MAKALAH
FIQIH MUAMALAH
“Jual Beli”
Disusun
Oleh
KELOMPOK
III
1.
Titik Handayani : (13531100)
2.
Yulianti : (13531165)
Dosen
Pembimbing
AGUSTEN MPd.i
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGARI (STAIN) CURUP
2014
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kita ucapkan kepada
Allah SWT sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan judul “JUAL
BELI”.
Shalawat beriring salam kita ucapkan kepada Nabi besar Muhammad SAW.
Kami ucapkan terimakasih kepada
Dosen Pembimbing yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada kami menjadi
mahasiswa berilmu pengetahuan tinggi. Kami selaku penulis sepenuhnya menyadari
bahwa masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan, maka dari itu penulis
mengharapkan kritik dn saran yang bersifat membangun dan sangat berguna bagi
kesempurnaan tugas ini.
Wassalamu’alaikum Wr.
Wb
Curup, 30 oktober 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dizaman eraglobalisasa keinginan manusia semakin
banyak, termasuk berkenginan untuk jual beli, tukar menukar barang, harta
ataupun yang lain dengan cara tertentu. Dimana jual beli disini mempunyai
perinsip-perinsip yang harus dipenuhi. Jual beli yang benar yaitu melalui ijab
(ungkapan membeli dari pembeli) dan qabul(pernyataan menjual dari penjual). Atu
juga melalui saling memberikan barang dan harga dari penjual dan pembeli. Jual
beli yang diperjual belikan harus bermanfaat bagi manusia, sehingga bangkai,
minuman keras, dan darah tidak termasuk sesuiatu yang boleh diperjual belikan.
Karena benda-benda itu tidak bermanfaat bagi orang-orang muslim. Jika masih
nekat untuk memperjualbelikan barang-barang tersebut berarti itu semua tidak
sah.
Selain itu jual beli juga mempunyai dasar hukum jual
beli yaitu yang terdapat dalam surat al-baqarah ayat 275 yang artinya”Allah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. Karena jual beli adalah sarana
tolong menolong antar sesame umat manusia jadi jual beli mempunyai landasan
yang kuat dalam al-qur’an dan hadist.
Jual beli juga harus memenuhi rukun dan
syarat-syarat tertentu yang harus di penuhi, sehingga jual beli dapat dikatakan
sah oleh syuara’.
B. Rumusan masalah
1.
apa dasar hukum jual beli ?
2.
apa syarat dan rukun jual beli ?
3.
Bagaimana bentuk-bentuk jual beli ?
4.
Bagaimana
jual beli yang dianjurkan dan yang dilarang dalam islam ?
C. Tujuan
Masalah
1.
Untuk mengetahui dasar hokum jual beli.
2.
Untuk menjelaskan syarat dan rukun jual beli.
3.
Untuk mengetahui bentuk-bentuk jual beli.
4.
Untuk mengetahui jual beli yang dianjurkan dan
yang dilarang dalam islam.
Daftar Isi
Kata Pengantar...................................................................
Daftar Isi..............................................................................
BAB I Pendahuluan
A.
Latar Belakang.......................................................
B.
Rumusan Masalah..................................................
C.
Tujuan Masalah......................................................
BAB II Pembahasan
A.
Pengertian Jual Beli................................................
B.
Syarat dan Rukun Jual Beli....................................
C.
Jual Beli yang Dilarang Dalam Islam.....................
D.
Macam- Macam Jual Beli.......................................
BAB III PENUTUP
A.
Simpulan................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN JUAL BELI
Jual beli menurut bahasa artinya menukar sesuatu
dengan sesuatu yang lain, sedangkan menurut syara’ adalah menukar harta dengan
harta menurut cara- caratertentu (‘aqad). Jual beli shah dengan adanya ijab (pernyataan penmjual) dari penjual
dan kabul (persetujuan pembeli) dari pembeli.
Menurut
terminologi, para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikannya, antara lain :
1. Menurut
ulama Hanafiyah : Jual beli adalah pertukaran harta (benda)
denganhartaberdasarkan cara khusus (yang dibolehkan).
2. Menurut
Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ : Jual beli adalah pertukaran harta dengan harta
untuk kepemilikan.
3. Menurut
Ibnu Qudamah dalam kitab Al-mugni :
Jual
beli adalah pertukaran harta dengan harta, untuk saling menjadikan milik.
Pengertian lainnya jual beli ialah persetujuan saling mengikat antara penjual (
yakni pihak yang menyerahkan/menjual barang) danpembeli (sebagai pihak yang
membayar/membeli barang yang dijual).Pada masa Rasullallah SAW harga barang itu
dibayar dengan mata uangyang terbuat dari emas (dinar) dan mata uang yang
terbuat dari perak(dirham).
Syarat syah ijab dan qabul :
Ø Antara keduanya tidak terpisahkan dengan diam dan
waktu lama, lain halnya jika hanya sejenak.
Ø Tidak disela- selai sekalipunsedikit denagn
kataajnabiy, yaitu kata- kata yang tidak
ada sangkut pautannya lagi pula bukan untuk kemaslahattanjual beli yang
bersangkutan.
Ø Disyaratkan lagi, hendaklah kedua- duanya
mempunyai ma’na yang bersesuaian bukan harus lafadhnya.
Ø Ijab qabul harus tidak tergantung pada suatu
kejadian dan tidak di batasi waktu perikatannya.
Di dalam al- qur’an Allah SWT berfirman :
úïÏ%©!$# tbqè=à2ù't (#4qt/Ìh9$# w tbqãBqà)t wÎ) $yJx. ãPqà)t Ï%©!$# çmäܬ6ytFt ß`»sÜø¤±9$# z`ÏB Äb§yJø9$# 4 y7Ï9ºs öNßg¯Rr'Î/ (#þqä9$s% $yJ¯RÎ) ßìøt7ø9$# ã@÷WÏB (#4qt/Ìh9$# 3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4 `yJsù ¼çnuä!%y` ×psàÏãöqtB `ÏiB ¾ÏmÎn/§ 4ygtFR$$sù ¼ã&s#sù $tB y#n=y ÿ¼çnãøBr&ur n<Î) «!$# ( ïÆtBur y$tã y7Í´¯»s9'ré'sù Ü=»ysô¹r& Í$¨Z9$# ( öNèd $pkÏù crà$Î#»yz ÇËÐÎÈ
Artinya : “Orang-orang
yang makan (mengambil) riba[174] tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila[175].
keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata
(berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai
kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu[176] (sebelum datang larangan);
dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba),
Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di
dalamnya”.(al-baqarah :275)
Maksud dari ayat al-baqarah : 275
[174]
Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. riba nasiah ialah pembayaran
lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. riba fadhl ialah penukaran
suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya Karena
orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan
emas, padi dengan padi, dan sebagainya. riba yang dimaksud dalam ayat Ini riba
nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman
Jahiliyah.
[175]
Maksudnya: orang yang mengambil riba tidak tenteram jiwanya seperti
orang kemasukan syaitan.
[176]
riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun ayat ini, boleh tidak
dikembalikan.
Sabda Rasullulah saw
أن النبى صلىالله عليه وسلم سئل أى الكسب أطيب قال عمل الرجل بيده وكل بيع
مبرور
Dari Rafi’ ra. Bahwasannya Nabi saw. Ditanya : “pencarian apakah yang paling baik ? beliau
menjawab: ‘’ ialah orang yang bekerja dengan tangan-nya, dan tiap jual beli
yang bersih”. (H.R. Al- Bazzar dan disahkan hakim)
B.
SYARAT DAN RUKUN JUAL BELI
Syarat penjual dan pembeli
a.
Berakal
Firman Allah SWT dalam al- qur’an:
wur (#qè?÷sè? uä!$ygxÿ¡9$# ãNä3s9ºuqøBr& ÓÉL©9$# @yèy_ ª!$# ö/ä3s9 $VJ»uÏ% öNèdqè%ãö$#ur $pkÏù öNèdqÝ¡ø.$#ur (#qä9qè%ur öNçlm; Zwöqs% $]ùrâ÷ê¨B ÇÎÈ
“ Dan janganlah kamu serahkan kepada
orang-orang yang belum Sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam
kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka
belanja dan Pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata
yang baik”.
b.
Dengan
kehendaknya sendiri
Dalam
Surah an-Nisaa’ ayat 29 Allah berfirman:
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãYtB#uä w (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& cqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4 wur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJÏmu ÇËÒÈ
“
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan
suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu Sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.(an-anisa : 29)
[Keadaannya
tidak mubazzir (pemboros) karna harta orang mubazzir (pemboros/bodoh) itu di
tangan walinya.
Allah swt berfirman
“Janganlah kamu serahkan harta orang- orang orang bodoh
iyu kepadanya, yang mana Allah menjadikan kamu pemeliharanya, berilah mereka
belanja dari hartanya itu (yang di tanganmu”).
c.
Baliq, tidah sah
jual beli pada anak- anak.
Adapun anak- anak yang sudah mengerti tetapi belum
sampai umur dewasa, menurut pendapat
ulama, bahwa mereka dibolehkan jual beli barang- barang yang kecil-
klecil.
Menurut jumhur ulama, rukun jual beli itu ada empat :
1.
Akad (ijab
qabul)
Ialah ikatan kata antara penjual dan pembeli. Jual beli belum dikatakan
sah sebelum ijab dan qabul dilakukan sebab ijab qabul menunjukkan kerelaan
(keridhaan). Ijab qabul boleh dilakukan dengan lisan dan tulisan. Ijab qabul
dalam bentuk perkataan dan/atau dalam bentuk perbuatan yaitu saling memberi
(penyerahan barang dan penerimaan uang).
2.
ada penjual dan pembeli.
3.
barang yang di jual.
4.
Ada nilai tukar
pengganti barang (harga)
Nilai tukar pengganti barang
ini yaitu dengan sesuatu yang memenuhi 3 syarat yaitu bisa menyimpan nilai
(store of value), bisa menilai atau menghargakan suatu barang (unit of account)
dan bisa dijadikan alat tukar (medium of exchange).
C.
JUAL BELI YANG DI LARANG DALAM
ISLAM
Berkenaan
dengan jual beli yang dilarang dalam Islam, Wahbah al-Zuhaily meringkasnya
sebagai berikut :
1. Terlarang
Sebab Ahliah (Ahli Akad)
Mereka
yang dipandang tidak sah jual belinya adalah sebagai berikut :
a. Jual
beli dengan orang
gila, orang mabuk dan lain- lain.
b. Jual beli
pada anak kecil
jual beli anak kecil (belum
mumayyiz) dipandang tidak sah kecuali dalam perkara-perkara ringan dan sepele.
Menurut ulama Syafi’iyah, jual beli pada anak mumayyiz yang belum baligh tidak sah sebab
tidak ada ahliah.
juga pengamalan atas firman Allah
Swt.
c. Jual
beli orang buta
Jual
beli orang buta dikategorikan shahih menurut jumhur jika barang yang dibelinya
diberi sifat (diterangkan sifat-sifatnya).
Adapun
menurut ulama Syafi’iyah, jual beli orang buta itu tidak sah sebab ia tidak
dapat membedakan barang yang jelek dan yang baik.
a. Jual
beli terpaksa
Menurut ulama
Hanafiyah, hukum jual beli orang terpaksa seperti jual beli fudhul (jual beli
tanpa seizin pemiliknya) yakni ditangguhkan (mauquf).
b. Jual
beli fudhul,
Jual
beli fudhul adalah jual beli milik orang tanpa seizin pemiliknya. Menurut ulama
Hanafiyah dan Malikiyah, jual beli ditangguhkan sampai ada izin pemiliknya.
c. Jual
beli orang yang terhalang
Maksud
terhalang di sini adalah terhalang karena kebodohan, bangkrut ataupun sakit.
d. Jual
beli malja’
Jual beli malaja’ adalah jual beli orang yang sedang dalam
bahaya, yakni untuk menghindar dari perbuatan zalim. Jual beli tersebut fasid,
menurut ulama Hanafiyah dan batal menurut ulama Hanabilah.
2. Terlarang
Sebab Shighat
a. Jual
beli mu’athah
Adalah
jual beli yang telah disepakati oleh pihak akad, berkenaan dengan barang maupun
harganya tetapi tidak memakai ijab qabul. Jumhur ulama mengatakan shahih
apabila ada ijab dari salah satunya.
Adapun ulama
Syafi’iyah (Muhammad asy-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz 2, hal.3) berpendapat
bahwa jual beli harus disertai ijab qabul yakni dengan shighat lafazh, tidak
cukup dengan isyarat sebab keridhaan sifat itu tersembunyi dan tidak dapat
diketahui kecuali dengan ucapan. Mereka hanya membolehkan jual beli dengan
isyarat bagi orang yang uzur.
Jual beli
mu’athah dipandang tidak sah menurut ulama Hanafiyah tetapi sebagian ulama
Syafi’iyah membolehkannya seperti Imam Nawawi. (As-Suyuti, Al-Asbah, hal. 89)
b. Jual
beli melalui surat atau melalui utusan
Disepakati
ulama fiqih bahwa jual beli melalui surat atau utusan adalah sah. ad adalah
sampainya surat atau utusan dari aqid pertama kepada aqid kedua. Jika qabul
melebihi tempat, akad tersebut dipandang tidak sah seperti surat tidak sampai
ke tangan yang dimaksud.
c. Jual
beli dengan isyarat atau tulisan
Disepakati
keshahihan akad dengan isyarat atau tulisan khususnya bagi yang uzur sebab sama
dengan ucapan. Selain itu, isyarat juga menunjukkan apa yang ada dalam hati
aqid. Apabila isyarat tidak dapat dipahami dan tulisannya jelek (tidak dapat
dibaca), akad tidak sah.
d. Jual
beli barang yang tidak ada di tempat akad
e. Jual
beli tidak bersesuaian antara ijab dan qabulf
f. Jual
beli munjiz
Adalah yang
dikaitkan dengan suatu syarat atau ditangguhkan pada waktu yang akan datang.
Jual beli ini, dipandang fasid menurut ulama Hanafiyah, dan batal menurut
jumhur ulama.
3. Terlarang
Sebab Ma’qud Alaih (Barang Jualan)
Secara umum,
ma’qud alaih adalah harta yang dijadikan alat pertukaran oleh orang yang akad,
yang biasa disebut mabi’ (barang jualan) dan harga.
Ulama fiqih
sepakat bahwa jual beli dianggap sah apabila ma’qud alaih adalah barang yang
tetap atau bermanfaat, berbentuk, dapat diserahkan, dapat dilihat oleh
orang-orang yang akad, tidak bersangkutan dengan milik orang lain dan tidak ada
larangan dari syara’.
Selain itu,
ada beberapa masalah yang disepakati oleh sebagian ulama tetapi diperselisihkan
oleh ulama lainnya, di antaranya sbb :
a. Jual beli
benda yang tidak ada atau dikhawatirkan tidak ada
Jumhur ulama
sepakat bahwa jual beli barang yang tidak ada atau dikhawatirkan tidak ada
adalah tidak sah.
b. Jual beli
barang yang tidak dapat diserahkan
Jual beli
barang yang tidak dapat diserahkan, seperti burung yang ada di udara atau ikan
yang ada di air tidak berdasarkan ketetapan syara’.
c. Jual beli
gharar
Jual beli
gharar adalah jual beli barang yang mengandung kesamaran. Hal itu dilarang
dalam Islam sebab Rasulullah Saw bersabda, “janganlah kamu membeli ikan dalam
air karena jual beli seperti itu termasuk gharar (menipu)”. (HR Ahmad)
Menurut Ibn
Jazi al-Maliki, gharar yang dilarag ada 10 macam :
1. Tidak
dapat diserahkan, seperti menjual anak hewan yang masih dalam kandungan induknya
2. Tidak
diketahui harga dan barang
3. Tidak
diketahui sifat barang atau harga
4. Tidak
diketahui ukuran barang dan harga
5. Tidak
diketahui masa yang akan datang seperti, “Saya jual kepadamu jika fulan
datang”.
6. Menghargakan
dua kali pada satu barang
7. Menjual
barang yang diharapkan selamat
8. Jual
beli husha’ misalnya pembeli memegang tongkat, jika tongkat jatuh maka wajib
membeli
9. Jual
beli munabadzah yaitu jual beli dengan cara lempar melempari seperti seseorang
melempar bajunya, kemudian yang lain pun melembar bajunya maka jadilah jual
beli
10. Jual beli
mulasamah apabila mengusap baju atau kain maka wajib membelinya
d. Jual beli
barang yang najis dan yang terkena najis
Ulama sepakat
tentang larangan jual beli barang yang najis seperti khamr. Akan tetapi mereka
berbeda pendapat tentang barang yang terkena najis (al-mutanajis) yang tidak
mungkin dihilangkan seperti minyak yang terkena bangkai tikus.
Ulama
Hanafiyah membolehkannya untuk barang yang tidak untuk dimakan, sedangkan ulama
Malikiyah membolehkannya setelah dibersihkan.
e. Jual beli
air
Disepakati
bahwa jual beli air yang dimiliki seperti air sumur atau yang disimpan di
tempat pemiliknya dibolehkan oleh jumhur ulama empat madzhab. Sebaliknya ulama
zhahiriyah melarang secara mutlak..
f. Jual beli
barang yang tidak jelas (majhul)
Menurut ulama
Hanafiyah, jual beli seperti ini adalah fasad, sedangkan menurut jumhur batal
sebab akan mendatangkan pertentangan di antara manusia.
g. Jual
beli barang yang tidak ada di tempat akad (ghaib), tidak dapat dilihati
h. Jual
beli buah-buahan atau tumbuhan
Apabila belum
terdapat buah, disepakati tidak ada akad. Setelah ada buah tetapi belum matang,
akadnya fasid menurut ulama Hanafiyah dan batal menurut jumhur ulama. Adapun
jika buah-buahan atau tumbuhan itu telah matang, akadnya dibolehkan.
4. Terlarang
Sebab Syara’
Ulama sepakat
membolehkan jual beli yang memenuhi persyaratan dan rukunnya. Namun demikian,
ada beberapa masalah yang diperselisihkan di antara para ulama, di antaranya
berikut ini :
a. Jual beli
riba
Riba nasiah
dan riba fadhl adalah fasid menurut ulama Hanafiyah tetapi batal menurut jumhur
ulama.
b. Jual beli
dengan uang dari barang yang diharamkan
Menurut ulama
Hanafiyah termasuk fasid (rusak) dan terjadi akad atas nilainya, sedangkan
menurut jumhur ulama adalah batal sebab ada nash yang jelas dari hadits Bukhari
dan Muslim bahwa Rasulullah Saw mengharamkan jual beli khamr, bangkai, anjing
dan patung.
c. Jual beli
barang dari hasil pencegatan barang
Yakni
mencegat pedagang dalam perjalanannya menuju tempat yang dituju (pasar) sehingga
orang yang mencegatnya akan mendapat keuntungan. Ulama Hanafiyah berpendapat
bahwa hal itu makruh tahrim.
Ulama
Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat, pembeli boleh khiyar. Ulama Malikiyah
berpendapat bahwa jual beli seperti itu termasuk fasid.
d. Jual beli
waktu adzan Jum’at dan waktu sahlat
Allah berfirman :
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$#
(#þqãZtB#uä #sÎ)
ÏqçR Ío4qn=¢Á=Ï9
`ÏB ÏQöqt ÏpyèßJàfø9$# (#öqyèó$$sù 4n<Î) Ìø.Ï «!$# (#râsur
yìøt7ø9$#
4 öNä3Ï9ºs
×öyz
öNä3©9
bÎ) óOçGYä.
tbqßJn=÷ès? ÇÒÈ
#sÎ*sù ÏMuÅÒè% äo4qn=¢Á9$#
(#rãϱtFR$$sù
Îû ÇÚöF{$# (#qäótGö/$#ur
`ÏB È@ôÒsù «!$# (#rãä.ø$#ur
©!$#
#ZÏWx.
ö/ä3¯=yè©9
tbqßsÎ=øÿè? ÇÊÉÈ
“ Hai
orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang
demikian itu lebih baik bagimu jika kamu Mengetahui. Apabila Telah ditunaikan
shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan
ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”.(al-jumu’ah : 9-10).
e. Jual beli
anggur untuk dijadikan khamr
Menurut ulama
Hanafiyah dan Syafi’iyah zhahirnya shahih tetapi makruh. Sedangkan menurut
ulama Malikiyah dan Hanabilah adalah batal. Allah swt berfirman :
يَـٰٓأَيُّہَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تُحِلُّواْ شَعَـٰٓٮِٕرَ ٱللَّهِ وَلَا ٱلشَّہۡرَ
ٱلۡحَرَامَ وَلَا ٱلۡهَدۡىَ وَلَا ٱلۡقَلَـٰٓٮِٕدَ وَلَآ ءَآمِّينَ ٱلۡبَيۡتَ
ٱلۡحَرَامَ يَبۡتَغُونَ فَضۡلاً۬ مِّن رَّبِّہِمۡ وَرِضۡوَٲنً۬اۚ وَإِذَا
حَلَلۡتُمۡ فَٱصۡطَادُواْۚ وَلَا يَجۡرِمَنَّكُمۡ شَنَـَٔانُ قَوۡمٍ أَن
صَدُّوڪُمۡ عَنِ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ أَن تَعۡتَدُواْۘ وَتَعَاوَنُواْ عَلَى
ٱلۡبِرِّ وَٱلتَّقۡوَىٰۖ وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٲنِۚ
وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ (٢)
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah[389],
dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu)
binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula)
mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia
dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji,
Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu
kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat
aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat
siksa-Nya”.
f. Jual beli
induk tanpa anaknya yang masih kecil
Hal itu
dilarang sampai anaknya besar dan dapat mandiri.
g. Jual beli
barang yang sedang dibeli oleh orang lain
Seseorang
telah sepakat akan membeli suatu barang, namun masih dalam khiyar, kemudian
datang orang lain yang menyuruh untuk membatalkannya sebab ia akan membelinya
dengan harga yang tinggi.
h. Jual beli
memakai syarat
Menurut ulama
Hanafiyah, sah jika syarat tersebut baik, seperti, “Saya akan membeli baju ini
dengan syarat bagian yang rusak dijahit dulu”.
Begitu pula
menurut ulama Malikiyah membolehkannya jika bermanfaat. Menurut ulama
Syafi’iyah dibolehkan jika syarat maslahat bagi salah satu pihak yang
melangsungkan akad, sedangkan menurut ulama Hanabilah, tidak dibolehkan jika
hanya bermanfaat bagi salah satu yang akad.
D.MACAM-MACAM JUAL BELI
1. Ditinjau dari pertukaran
(Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa adillatuhu, 4/595-596)
a.
Jual beli salam (pesanan)
Jual beli salam adalah jual beli melalui pesanan
yakni jual beli dengan cara menyerahkan uang muka terlebih dahulu kemudian
barang diantar belakangan.
b.
Jual beli muqayyadah
(barter)
Jual beli muqayyadah adalah jual beli dengan cara
menukar barang dengan barang seperti menukar baju dengan sepatu.
c.
Jual beli muthlaq
Jual beli muthlaq adalah jual beli barang dengan
sesuatu yang telah disepakati sebagai alat tukar.
d.
Jual beli alat tukar dengan
alat tukar
Jual beli alat tukar dengan alat tukar adalah
jual beli barang yang biasa dipakai sebagai alat tukar dengan alat tukar
lainnya seperti dinar dengan dirham.
2. Ditinjau dari hukum
a.
Jual beli Sah (halal)
Jual beli sah atau shahih adalah jual beli yang memenuhi ketentuan
syariat. Hukumnya, sesuatu yang diperjualbelikan menjadi milik yang melakukan
akad.
b.
Jual beli fasid (rusak)
Jual beli fasid adalah jual beli yang sesuai
dengan ketentuan syariat pada asalnya tetapi tidak sesuai dengan syariat pada
sifatnya, seperti jual beli yang dilakukan oleh orang yang mumayyiz tetapi
bodoh sehingga menimbulkan pertentangan.
Menurut
jumhur ulama fasid (rusak) dan batal (haram) memiliki arti yang sama. Adapun
menurut ulama Hanafiyah membagi hukum dan sifat jual beli menjadi sah, batal
dan fasid (rusak). (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa adillatuhu, 4/425)
Perbedaan
pendapat antara jumhur ulama dan ulama hanafiyah berpangkal pada jual beli atau
akad yang tidak memenuhi ketentuan syara’ bedasarkan hadits Rasul.
Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang berbuat suatu amal yang tidak
kami perintahkan maka tertolak. Begitu pula barangsiapa yang memasukkan suatu
perbuatan kepada agama kita, maka tertolak. (HR Muslim)
Berdasarkan
hadits di atas, jumhur ulama berpendapat bahwa akad atau jual beli yang keluar
dari ketentuan syara’ harus ditolak atau tidak dianggap, baik dalam hal
muamalat maupun ibadah.
Adapun
menurut ulama Hanafiyah, dalam masalah muamalah terkadang ada suatu
kemaslahatan yang tidak ada ketentuannya dari syara’ sehingga tidak sesuai atau
ada kekurangan dengan ketentuan syariat. Akad seperti ini adalah rusak tetapi
tidak batal. Dengan kata lain, ada akad yang batal saja dan ada pula yang rusak
saja.
c.
Jual beli batal (haram)
Jual beli yang dilarang dan batal hukumnya adalah sebagai berikut :
1.Jual beli yang menjerumuskan ke dalam riba
·
Jual beli dengan cara ‘Inah
dan Tawarruq
Rafi’ berkata, “Jual beli secara ‘inah berarti seseorang menjual barang
kepada orang lain dengan pembayaran bertempo, lalu barang itu diserahkan kepada
pembeli, kemudian penjual itu membeli kembali barangnya sebelum uangnya lunas
dengan harga lebih rendah dari harga pertama.
Tawarruq
artinya daun. Dalam hal ini adalah memperbanyak harta. Jadi, tawarruq diartikan
sebagai kegiatan memperbanyak uang.
Contohnya
adalah apabila orang yang membeli barang kemudian menjualnya kembali dengan
maksud memperbanyak harta bukan karena ingin mendapatkan manfaat dari
produknya. Barang yang diperdagangkannya hanyalah sebagai perantara bukan
menjadi tujuan.
·
Jual beli sistem salam
(ijon)
Bedanya dengan kredit, kalau salam, barangnya yang diakhirkan, uangnya di
depan.
·
Jual beli dengan
menggabungkan dua penjualan (akad) dalam dan satu transaksi
Contohnya
penjual berkata, “aku menjual barang ini kepadamu seharga 10 dinar dengan tunai
atau 20 dinar secara kredit”.
·
Jual beli secara paksa
Jual beli dengan paksaan dapat terjadi dengan 2 bentuk :
a.
Ketika akad, yaitu adanya
paksaan untuk melakukan akad. Jual beli ini adalah rusak dan dianggap tidak sah
b.
Karena dililit utang atau
beban yang berat sehingga menjual apa saja yang dimiliki dengan harga rendah
·
Jual beli sesuatu yang tidak
dimiliki dan menjual sesuatu yang sudah dibeli dan belum diterima
Syarat sahnya jual beli adalah adanya penerimaan, maksudnya pembeli harus
benar-benar menerima barang yang akan dibeli. Sebelum dia menerima barang
tersebut maka tidak boleh dijual lagi.
2.Jual
beli yang dilarang dalam Islam
Ø
Jual beli yang dapat
menjauhkan dari ibadah
Maksudnya adalah ketika waktunya ibadah, pedagang malah menyibukkan diri
dengan jual belinya sehingga mengakhirkan shalat berjamaah di masjid.Dia kehilangan
waktu shalat atau sengaja mengakhirkannya, maka jual beli yang dilakukannya
haram (dilarang).
Ø
Menjual barang-barang yang
diharamkan
Ø
Barang yang diharamkan Allah
Swt maka diharamkan pula jual beli barang tersebut.
Ø
Menjual sesuatu yang tidak dimiliki
Misal ada seorang pembeli mendatangi seorang pedagang untuk membeli
barang dagangan tertentu darinya sementara barang tersebut tidak ada pada
pedagang tersebut.
Kemudian keduanya melakukan akad dan memperkirakan harganya, baik dengan
pembayaran tunai ataupun tempo dan barang tersebut masih belum ada pada
pedagang itu.Selanjutnya pedagang itu membeli barang yang diinginkan pembeli di
tempat lain lalu menyerahkannya kepada pembeli itu setelah keduanya ada
kesepakatan harga dan cara pembayarannya baik secara tunai atau tempo.
Ø
Jual beli ‘inah
Adalah apabila seseorang menjual suatu barang dagangan kepada orang lain
dengan pembayaran tempo (kredit) kemudian orang itu (si penjual) membeli
kembali barang itu secara tunai dengan harga lebih rendah.
Ø
Jual beli najasy
Adalah menawar suatu barang dagangan dengan menambah harga secara
terbuka, ketika datang seorang pembeli dia menawar lebih tinggi barang itu
padahal dia tidak akan membelinya.
Melakukan penjualan atas penjualan orang lain
Misal ada seseorang mendatangi seorang pedagang untuk membeli suatu
barang dengan khiyar (untuk memilih, membatalkan atau meneruskan akad) selama 2
hari, 3 hari atau lebih.Maka tidak dibolehkan kepada pedagang lain untuk
mendatangi atau menawarkan kepada pembeli dengan berkata, “Tinggalkanlah barang
yang sedang engkau beli dan saya akan memberikan kepadamu barang yang sama yang
lebih bagus dengan harga lebih murah”.
Ø
Jual beli secara gharar
(penipuan)
Adalah apabila seorang penjual menipu saudara semuslim dengan cara
menjual kepadanya barang dagangan yang di dalamnya terdapat cacat. Penjual itu
mengetahui adanya cacat tetapi tidak memberitahukannya kepada pembeli.
3. Ditinjau dari benda
(objek), jual beli dibagi menjadi 3 macam (Kifayatul Akhyar, Imam Taqiyuddin,
hal. 329) :
a. Bendanya kelihatan
Ialah pada waktu melakukan
akad jual beli, barang yang diperjualbelikan ada di depan penjual dan pembeli.
Contoh : membeli beras di toko atau pasar.
b. Sifat-sifat bendanya disebutkan dalam janji
Ialah jual beli salam (pesanan). Salam adalah jual
beli yang tidak tunai. Salam mempunyai arti meminjamkan barang atau sesuatu
yang seimbang dengan harga tertentu.
Maksudnya ialah perjanjian yang penyerahan
barang-barangnya ditangguhkan hingga masa tertentu, sebagai imbalan harga yang
telah ditetapkan ketika akad.
c. Bendanya tidak ada
Jual beli
benda yang tidak ada serta tidak dapat dilihat ialah jual beli yang dilarang
dalam Islam karena bisa menimbulkan kerugian salah satu pihak.
Contoh,
penjualan bawang merah dan wortel serta yang lainnya yang berada di dalam tanah
adalah batal sebab hal tersebut merupakan perbuatan gharar.
“Sesungguhnya Nabi Saw
melarang penjualan anggur sebelum hitam dan dilarang penjualan biji-bijian
sebelum mengeras”.
4. Ditinjau dari subjek
(pelaku)
a.
Dengan lisan
b.
Dengan perantara
Penyampaian akad jual beli melalui wakalah
(utusan), perantara, tulisan atau surat menyurat sama halnya dengan ucapan.
Penjual dan pembeli tidak berhadapan dalam satu majlis akad.
c.
Dengan perbuatan (saling
memberikan) atau dikenal dengan istilah mu’athah yaitu mengambil dan memberikan
barang tanpa ijab qabul secara lisan.
5. Ditinjau dari harga
ü
Jual beli yang menguntungkan
(al-murabahah)
ü
Jual beli yang tidak
menguntungkan yaitu menjual dengan harga aslinya (at-tauliyah)
ü
jual beli rugi (al-khasarah)
ü
Jual beli al-musawah yaitu
penjual menyembunyikan harga aslinya tetapi kedua orang yang akad saling
meridhai.
ü
Ditinjau dari pembayaran
1.
Al-Murabahah (Jual beli
dengan pembayaran di muka)
2.
Bai’ as-Salam (Jual beli
dengan pembayaran tangguh)
3.
Bai’ al-Istishna (Jual beli
berdasarkan Pesanan)
BAB
III
PENUTUP
Simpulan
Jual
beli dalam bahasa Arab terdiri dari dua kata yang mengandung makna berlawanan
yaitu Al Bai’ yang artinya jual dan Asy Syira’a yang artinya Beli. Menurut
istilah hukum Syara, jual beli adalah penukaran harta (dalam pengertian luas)
atas dasar saling rela atau tukar menukar suatu benda (barang) yang dilakukan
antara dua pihak dengan kesepakatan (akad) tertentu atas dasar suka sama suka
(lihat QS Az Zumar : 39, At Taubah : 103, hud : 93). Orang yang terjun dalam
bidang usaha jual beli harus mengetahui hukum jual beli agar dalam jual beli
tersebut tidak ada yang dirugikan, baik dari pihak penjual maupun pihak
pembeli. Jual beli hukumnya mubah. Artinya, hal tersebut diperbolehkan sepanjang
suka sama suka. Kata riba (ar riba) menurut bahasa yaitu tambahan (az
ziyadah) atau kelebihan. Riba menurut istilah syarak ialah suatu akad
perjanjian yang terjadi dalam tukar menukar suatu barang yang tidak diketahui
syaraknya. Atau dalam tukar menukar itu disyaratkan menerima salah satu dari
dua barang apabila terlambat. Riba dapat terjadi pada hutang piutang, pinjaman,
gadai, atau sewa menyewa. Contohnya, Fauzi meminjam uang sebesar Rp 10.000 pada
hari senin. Disepakati dalam setiap satu hari keterlambatan, Fauzi harus
mengembalikan uang tersebut dengan tambahan 2 %. Jadi hari berikutnya Fauzi
harus mengembalikan hutangnya menjadi Rp 10.200. Kelebihan atau tambahan ini
disebut dengan riba.
DAFTAR PUSTAKA
Haroen Nasrun,2007, Fiqh Muamalah,
Gaya Media Pratama, Jakarta
Rasyid Sulaiman, 2010, Fiqih
Islam,Sinar Baru Algensindo, Bandung
Yunus
Mahmud, Naimi Nadlrah, 2011, Fiqih Muamalah, Ratu Jaya, Medan
Syafe’i
Rachmat, 2006, Fiqih Muamalah untuk UIN, STAIN, PTAIS, Dan Umum, Pustaka
Setia, Bandung
Imran
Ali, 2011, Fikih, Taharah, Ibadah, Muamalah, CV. Media Perintis,
Bandung
Moh,
Rifa’i, 1978, Ilmu Fiqih Islam Lengkap,CV. Toha Putra, Semarang
Moh.
Rifa’i, dkk, 1978, Terjemah Khulashah Kifayatul Akhyar, CV. Toha Putra
Semarang
0 komentar: