PEMBAHASAN
A. Pengertian
Zakat
Kalimat
“Zakat” merupakan mashdar dari “zaka”. Secara etimologi berarti berkah, tumbuh,
bersih, suci, dan baik. Sesuatu dikatakan “zaka” jika dia tumbuh dan
berkembang. Bagi orang yang mengeluarkan zakat, hati dan jiwanya akan menjadi
bersih. Selain hati dan jiwanya bersih, kekayaan dan hartanya juga akan menjadi
bersih.[1]
Zakat
menurut bahasa ialah “membersihkan” atau “tumbuh”, sedangkan menurut syara’
ialah “nama bagi ukuran yang dikeluarkan dari harta atau badan menurut peraturan
yang akan datang.” Zakat ialah nama atau sebutan dari suatu hak Allah yang
dikeluarkan seseorang kepada fakir miskin. Dinamakan zakat karena di dalamnya
terkandung harapan untuk beroleh berkat, membersihkan jiwa dan memupuknya
dengan berbagai kebaikan. Kata-kata zakat itu, arti aslinya adalah tumbuh, suci
dan berkah.[2]
Seseorang
yang mengeluarkan zakat,berarti ia telah mengeluarkan zakat, berarti dia telah
membersihkan diri, jiwa dan hartanya. Dia telah membersihkan jiwanya dari
penyakit kikir (bakhil) dan membersihkan hartanya dari hak orang lain yang ada
dalam hartanya itu. Orang yang berhak menerimanya pun akan bersih jiwanya dari
penyakit dengki, iri hati terhadap orang yang mempunyai harta. Sehingga tidak
terjadi permusuhan antara mustahik
dan muzakki.
Dari
pengertian diatas terkandung makna bahwa zakat memiliki dua dimensi yaitu
dimensi ibadah yang dilaksanakan dengan perantaraan harta benda dalam rangka
mematuhi perintah Allah SWT dan mengharap pahala dari-Nya, dan dimensi sosial
yang dilaksanakan atas dasar kemanusiaan.[3]
Zakat
dimaksudkan untuk membersihkan harta benda milik orang lain, yang dengan
sengaja atau tidak sengaja, telah termasuk ke dalam harta benda kita. Dalam
mengumpulkan harta benda, seringkali hak orang lain termasuk ke dalam harta benda
yang di peroleh karena persaingan yang tidak sehat. Sehingga untuk membersihkan
harta dari kemungkinan adanya hak-hak orang lain, maka zakat wajib dikeluarkan.[4]
B. Dasar
Hukum Kewajiban Zakat
Zakat
merupakan salah satu dari rukun Islam yang lima. Zakat diwajibkan pada tahun
kedua hijrah sesudah diwajibkan puasa ramadhan. Di dalam al-Qur’an terdapat 32
buah kata zakat, bahkan sebanyak 82 kali diulang sebutannya dengan memakai
kata-kata yang sinonim dengannya, yaitu sedekah dan infak. Pengulangan kata tersebut
mengandung maksud bahwa zakat mempunyai kedudukan, fungsi dan peranan yang
sangat penting. Dari 32 kata zakat yang terdapat di dalam al-Qur’an, 29 di
antaranya bergandengan dengan kata shalat. Hal ini menunjukkan bahwa antara
shalat zakat mempunyai hubungan yang sangat erat. Hubungan yang menandakan
keberimanan seseorang. Orang yang sudah mengikrarkan syahadat wajib menegakkan
shalat dan membayar zakat. Shalat dikatakan sebagai tiang agama, dan zakat
dikatakan sebagai tiang masyarakat.[5]
Kewajiban
zakat ditujukan kepada setiap orang muslim walaupun belum mukallaf (dewasa)
karena anak kecil yang memperoleh harta yang jumlahnya banyak, pengurusan
hartanya dilakukan oleh walinya termasuk zakatnya, demikian dengan zakat
fitrah, anak yang masih dalam kandungan pun terkena kewajiban berzakat fitrah,
kecuali bagi orang kafir tidak ada kewajiban mengeluarkan zakat.
Kewajiban
berzakat menurut al-Qur’an dan hadis ditujukan kepada setiap orang muslim yang
merdeka, yang kemudian disebut dengan muzakki, yakni orang yang wajib berzakat.
Tentu yang dimaksudkan adalah orang yang memiliki harta yang jumlahnya banyak,
yang hartanya diperoleh dengan berbagai cara, sebagaimana diuraikan di atas.
Ada harta yang diperoleh dari pertanian, perkebunan, perdagngan, harta benda
berupa emas, perak, harta karun, dan dari hasil usaha lainnya yang telah
mencapai nishab.
Jika
ada orang yang memiliki harta dan mencapai nishab, tetapi utangnya sangat
banyak, orang tersebut tidak diwajibkan berzakat, karena menurut hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Bukhari, “tidak ada kewajiban zakat,
kecuali bagi yang kaya, zakat itu diambil dari yang kaya dan diserahkan kepada
yang fakir dan miskin.[6]
C. Syarat
Wajib Zakat
Syarat
wajib zakat dapat diuraikan sebagai berikut:[7]
a) Merdeka
Yang
dimaksud dengan merdeka adalah orang yang bebas dari perbudakan atau disebut
juga dengan hamba sahaya. Hamba sahaya tidak wajib mengeluarkan zakat, karena
mereka memang tidak memiliki apa-apa. Kecuali hanya zakat fitrah, kepada hamba
tetap diwajibkan, sedangkan yang wajib mengeluarkan zakat fitrah tersebut
adalah tuannya. Walaupun kenyataannya di masa sekarang ini persoalan hamba
sahaya sudah tidak ada lagi, namun ketentuan syarat merdeka harus dicantumkan
sebagai salah satu syarat wajib mengeluarkan zakat, karena persoalan hamba
sahaya ini merupakan salah satu syarat yang tetap ada.
b) Islam
Zakat
hanya diwajibkan kepada orang Islam saja. Orang kafir atau yang bukan Islam
walaupun memiliki harta kekayaan banyak tidak wajib mengeluarkan zakat. Dalam
konteks sebagai warganegara, kepada mereka dituntut untuk membayar kewajiban
seperti pajak, dan berbagai kewajiban yang lain.
c) Berakal
Syarat
berakal atau mukallaf bagi yang membayar zakat diperselisihkan oleh para ulama.
As-Subki dalam ad-Dien al-Khaalish sebagaimana dikutip Muhammad Abdul Aziz
al-Halawi mengemukakan, “sesungguhnya jumhur ulama mengatakan, bahwa wali
(orang yang bertanggung jawab mengurusi masalah) anak atau orang yang mukallaf
wajib mengeluarkan zakat harta yang kekayaan anak atau orang yang dibawah
tanggung jawabnya. Sebab, zakat adalah bertujuan untuk mencari pahala dan juga
membantu meringankan beban orang miskin. Dan wajib memberikan ganti rugi yang
diambilkan dari hartanya sendiri, apabila ia terbukti merusak hak milik orang
lain. Sehingga dengan demikian hartanya juga wajib dikeluarkan zakatnya.
Sementara
itu para mazhab Hanafi berpendapat bahwa harta orang yang tidak mukallaf tidak
harus dikeluarkan zakatnya, sebab syarat wajib selain zakat fitrah dan hasil
pertanian adalah taklif (beban melaksanakan syariat), yang disebabkan ia telah
mencapai usia baligh dan berakal sehat. Oleh karena itu, zakat tidak diwajibkan
kepada anak kecil dan orang gila, demikian pula orang yang bertanggung jawab
mengurusi masalah mereka tidak diwajibkan mengeluarkan zakat harta mereka,
karena masalah ini adalah ibadat mahdhah (ibadat murni), di mana keduanya tidak
termasuk orang yang diperintah melakukannya. Dengan demikian baik anak kecil
maupun orang gila tidak diwajibkan mengeluarkan zakat, karena mereka belum
berakal dan tidak berakal.
Sedang
menurut mayoritas ulama, keduanya (baligh, dan berakal) dipandang bukan sebagai
syarat. Oleh sebab itu zakat wajib dikeluarkan dari harta anak kecil dan orang
gila. Namu orang yang wajib mengeluarkan zakatnya adalah walinya.
d) Nishab
Harta
yang wajib dizakati sudah mencapai ukuran satu nishab. Nishab adalah batas
minimal harta yang wajib dikeluarkan zakatnya. Kebanyakan standar zakat harta
menggunakan nilai harga emas seberat 94 gram. Nilai emas dijadikan ukuran
nishab untuk menghitung zakat uang simpanan, saham, uang dan pensiun,
perdagangan dan lain-lain.
e) Kepemilikan
Penuh
Harta
yang dizakati harus milik sepenuhnya dari orang yang membayar zakat, berada
dalam kontrol dan kekuasaannya secara penuh, dan dapat diambil manfaatnya
secara penuh.
Harta
tersebut didapatkan melalui proses pemilikan yang dibenarkan menurut syariat
Islam, seperti: usaha, warisan, pemberian negara atau orang lain dengan
cara-cara yang sah. Sedangkan apabila harta tersebut diperoleh dengan cara yang
haram, maka zakat atas harta tersebut tidaklah wajib, sebab harta tersebut
harus dibebaskan dari statusnya dengan cara mengembalikannya kepada yang berhak
atau ahli warisnya.
Bagi
harta yang bekerjasama antara orang Islam dengan yang bukan beragama Islam,
maka hanya harta orang Islam saja yang dikeluarkan zakatnya. Sedangkan jika
harta itu belum dimiliki secara sempurna, belum dimiliki sebenarnya atau bukan
milik penuh, tidak wajib dikeluarkan zakatnya.
f) Haul
Haul
maksudnya harta tersebut dimiliki genap satu tahun. Artinya, harta yang wajib
dizakati itu telah berada ditangan pemiliknya selama 12 bulan qamariyah. Pada
dasarnya seluruh harta kekayaan disyaratkan zakatnya setelah mencapai haul,
kecuali beberapa jenis harta seperti hasil pertanian, harta temuan, dan hasil
profesi tidak disyaratkan harus mencapai haul.
Ketentuan
tentang haul ini dihitung sejak permulaan sempurnanya nisab dan tetap utuh
sampai akhir tahun, ,eski mungkin pada pertengahan tahun sempat berkurang. Jika
pada akhir tahun, jumlah tersebut berkurang dan tidak mencapai nisab lagi, maka
si pemilik tidak wajib menzakatinya. Ketentuan kepemilikan nisab secara utuh
hingga akhir tahun ini dimaksudkan demi menghindari pengulangan dalam
pembayaran zakat, dan ini berarti bahwa tidak terjadi misalnya jika kita
mengeluarkan zakat untuk satu jenis kekayaan wajib zakat, kemudian beberapa
bulan selanjutnya mengeluarkan zakat lagi.
D. Hikmah
dan Tujuan Zakat
Di
antara hikmah diwajibkannya zakat adalah sebagai berikut:[8]
1) Mendidik
agar manusia berakhlak mulia sebagaimana yang dikehendaki oleh Islam.
2) Mewujudkan
semangat persaudaraan yang kuat di kalangan umat Islam.
3) Melahirkan
masyarakat Islam yang aman dan tenteram.
4) Memajukan
masyarakat dalam bidang ekonomi, sosial, dan pendidikan.
5) Melahirkan
masyarakat yang tidak hanya mementingkan diri sendiri, sebaliknya mengamalkan
sikap tolong-menolong untuk kebaikan bersama
Tujuan
zakat dapat ditinjau dari beberapa aspek sebagai berikut:[9]
1) Hubungan
manusia dengan Allah
Zakat
sebagai sarana beribadah kepada Allah sebagaimana halnya sarana-sarana lain
adalah berfungsi mendekatkan diri kepada Allah. Makin taat manusia menjalankan
perintah dan meninggalkan larangan Allah, maka ia makin dekat dengan Allah.
2) Hubungan
manusia dengan dirinya
Zakat
merupakan salah satu cara memberantas pandangan hidup yang materialistis.
Dengan melaksanakan dan menunaikan zakat, manusia dididik untuk melepaskan
sebagian benda yang dimilikinya, dan secara pelan-pelan menghilangkan pandangan
hidup yang menjadikan materi sebagai tujuan hidup. Dengan demikian zakat mempunyai
peranan menjaga manusia dari hal kerusakan jiwa. Zakat membawa pada kesucian
diri bagi orang yang secara ikhlas melaksanakannya. Artinya suci dari sifat
kikir, rakus, tamak dan sebagainya. Zakat berfungsi mensucikan jiwa pemiliknya.
3) Hubungan
manusia dengan masyarakat
Zakat
mampu berperan dan dapat mengecilkan jurang perbedaan ekonomi antara si kaya
dengan si miskin. Sebagian harta dan kekayaan golongan kaya akan mengalir
membantu dan menumbuhkan kehidupan ekonomi golongan yang miskin, sehingga
golongan miskin dapat berubah menjadi lebih baik keadaan ekonominya. Akhirnya
dengan dorongan zakat, jurang perbedaan ekonomi antara yang kaya dengan yang
miskin makin berkurang dan pergaulan mereka dalam masyarakat bertambah baik,
karena di antara mereka tumbuh rasa persaudaraan dan saling bantu membantu.
Secara berangsur-angsur yang disebut golongan fakir miskin dan orang tidak
berpunya tidak akan ada lagi dalam masyarakat dan yang ada adalah masyarakat
adil dan makmur yang merata, hidup dalam suasana damai dan tenteram dan
berkecukupan.
4) Hubungan
manusia dengan harta benda
Islam
mengajarkan kepada manusia bahwa harta kekayaan itu statusnya bukan hak milik
mutlak dari orang yang memilikinya, tapi merupak amanat Allah yang ditipkan
kepada manusia untuk mengelolanya, untuk diambil manfaatnya, oleh yang memiliki
dan oleh masyarakat seluruhnya. Harta kekayaan itu menurut islam mempunyai
fungsi sosial untuk kepentingan masyarakat, kepentingan umum, dan kepentingan
perjuangan agama, di samping fungisnya untuk memenuhi kepentingan pribadi. Hak
milik mutlak hanya di tangan Allah, manusia hanya mempunyai hak pakai atau hak
guna sejauh tidak bertentangan dengan kepentingan yang bersifat umum, seperti
untuk masyarakat banyak, fakir miskin, perjuangan agama atau fi sabilillah.
Zakat
merupakan sarana pendidikan bagi manusia bahwa harta benda atau materi itu
bukanlah tujuan hidup dan bukan hak milik mutlak dari manusia yang memilikinya,
tapi merupakan titipan Allah yang harus dipergunakan sebagai alat untuk
mengabdikan diri kepada Allah dan sebagai alat bagi manusia untuk menjalankan
perintah agama di dalam segala aspeknya.
E. Macam-macam
Zakat
Secara
garis besar, zakat dapat dibagi menjadi dua macam:[10]
1.
Zakat jiwa (zakat nafs), yang di
tengah-tengah masyarakat lebih dikenal dengan zakat fitrah, yaitu zakat yang
dikeluarkan oleh setiap muslim di bulan ramadhan sampai menjelang pelaksanaan
shalat idul fitri.
2.
Zakat harta (zakat maal), seperti zakat
emas dan perak, perdagangan, peternakan, pertanian, pertambangan dan harta
temuan.
Adapun
berbagai jenis harta yang wajib dizakati, terutama yang dinyatakan secara
khusus dalam nash baik al-Qur’an dan hadis adalah sebagai berikut:
a.
Zakat Maal
Yang
dimaksud dengan maal atau harta adalah segala sesuatu yang diinginkan oleh
manusia untuk memilikinya, memanfaatkan dan menyimpannya, seperti rumah, mobil,
ternak, hasil pertanian, uang, emas, dan segala macam perhiasan.
[1] Abdul
Hamid, Fikih Zakat, Rejang Lebong:
LP2 STAIN Curup, 2012, hlm.4
[2] Abdul
Hamid dan Beni Ahmad Saebani, Fiqh Ibadah, CV Pustaka Setia, Bandung: 2009,
hlm.206
[3] Abdul
Hamid, Fikih Ibadah, Rejang Lebong: LP2
STAIN Curup, 2011, hlm.129-130
[4] Abdul
Hamid, Ibid., hlm. 4-5
[5] Ibid.,
hlm. 5-6
[6] Abdul
Hamid dan Beni Ahmad Saebani, Ibid., hlm.218
[7] Abdul
Hamid, Fikih Zakat, op.cit., hlm. 11-21
[8] Ibid, Fikih Zakat, hlm. 24
[9] Abdul
Hamid, Ibid, hlm.134-135
[10] Ibid,
hlm. 51
0 komentar: