata uang asing.
5.
Mencetak uang logam dan uang kertas yang diperlukan untuk
melancarkan kegiatan produksi dan perdagangan.
Pemerintah
memberi kekuasaan pada bank sentral untuk mencetak uang yang diperlukan untuk
memperlancar kegiatan perdagangan dan produksi[1]
Kegiatan Bank Sentral Setelah terbentuknya Otoritas
Jasa Kuangan (OJK):
Pasca
terbentuknya OJK, tugas BI sebagai bank sentral tidak lagi mencakup tugas
pengaturan dan pengawasan perbankan. Ke depan, BI akan bertugas mengawal
stabilitas moneter, stabilitas sistem pembayaran, dan stabilitas sistem
keuangan,[2]
Pasca
terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan, maka tugas Bank Indonesia adalah menjaga
stabilitas moneter dan mengatur sistem pembayaran. Selanjutnya untuk
melaksanakan tugas menjaga stabilitas moneter dan menjaga sistem pembayaran,
maka Bank Indonesia sebagai bank sentral bukan hanya mengawasi bank, tetapi
juga dapat mengawasi pasar modal dan lembaga keuangan non bank. Hal ini yang
selama ini tidak pernah dilakukan oleh Bank Indonesia. Kegiatan ini bertujuan
untuk meyakinkan ada atau tidaknya resiko terganggunya stabilitas sistem
keuangan.
Sebagai bank sentral, Bank Indonesia juga berperan sebagai lender of the last resort. Dalam hal ini apabila terdapat bank yang mengalami kesulitan keuangan dan membutuhkan pinjaman, maka Bank Indonesia bertugas memberikan bantuan pinjaman dalam bentuk Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP). Akan tetapi setelah pengaturan dan pengawasan perbankan dilakukan oleh OJK maka yang mengetahui dan menguasai informasi kondisi perbankan adalah OJK. Selanjutnya OJK akan melaporkan pada BI tentang kondisi bank yang memerlukan bantuan. Tentu saja BI tidak dapat secara cepat memutuskan untuk memberikan FPJP, akan tetapi terlebih dahulu akan melakukan konfirmasi dan peninjauan ulang. Hal ini berpotensi kurang efektifnya peran BI sebagai lender of the last resort.
Sebagai bank sentral, Bank Indonesia juga berperan sebagai lender of the last resort. Dalam hal ini apabila terdapat bank yang mengalami kesulitan keuangan dan membutuhkan pinjaman, maka Bank Indonesia bertugas memberikan bantuan pinjaman dalam bentuk Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP). Akan tetapi setelah pengaturan dan pengawasan perbankan dilakukan oleh OJK maka yang mengetahui dan menguasai informasi kondisi perbankan adalah OJK. Selanjutnya OJK akan melaporkan pada BI tentang kondisi bank yang memerlukan bantuan. Tentu saja BI tidak dapat secara cepat memutuskan untuk memberikan FPJP, akan tetapi terlebih dahulu akan melakukan konfirmasi dan peninjauan ulang. Hal ini berpotensi kurang efektifnya peran BI sebagai lender of the last resort.
Sebagai lembaga
yang bertugas menjaga sistem pembayaran dan mengatur kebijakan moneter, maka
Bank Indonesia menjaga kestabilan nilai rupiah. Salah satu intrumen yang dapat
digunakan oleh BI adalah menentukan tingkat suku bunga acuan (BI Rate), giro
wajib minimum, ketentuan devisa dan ketentuan kredit.
Pelaksanaan
pengaturan kebijakan moneter yang dijalankan oleh BI harusnya dapat bekerja
secara efektif. BI rate hendaknya direspon secara langsung oleh kalangan
perbankan, sehingga berpengaruh terhadap masyarakat khususnya sektor riil.
Masalahnya adalah selama ini pergerakan BI rate tidak serta merta diikuti oleh
pergerakan bunga simpanan dan bunga kredit. Ini terjadi pada saat BI masih
berwenang untuk mengatur dan mengawasi perbankan. Hal yang perlu diperhatikan
adalah jangan sampai pada saat fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan
pindah ke OJK, fungsi ini menjadi semakin tidak efektif. [3]
Nama: Wida Yusari
NIM:
13631057
0 komentar: