Author: Unknown
•05.56


MAKALAH
FIQIH MUAMALAH
Jual Beli

Disusun Oleh
KELOMPOK III

1.     Titik Handayani      :        (13531100)
2.     Yulianti                     :        (13531165)

Dosen Pembimbing
AGUSTEN MPd.i



PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGARI (STAIN) CURUP
2014



KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
            Puji syukur kita ucapkan kepada Allah SWT sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan judul  JUAL BELI. Shalawat beriring salam kita ucapkan kepada Nabi besar Muhammad SAW.
            Kami ucapkan terimakasih kepada Dosen Pembimbing yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada kami menjadi mahasiswa berilmu pengetahuan tinggi. Kami selaku penulis sepenuhnya menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dn saran yang bersifat membangun dan sangat berguna bagi kesempurnaan tugas ini.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb


Curup, 30 oktober 2014

Penulis





BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Dizaman eraglobalisasa keinginan manusia semakin banyak, termasuk berkenginan untuk jual beli, tukar menukar barang, harta ataupun yang lain dengan cara tertentu. Dimana jual beli disini mempunyai perinsip-perinsip yang harus dipenuhi. Jual beli yang benar yaitu melalui ijab (ungkapan membeli dari pembeli) dan qabul(pernyataan menjual dari penjual). Atu juga melalui saling memberikan barang dan harga dari penjual dan pembeli. Jual beli yang diperjual belikan harus bermanfaat bagi manusia, sehingga bangkai, minuman keras, dan darah tidak termasuk sesuiatu yang boleh diperjual belikan. Karena benda-benda itu tidak bermanfaat bagi orang-orang muslim. Jika masih nekat untuk memperjualbelikan barang-barang tersebut berarti itu semua tidak sah.
Selain itu jual beli juga mempunyai dasar hukum jual beli yaitu yang terdapat dalam surat al-baqarah ayat 275 yang artinya”Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. Karena jual beli adalah sarana tolong menolong antar sesame umat manusia jadi jual beli mempunyai landasan yang kuat dalam al-qur’an dan hadist.
Jual beli juga harus memenuhi rukun dan syarat-syarat tertentu yang harus di penuhi, sehingga jual beli dapat dikatakan sah oleh syuara’.

B.     Rumusan masalah
1.      apa dasar hukum jual beli ?
2.      apa syarat dan rukun jual beli ?
3.      Bagaimana bentuk-bentuk jual beli ?
4.       Bagaimana jual beli yang dianjurkan dan yang dilarang dalam islam ?

C.     Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui dasar hokum jual beli.
2.      Untuk menjelaskan syarat dan rukun jual beli.
3.      Untuk mengetahui bentuk-bentuk jual beli.
4.      Untuk mengetahui jual beli yang dianjurkan dan yang dilarang  dalam islam.

Daftar Isi
Kata Pengantar...................................................................               
Daftar Isi..............................................................................                     
BAB I Pendahuluan
A.   Latar Belakang.......................................................               
B.   Rumusan Masalah..................................................               
C.   Tujuan Masalah......................................................               
BAB II Pembahasan
A.   Pengertian Jual Beli................................................
B.   Syarat dan Rukun Jual Beli....................................               
C.   Jual Beli yang Dilarang Dalam Islam.....................               
D.   Macam- Macam Jual Beli.......................................               
BAB III PENUTUP
A.   Simpulan................................................................               
DAFTAR PUSTAKA   











BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN JUAL BELI
Jual beli menurut bahasa artinya menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain, sedangkan menurut syara’ adalah menukar harta dengan harta menurut cara- caratertentu (‘aqad). Jual beli shah dengan adanya ijab (pernyataan penmjual) dari penjual dan kabul (persetujuan pembeli) dari pembeli.
Menurut terminologi, para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikannya, antara lain :

1.      Menurut ulama Hanafiyah : Jual beli adalah pertukaran harta (benda) denganhartaberdasarkan cara khusus (yang dibolehkan).
2.      Menurut Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ : Jual beli adalah pertukaran harta dengan harta untuk kepemilikan.
3.      Menurut Ibnu Qudamah dalam kitab Al-mugni :
Jual beli adalah pertukaran harta dengan harta, untuk saling menjadikan milik. Pengertian lainnya jual beli ialah persetujuan saling mengikat antara penjual ( yakni pihak yang menyerahkan/menjual barang) danpembeli (sebagai pihak yang membayar/membeli barang yang dijual).Pada masa Rasullallah SAW harga barang itu dibayar dengan mata uangyang terbuat dari emas (dinar) dan mata uang yang terbuat dari perak(dirham).
Syarat syah ijab dan qabul :
Ø  Antara keduanya tidak terpisahkan dengan diam dan waktu lama, lain halnya jika hanya sejenak.
Ø  Tidak disela- selai sekalipunsedikit denagn kataajnabiy, yaitu kata- kata yang tidak  ada sangkut pautannya lagi pula bukan untuk kemaslahattanjual beli yang bersangkutan.
Ø  Disyaratkan lagi, hendaklah kedua- duanya mempunyai ma’na yang bersesuaian bukan harus lafadhnya.
Ø  Ijab qabul harus tidak tergantung pada suatu kejadian dan tidak di batasi waktu perikatannya.
Di dalam al- qur’an Allah SWT berfirman :
šúïÏ%©!$# tbqè=à2ù'tƒ (#4qt/Ìh9$# Ÿw tbqãBqà)tƒ žwÎ) $yJx. ãPqà)tƒ Ï%©!$# çmäܬ6ytFtƒ ß`»sÜø¤±9$# z`ÏB Äb§yJø9$# 4 y7Ï9ºsŒ öNßg¯Rr'Î/ (#þqä9$s% $yJ¯RÎ) ßìøt7ø9$# ã@÷WÏB (#4qt/Ìh9$# 3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4 `yJsù ¼çnuä!%y` ×psàÏãöqtB `ÏiB ¾ÏmÎn/§ 4ygtFR$$sù ¼ã&s#sù $tB y#n=y ÿ¼çnãøBr&ur n<Î) «!$# ( ïÆtBur yŠ$tã y7Í´¯»s9'ré'sù Ü=»ysô¹r& Í$¨Z9$# ( öNèd $pkŽÏù šcrà$Î#»yz ÇËÐÎÈ
Artinya : “Orang-orang yang makan (mengambil) riba[174] tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila[175]. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu[176] (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”.(al-baqarah :275)
Maksud dari ayat al-baqarah : 275
[174]  Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya Karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. riba yang dimaksud dalam ayat Ini riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman Jahiliyah.
[175]  Maksudnya: orang yang mengambil riba tidak tenteram jiwanya seperti orang kemasukan syaitan.
[176]  riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun ayat ini, boleh tidak dikembalikan.
Sabda Rasullulah saw
أن النبى صلىالله عليه وسلم سئل أى الكسب أطيب قال عمل الرجل بيده وكل بيع مبرور
Dari Rafi’ ra. Bahwasannya Nabi saw. Ditanya : pencarian apakah yang paling baik ? beliau menjawab: ‘’ ialah orang yang bekerja dengan tangan-nya, dan tiap jual beli yang bersih”. (H.R. Al- Bazzar dan disahkan hakim)
B.    SYARAT DAN RUKUN JUAL BELI
Syarat penjual dan pembeli
a.       Berakal
Firman Allah SWT dalam al- qur’an:
Ÿwur (#qè?÷sè? uä!$ygxÿ¡9$# ãNä3s9ºuqøBr& ÓÉL©9$# Ÿ@yèy_ ª!$# ö/ä3s9 $VJ»uŠÏ% öNèdqè%ãö$#ur $pkŽÏù öNèdqÝ¡ø.$#ur (#qä9qè%ur öNçlm; Zwöqs% $]ùrâ÷ê¨B ÇÎÈ
  Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum Sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan Pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.

b.      Dengan kehendaknya sendiri
Dalam Surah an-Nisaa’ ayat 29 Allah berfirman:
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& šcqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4 Ÿwur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJŠÏmu ÇËÒÈ
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.(an-anisa : 29)

[Keadaannya tidak mubazzir (pemboros) karna harta orang mubazzir (pemboros/bodoh) itu di tangan walinya.
Allah swt berfirman

Janganlah kamu serahkan harta orang- orang orang bodoh iyu kepadanya, yang mana Allah menjadikan kamu pemeliharanya, berilah mereka belanja dari hartanya itu (yang di tanganmu).

c.       Baliq, tidah sah jual beli pada anak- anak.
Adapun anak- anak yang sudah mengerti tetapi belum sampai umur dewasa, menurut pendapat  ulama, bahwa mereka dibolehkan jual beli barang- barang yang kecil- klecil.

Menurut jumhur ulama, rukun jual beli itu ada empat :

1.      Akad (ijab qabul)
Ialah ikatan kata antara penjual dan pembeli. Jual beli belum dikatakan sah sebelum ijab dan qabul dilakukan sebab ijab qabul menunjukkan kerelaan (keridhaan). Ijab qabul boleh dilakukan dengan lisan dan tulisan. Ijab qabul dalam bentuk perkataan dan/atau dalam bentuk perbuatan yaitu saling memberi (penyerahan barang dan penerimaan uang).
2.      ada penjual dan pembeli.
3.      barang yang di jual.
4.      Ada nilai tukar pengganti barang (harga)
Nilai tukar pengganti barang ini yaitu dengan sesuatu yang memenuhi 3 syarat yaitu bisa menyimpan nilai (store of value), bisa menilai atau menghargakan suatu barang (unit of account) dan bisa dijadikan alat tukar (medium of exchange).

C.    JUAL BELI YANG DI LARANG DALAM ISLAM
Berkenaan dengan jual beli yang dilarang dalam Islam, Wahbah al-Zuhaily meringkasnya sebagai berikut :
1.      Terlarang Sebab Ahliah (Ahli Akad)
Mereka yang dipandang tidak sah jual belinya adalah sebagai berikut :
a.   Jual beli dengan orang gila, orang mabuk dan lain- lain.
b.   Jual beli pada anak kecil
jual beli anak kecil (belum mumayyiz) dipandang tidak sah kecuali dalam perkara-perkara ringan dan sepele. Menurut ulama Syafi’iyah, jual beli pada anak mumayyiz yang belum baligh tidak sah sebab tidak ada ahliah.
juga pengamalan atas firman Allah Swt.
   c.   Jual beli orang buta
Jual beli orang buta dikategorikan shahih menurut jumhur jika barang yang dibelinya diberi sifat (diterangkan sifat-sifatnya).
Adapun menurut ulama Syafi’iyah, jual beli orang buta itu tidak sah sebab ia tidak dapat membedakan barang yang jelek dan yang baik.
a.       Jual beli terpaksa
Menurut ulama Hanafiyah, hukum jual beli orang terpaksa seperti jual beli fudhul (jual beli tanpa seizin pemiliknya) yakni ditangguhkan (mauquf).
b.      Jual beli fudhul,
Jual beli fudhul adalah jual beli milik orang tanpa seizin pemiliknya. Menurut ulama Hanafiyah dan Malikiyah, jual beli ditangguhkan sampai ada izin pemiliknya.

c.       Jual beli orang yang terhalang
Maksud terhalang di sini adalah terhalang karena kebodohan, bangkrut ataupun sakit.



d.      Jual beli malja’
Jual beli malaja’  adalah jual beli orang yang sedang dalam bahaya, yakni untuk menghindar dari perbuatan zalim. Jual beli tersebut fasid, menurut ulama Hanafiyah dan batal menurut ulama Hanabilah.
2.      Terlarang Sebab Shighat
a.       Jual beli mu’athah
Adalah jual beli yang telah disepakati oleh pihak akad, berkenaan dengan barang maupun harganya tetapi tidak memakai ijab qabul. Jumhur ulama mengatakan shahih apabila ada ijab dari salah satunya.
Adapun ulama Syafi’iyah (Muhammad asy-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz 2, hal.3) berpendapat bahwa jual beli harus disertai ijab qabul yakni dengan shighat lafazh, tidak cukup dengan isyarat sebab keridhaan sifat itu tersembunyi dan tidak dapat diketahui kecuali dengan ucapan. Mereka hanya membolehkan jual beli dengan isyarat bagi orang yang uzur.
Jual beli mu’athah dipandang tidak sah menurut ulama Hanafiyah tetapi sebagian ulama Syafi’iyah membolehkannya seperti Imam Nawawi. (As-Suyuti, Al-Asbah, hal. 89)
b.      Jual beli melalui surat atau melalui utusan
Disepakati ulama fiqih bahwa jual beli melalui surat atau utusan adalah sah. ad adalah sampainya surat atau utusan dari aqid pertama kepada aqid kedua. Jika qabul melebihi tempat, akad tersebut dipandang tidak sah seperti surat tidak sampai ke tangan yang dimaksud.
c.       Jual beli dengan isyarat atau tulisan
Disepakati keshahihan akad dengan isyarat atau tulisan khususnya bagi yang uzur sebab sama dengan ucapan. Selain itu, isyarat juga menunjukkan apa yang ada dalam hati aqid. Apabila isyarat tidak dapat dipahami dan tulisannya jelek (tidak dapat dibaca), akad tidak sah.
d.      Jual beli barang yang tidak ada di tempat akad
e.       Jual beli tidak bersesuaian antara ijab dan qabulf
f.       Jual beli munjiz
Adalah yang dikaitkan dengan suatu syarat atau ditangguhkan pada waktu yang akan datang. Jual beli ini, dipandang fasid menurut ulama Hanafiyah, dan batal menurut jumhur ulama.
3.      Terlarang Sebab Ma’qud Alaih (Barang Jualan)
Secara umum, ma’qud alaih adalah harta yang dijadikan alat pertukaran oleh orang yang akad, yang biasa disebut mabi’ (barang jualan) dan harga.
Ulama fiqih sepakat bahwa jual beli dianggap sah apabila ma’qud alaih adalah barang yang tetap atau bermanfaat, berbentuk, dapat diserahkan, dapat dilihat oleh orang-orang yang akad, tidak bersangkutan dengan milik orang lain dan tidak ada larangan dari syara’.
Selain itu, ada beberapa masalah yang disepakati oleh sebagian ulama tetapi diperselisihkan oleh ulama lainnya, di antaranya sbb :
a. Jual beli benda yang tidak ada atau dikhawatirkan tidak ada
Jumhur ulama sepakat bahwa jual beli barang yang tidak ada atau dikhawatirkan tidak ada adalah tidak sah.
b. Jual beli barang yang tidak dapat diserahkan
Jual beli barang yang tidak dapat diserahkan, seperti burung yang ada di udara atau ikan yang ada di air tidak berdasarkan ketetapan syara’.
c. Jual beli gharar
Jual beli gharar adalah jual beli barang yang mengandung kesamaran. Hal itu dilarang dalam Islam sebab Rasulullah Saw bersabda, “janganlah kamu membeli ikan dalam air karena jual beli seperti itu termasuk gharar (menipu)”. (HR Ahmad)

Menurut Ibn Jazi al-Maliki, gharar yang dilarag ada 10 macam :
1.      Tidak dapat diserahkan, seperti menjual anak hewan yang masih dalam kandungan  induknya
2.      Tidak diketahui harga dan barang
3.      Tidak diketahui sifat barang atau harga
4.      Tidak diketahui ukuran barang dan harga
5.      Tidak diketahui masa yang akan datang seperti, “Saya jual kepadamu jika fulan datang”.
6.      Menghargakan dua kali pada satu barang
7.      Menjual barang yang diharapkan selamat
8.      Jual beli husha’ misalnya pembeli memegang tongkat, jika tongkat jatuh maka wajib membeli
9.      Jual beli munabadzah yaitu jual beli dengan cara lempar melempari seperti seseorang melempar bajunya, kemudian yang lain pun melembar bajunya maka jadilah jual beli
10.  Jual beli mulasamah apabila mengusap baju atau kain maka wajib membelinya
d. Jual beli barang yang najis dan yang terkena najis
Ulama sepakat tentang larangan jual beli barang yang najis seperti khamr. Akan tetapi mereka berbeda pendapat tentang barang yang terkena najis (al-mutanajis) yang tidak mungkin dihilangkan seperti minyak yang terkena bangkai tikus.
Ulama Hanafiyah membolehkannya untuk barang yang tidak untuk dimakan, sedangkan ulama Malikiyah membolehkannya setelah dibersihkan.
e. Jual beli air
Disepakati bahwa jual beli air yang dimiliki seperti air sumur atau yang disimpan di tempat pemiliknya dibolehkan oleh jumhur ulama empat madzhab. Sebaliknya ulama zhahiriyah melarang secara mutlak..
f. Jual beli barang yang tidak jelas (majhul)
Menurut ulama Hanafiyah, jual beli seperti ini adalah fasad, sedangkan menurut jumhur batal sebab akan mendatangkan pertentangan di antara manusia.
g.      Jual beli barang yang tidak ada di tempat akad (ghaib), tidak dapat dilihati
h.      Jual beli buah-buahan atau tumbuhan
Apabila belum terdapat buah, disepakati tidak ada akad. Setelah ada buah tetapi belum matang, akadnya fasid menurut ulama Hanafiyah dan batal menurut jumhur ulama. Adapun jika buah-buahan atau tumbuhan itu telah matang, akadnya dibolehkan.
4. Terlarang Sebab Syara’
Ulama sepakat membolehkan jual beli yang memenuhi persyaratan dan rukunnya. Namun demikian, ada beberapa masalah yang diperselisihkan di antara para ulama, di antaranya berikut ini :
a. Jual beli riba
Riba nasiah dan riba fadhl adalah fasid menurut ulama Hanafiyah tetapi batal menurut jumhur ulama.
b. Jual beli dengan uang dari barang yang diharamkan
Menurut ulama Hanafiyah termasuk fasid (rusak) dan terjadi akad atas nilainya, sedangkan menurut jumhur ulama adalah batal sebab ada nash yang jelas dari hadits Bukhari dan Muslim bahwa Rasulullah Saw mengharamkan jual beli khamr, bangkai, anjing dan patung.
c. Jual beli barang dari hasil pencegatan barang
Yakni mencegat pedagang dalam perjalanannya menuju tempat yang dituju (pasar) sehingga orang yang mencegatnya akan mendapat keuntungan. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa hal itu makruh tahrim.
Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat, pembeli boleh khiyar. Ulama Malikiyah berpendapat bahwa jual beli seperti itu termasuk fasid.
d. Jual beli waktu adzan Jum’at dan waktu sahlat
Allah berfirman :
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) šÏŠqçR Ío4qn=¢Á=Ï9 `ÏB ÏQöqtƒ ÏpyèßJàfø9$# (#öqyèó$$sù 4n<Î) ̍ø.ÏŒ «!$# (#râsŒur yìøt7ø9$# 4 öNä3Ï9ºsŒ ׎öyz öNä3©9 bÎ) óOçGYä. tbqßJn=÷ès? ÇÒÈ #sŒÎ*sù ÏMuŠÅÒè% äo4qn=¢Á9$# (#rãÏ±tFR$$sù Îû ÇÚöF{$# (#qäótGö/$#ur `ÏB È@ôÒsù «!$# (#rãä.øŒ$#ur ©!$# #ZŽÏWx. ö/ä3¯=yè©9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÊÉÈ
“ Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu Mengetahui. Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”.(al-jumu’ah : 9-10).
e. Jual beli anggur untuk dijadikan khamr
Menurut ulama Hanafiyah dan Syafi’iyah zhahirnya shahih tetapi makruh. Sedangkan menurut ulama Malikiyah dan Hanabilah adalah batal. Allah swt berfirman :
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تُحِلُّواْ شَعَـٰٓٮِٕرَ ٱللَّهِ وَلَا ٱلشَّہۡرَ ٱلۡحَرَامَ وَلَا ٱلۡهَدۡىَ وَلَا ٱلۡقَلَـٰٓٮِٕدَ وَلَآ ءَآمِّينَ ٱلۡبَيۡتَ ٱلۡحَرَامَ يَبۡتَغُونَ فَضۡلاً۬ مِّن رَّبِّہِمۡ وَرِضۡوَٲنً۬ا‌ۚ وَإِذَا حَلَلۡتُمۡ فَٱصۡطَادُواْ‌ۚ وَلَا يَجۡرِمَنَّكُمۡ شَنَـَٔانُ قَوۡمٍ أَن صَدُّوڪُمۡ عَنِ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ أَن تَعۡتَدُواْ‌ۘ وَتَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡبِرِّ وَٱلتَّقۡوَىٰ‌ۖ وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٲنِ‌ۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ‌ۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ (٢)

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah[389], dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.
f. Jual beli induk tanpa anaknya yang masih kecil
Hal itu dilarang sampai anaknya besar dan dapat mandiri.
g. Jual beli barang yang sedang dibeli oleh orang lain
Seseorang telah sepakat akan membeli suatu barang, namun masih dalam khiyar, kemudian datang orang lain yang menyuruh untuk membatalkannya sebab ia akan membelinya dengan harga yang tinggi.
h. Jual beli memakai syarat
Menurut ulama Hanafiyah, sah jika syarat tersebut baik, seperti, “Saya akan membeli baju ini dengan syarat bagian yang rusak dijahit dulu”.
Begitu pula menurut ulama Malikiyah membolehkannya jika bermanfaat. Menurut ulama Syafi’iyah dibolehkan jika syarat maslahat bagi salah satu pihak yang melangsungkan akad, sedangkan menurut ulama Hanabilah, tidak dibolehkan jika hanya bermanfaat bagi salah satu yang akad.
D.MACAM-MACAM JUAL BELI
1. Ditinjau dari pertukaran (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa adillatuhu, 4/595-596)
a.       Jual beli salam (pesanan)
Jual beli salam adalah jual beli melalui pesanan yakni jual beli dengan cara menyerahkan uang muka terlebih dahulu kemudian barang diantar belakangan.
b.      Jual beli muqayyadah (barter)
Jual beli muqayyadah adalah jual beli dengan cara menukar barang dengan barang seperti menukar baju dengan sepatu.
c.       Jual beli muthlaq
Jual beli muthlaq adalah jual beli barang dengan sesuatu yang telah disepakati sebagai alat tukar.
d.      Jual beli alat tukar dengan alat tukar
Jual beli alat tukar dengan alat tukar adalah jual beli barang yang biasa dipakai sebagai alat tukar dengan alat tukar lainnya seperti dinar dengan dirham.
2. Ditinjau dari hukum
a.       Jual beli Sah (halal)
Jual beli sah atau shahih adalah jual beli yang memenuhi ketentuan syariat. Hukumnya, sesuatu yang diperjualbelikan menjadi milik yang melakukan akad.
b.      Jual beli fasid (rusak)
Jual beli fasid adalah jual beli yang sesuai dengan ketentuan syariat pada asalnya tetapi tidak sesuai dengan syariat pada sifatnya, seperti jual beli yang dilakukan oleh orang yang mumayyiz tetapi bodoh sehingga menimbulkan pertentangan.
Menurut jumhur ulama fasid (rusak) dan batal (haram) memiliki arti yang sama. Adapun menurut ulama Hanafiyah membagi hukum dan sifat jual beli menjadi sah, batal dan fasid (rusak). (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa adillatuhu, 4/425)
Perbedaan pendapat antara jumhur ulama dan ulama hanafiyah berpangkal pada jual beli atau akad yang tidak memenuhi ketentuan syara’ bedasarkan hadits Rasul.
Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang berbuat suatu amal yang tidak kami perintahkan maka tertolak. Begitu pula barangsiapa yang memasukkan suatu perbuatan kepada agama kita, maka tertolak. (HR Muslim)
Berdasarkan hadits di atas, jumhur ulama berpendapat bahwa akad atau jual beli yang keluar dari ketentuan syara’ harus ditolak atau tidak dianggap, baik dalam hal muamalat maupun ibadah.
Adapun menurut ulama Hanafiyah, dalam masalah muamalah terkadang ada suatu kemaslahatan yang tidak ada ketentuannya dari syara’ sehingga tidak sesuai atau ada kekurangan dengan ketentuan syariat. Akad seperti ini adalah rusak tetapi tidak batal. Dengan kata lain, ada akad yang batal saja dan ada pula yang rusak saja.
c.       Jual beli batal (haram)
Jual beli yang dilarang dan batal hukumnya adalah sebagai berikut :
1.Jual beli yang menjerumuskan ke dalam riba
·         Jual beli dengan cara ‘Inah dan Tawarruq
Rafi’ berkata, “Jual beli secara ‘inah berarti seseorang menjual barang kepada orang lain dengan pembayaran bertempo, lalu barang itu diserahkan kepada pembeli, kemudian penjual itu membeli kembali barangnya sebelum uangnya lunas dengan harga lebih rendah dari harga pertama.
Tawarruq artinya daun. Dalam hal ini adalah memperbanyak harta. Jadi, tawarruq diartikan sebagai kegiatan memperbanyak uang.
Contohnya adalah apabila orang yang membeli barang kemudian menjualnya kembali dengan maksud memperbanyak harta bukan karena ingin mendapatkan manfaat dari produknya. Barang yang diperdagangkannya hanyalah sebagai perantara bukan menjadi tujuan.
·         Jual beli sistem salam (ijon)
Bedanya dengan kredit, kalau salam, barangnya yang diakhirkan, uangnya di depan.
·         Jual beli dengan menggabungkan dua penjualan (akad) dalam dan satu transaksi
Contohnya penjual berkata, “aku menjual barang ini kepadamu seharga 10 dinar dengan tunai atau 20 dinar secara kredit”.
·         Jual beli secara paksa
Jual beli dengan paksaan dapat terjadi dengan 2 bentuk :
a.       Ketika akad, yaitu adanya paksaan untuk melakukan akad. Jual beli ini adalah rusak dan dianggap tidak sah
b.      Karena dililit utang atau beban yang berat sehingga menjual apa saja yang dimiliki dengan harga rendah
·         Jual beli sesuatu yang tidak dimiliki dan menjual sesuatu yang sudah dibeli dan belum diterima
Syarat sahnya jual beli adalah adanya penerimaan, maksudnya pembeli harus benar-benar menerima barang yang akan dibeli. Sebelum dia menerima barang tersebut maka tidak boleh dijual lagi.


2.Jual beli yang dilarang dalam Islam
Ø  Jual beli yang dapat menjauhkan dari ibadah
Maksudnya adalah ketika waktunya ibadah, pedagang malah menyibukkan diri dengan jual belinya sehingga mengakhirkan shalat berjamaah di masjid.Dia kehilangan waktu shalat atau sengaja mengakhirkannya, maka jual beli yang dilakukannya haram (dilarang).
Ø  Menjual barang-barang yang diharamkan
Ø  Barang yang diharamkan Allah Swt maka diharamkan pula jual beli barang tersebut.
Ø  Menjual sesuatu yang tidak dimiliki
Misal ada seorang pembeli mendatangi seorang pedagang untuk membeli barang dagangan tertentu darinya sementara barang tersebut tidak ada pada pedagang tersebut.
Kemudian keduanya melakukan akad dan memperkirakan harganya, baik dengan pembayaran tunai ataupun tempo dan barang tersebut masih belum ada pada pedagang itu.Selanjutnya pedagang itu membeli barang yang diinginkan pembeli di tempat lain lalu menyerahkannya kepada pembeli itu setelah keduanya ada kesepakatan harga dan cara pembayarannya baik secara tunai atau tempo.

Ø  Jual beli ‘inah
Adalah apabila seseorang menjual suatu barang dagangan kepada orang lain dengan pembayaran tempo (kredit) kemudian orang itu (si penjual) membeli kembali barang itu secara tunai dengan harga lebih rendah.
Ø  Jual beli najasy
Adalah menawar suatu barang dagangan dengan menambah harga secara terbuka, ketika datang seorang pembeli dia menawar lebih tinggi barang itu padahal dia tidak akan membelinya.
Melakukan penjualan atas penjualan orang lain
Misal ada seseorang mendatangi seorang pedagang untuk membeli suatu barang dengan khiyar (untuk memilih, membatalkan atau meneruskan akad) selama 2 hari, 3 hari atau lebih.Maka tidak dibolehkan kepada pedagang lain untuk mendatangi atau menawarkan kepada pembeli dengan berkata, “Tinggalkanlah barang yang sedang engkau beli dan saya akan memberikan kepadamu barang yang sama yang lebih bagus dengan harga lebih murah”.
Ø  Jual beli secara gharar (penipuan)
Adalah apabila seorang penjual menipu saudara semuslim dengan cara menjual kepadanya barang dagangan yang di dalamnya terdapat cacat. Penjual itu mengetahui adanya cacat tetapi tidak memberitahukannya kepada pembeli.
3. Ditinjau dari benda (objek), jual beli dibagi menjadi 3 macam (Kifayatul Akhyar, Imam Taqiyuddin, hal. 329) :
a. Bendanya kelihatan
Ialah pada waktu melakukan akad jual beli, barang yang diperjualbelikan ada di depan penjual dan pembeli. Contoh : membeli beras di toko atau pasar.
b. Sifat-sifat bendanya disebutkan dalam janji

Ialah jual beli salam (pesanan). Salam adalah jual beli yang tidak tunai. Salam mempunyai arti meminjamkan barang atau sesuatu yang seimbang dengan harga tertentu.
Maksudnya ialah perjanjian yang penyerahan barang-barangnya ditangguhkan hingga masa tertentu, sebagai imbalan harga yang telah ditetapkan ketika akad.
c. Bendanya tidak ada
Jual beli benda yang tidak ada serta tidak dapat dilihat ialah jual beli yang dilarang dalam Islam karena bisa menimbulkan kerugian salah satu pihak.
Contoh, penjualan bawang merah dan wortel serta yang lainnya yang berada di dalam tanah adalah batal sebab hal tersebut merupakan perbuatan gharar.
“Sesungguhnya Nabi Saw melarang penjualan anggur sebelum hitam dan dilarang penjualan biji-bijian sebelum mengeras.
4. Ditinjau dari subjek (pelaku)
a.       Dengan lisan
b.      Dengan perantara
Penyampaian akad jual beli melalui wakalah (utusan), perantara, tulisan atau surat menyurat sama halnya dengan ucapan. Penjual dan pembeli tidak berhadapan dalam satu majlis akad.
c.       Dengan perbuatan (saling memberikan) atau dikenal dengan istilah mu’athah yaitu mengambil dan memberikan barang tanpa ijab qabul secara lisan.
5. Ditinjau dari harga
ü  Jual beli yang menguntungkan (al-murabahah)
ü  Jual beli yang tidak menguntungkan yaitu menjual dengan harga aslinya (at-tauliyah)
ü  jual beli rugi (al-khasarah)
ü  Jual beli al-musawah yaitu penjual menyembunyikan harga aslinya tetapi kedua orang yang akad saling meridhai.
ü  Ditinjau dari pembayaran
1.      Al-Murabahah (Jual beli dengan pembayaran di muka)
2.      Bai’ as-Salam (Jual beli dengan pembayaran tangguh)
3.      Bai’ al-Istishna (Jual beli berdasarkan Pesanan)










BAB III
PENUTUP
 Simpulan
Jual beli dalam bahasa Arab terdiri dari dua kata yang mengandung makna berlawanan yaitu Al Bai’ yang artinya jual dan Asy Syira’a yang artinya Beli. Menurut istilah hukum Syara, jual beli adalah penukaran harta (dalam pengertian luas) atas dasar saling rela atau tukar menukar suatu benda (barang) yang dilakukan antara dua pihak dengan kesepakatan (akad) tertentu atas dasar suka sama suka (lihat QS Az Zumar : 39, At Taubah : 103, hud : 93). Orang yang terjun dalam bidang usaha jual beli harus mengetahui hukum jual beli agar dalam jual beli tersebut tidak ada yang dirugikan, baik dari pihak penjual maupun pihak pembeli. Jual beli hukumnya mubah. Artinya, hal tersebut diperbolehkan sepanjang suka sama suka. Kata riba (ar riba) menurut bahasa yaitu tambahan (az ziyadah) atau kelebihan. Riba menurut istilah syarak ialah suatu akad perjanjian yang terjadi dalam tukar menukar suatu barang yang tidak diketahui syaraknya. Atau dalam tukar menukar itu disyaratkan menerima salah satu dari dua barang apabila terlambat. Riba dapat terjadi pada hutang piutang, pinjaman, gadai, atau sewa menyewa. Contohnya, Fauzi meminjam uang sebesar Rp 10.000 pada hari senin. Disepakati dalam setiap satu hari keterlambatan, Fauzi harus mengembalikan uang tersebut dengan tambahan 2 %. Jadi hari berikutnya Fauzi harus mengembalikan hutangnya menjadi Rp 10.200. Kelebihan atau tambahan ini disebut dengan riba.









DAFTAR PUSTAKA
Haroen Nasrun,2007, Fiqh Muamalah, Gaya Media Pratama, Jakarta
Rasyid Sulaiman, 2010, Fiqih Islam,Sinar Baru Algensindo, Bandung
Yunus Mahmud, Naimi Nadlrah, 2011, Fiqih Muamalah, Ratu Jaya, Medan
Syafe’i Rachmat, 2006, Fiqih Muamalah untuk UIN, STAIN, PTAIS, Dan Umum, Pustaka Setia, Bandung
Imran Ali, 2011, Fikih, Taharah, Ibadah, Muamalah, CV. Media  Perintis, Bandung
Moh, Rifa’i, 1978, Ilmu Fiqih Islam Lengkap,CV. Toha Putra, Semarang
Moh. Rifa’i, dkk, 1978, Terjemah Khulashah Kifayatul Akhyar, CV. Toha Putra Semarang
















|
This entry was posted on 05.56 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: