•06.36
Book Review
Pengantar metodologi ekonomi islam:
Dari mazhab baqir as-sadr hingga mazhab mainstream
DI
SUSUN OLEH :
Nia Sapitri (13631056)
DOSEN
PEMBIMBING
Muhammad Shalihin, SEI, M.
SI
JURUSAN
SYARIAH
PRODI
EPI III
B
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
CURUP
2014
Judul : Pengantar
metodologi Ekonomi Islam
Dari Mazhab Baqir
as-Sadr hingga Mazhab Maenstream
Penerbit : Ombak
Tahun terbit: 2013
Isi
:
Bagian Satu:
Baqir
as-sadr dan Subjektivisme Transendental
Melihat
potretnya akan menginhatkan kita pada citra para imam karismatik syiah. Serban
hitam dan gamis putih dengan lapisan hitamkhas selalu menghiasi tubuh laki-laki
ini.jenggotnya yang setengah putih memancarkan karisma kendati ia lebih dikenal
sebagai seorang filosof dari pada seorang imam.
Memahami
seorang Muhammad Baqir as-sadr tidak bisa secara tunggal (hanya melihatnya
sebagai seorang pribadi). Akan tetapi, konstruksi sosio-historis yang
melingkarinya juga layak diperhatikan untuk mengetahui dan memahamiMuhammad
Baqir as-Sadr sebagai seorang pribadi sekaligus seorang filsuf.
Mengapa
dikatakan zaman edan? Situasi di irak ketika Muhammad Baqir as-sadr aktif
mengorganisasi gerakan islam syiah dan memproduksi gagasan mengingatkan kita
pada situasi indonesia di era keruntuhan Orde Baru. Richardb lioyd Parry
menyebut situasi ini dengan “zaman Edan”. Mengapa? Istilah zaman edan. Seperti
yang digunakan oleh Richard Lioyd Parry,
sejatinya diinspirasi dari syair Raden Ngabehi Ranggawarsita. Syair ini
berjudul “ syair Zaman Edan”.
Eknonmi
dalam makna sebagai sebuah proses membangun pemikiran ekonomi dan mengembangkan
ilmu ekonomi sebagai disiplin profesional tidak lain adalah artefak dan
dikontruksi secara sosial. Bagaimana dengan ekonomi islam dan bagaimana
Muhammad Baqir as-sadr menilai kecendrungan ini?
Ekonomi
islam dalam istilah umum yang diajukan ekonomi muslim tidak mengenal adanya
konsepsi “utilitas maksimum”. Hal ini berarti
bahwa islam tidak pernah mengajarkan pemeluknya untuk berlomba-lomba dan
menjatuhkan diri pada hyperconsumtion.
Tidak berlebih-lebihan (mubazir), meletakkan etika konsumsi sebagai bagian utama, dan
membayarkan hak orang lain atas makanan yang dimiliki (Q.s.6: 141) adalah
panduan yang harus dikenal dan dihayati oleh seorang muslim.
Dinilai
oleh Chamid (2010), penggunaan istilah iqtishad oleh Muhammad Baqir as-sadr bukan tanpa
dasar. Ada argumentasi yang mendasari istilah ini muncul dan menguat dalam
spektrum pemikiran ekonomi Muhammad Baqir as-sadr. Istilah iqtishad, tulis
Chamid (2010), tidaklah sama dengan pengertian ekonomi dan bukan sekedar
terjemahan kata ekonomi dalam bahasa arab. Karen adanya krisis genetik ekonomi
yang kemudian memicu pandangan negatif Muhammad Baqir as-sadr terhadap istilah
istilah ekonomi akhirnya ia pun tidak mau menggunakan ekonomi islam sebagai
istilah yang ia pakai menjelaskan pemikiran ekonominya. Pada ujungnya, Muhammad
Baqir as-sadr dengan kokoh dan percaya diri mengajukan istilah iqtishad untuk
semua pemikiran ekonominya.
Muhammad
Baqir as-sadr menulis “dunia islam yang
secara ekonomi digolongkan sebagai kumpulan negara miskin memulai kehidupannya
dengan peradaban Barat dan melihat problem dirinya sebagai problem
ketertinggalan ekonomi di belakang negara-neegara maju yang kemajuan ekonominya
telah memberi mereka tongkat kepemimpinan dunia.”
Doktrin
ekonomi kapitalisme dan soosialisme yang melahirkan ilmu ekonomi spesifik tidak
bisa dipastikan begitu saja untuk sebuah sistem global dan diadopsi secara
masif di berbagai negara. Pilihan terhadap satu ilmu ekonomi, tulis Muhammad
Baqir as-sadr, tidak seharusnya sewenang-wenang. Pilihan itu mengandai adanya
landasan gagasan dan konsep-konsep khas dengan karakteristik moral dan
keilmuan. Ilmu ekonomi yang bersumber dari kawah ideologi, baik kapitalisme
ataupun sosialisme, memuat “kontradiksi” yang permanen. Karenanya, mannan
(1997) menilai, “sejarah peradaban manusia telah menyaksikan
timbul-tenggelamnya banyak sistem.” Tenggelamnya satu sistem ekonomi tidak bisa
dilepaskan dari lemahnya daya jelajah ilmu ekonomi dalam sistem itu terhadap
problem dan mempertahankan imunitas ekonomi. Ini disebabkan oleh kerapuhan “metode” dan “kontaminasi” doktrin yang
dimilikinya.
Clark (2007) menulis bahwa sejarah ekonomi dunia penuh
dengan loncatan-loncatan yang mengejutkan. Berlaku dalam pemikiran ekonomi
kapitalisme ataupun sosialisme, tetapi kini terasa dalam spektrum ekonomi
islam. Muhammad Baqir as-sadr adalah manifestasi dari pandangan G.Clark ini.
Muhammad Baqir as-sadr (2008) mengkritik, :ekonomi
kapitalis mengatakan ekonomi neoklasik mengkaji masalah-masalah distribusi
dengan kerangka kapitalisme. Dalam
islam, tulis Muhammad Baqir as-sadr, masalah disribusi dibicarakan dalam skala
yang lebih luas dan lebih komprhehensif. Distribusi dalam perspektif ekonomi
neoklasik dimaknai sekadar “mengurusi’ distribusi sumber-sumber produksi. Tidak
berhenti dititik itu, ekonomi neoklasik juga menyerahkan distribusi begitu saja
pada pasar dan terjun bebas dibawah adagium laissez
faire-laissez.
Marx (1981) mengisyaratkan bahwa terdapat pemborosan luar
biasa dalam ekonomi kapitalis dibandingkan dengan penggunaan yang sesungguhnya.
Kritik Karl Marx terhadap teori produksi kapitalisme terletak pada
tujuan-tujuan eksploitasi dalam pproduksi neoklasik. Samuelson dan Nordhaus
(1992) menilai bahwa dalam tradisi ilmu ekonomi neoklasik, produksi merupakan
esensi dari satu perekonomian.
Fungsi produksi dalam tradisi neoklasik agaknya dapat
dimaknai sebagai sebuah hubungan antara jumlah output maksimum yang bisa
diproduksi dan input yang diperlukan guna menghasilkan output tersebut dengan
tingkat pengetahuan teknik tertentu. Epistemologi Mazhab Baqir as-sadr:
penemuan dan Metodologi Iqtishad Mazhab Baqir as-sadr
Mallat( 2001) melihat bahwa Muhammad
Baqir as-sadr ternasuk sarjana yang tidak berpikiran ortodoks dan ideologis
dalam menggunakan metodologi. Ada banyak metode yang ia gunakan dalam
mengembangkan pemikirannya hingga menemukan doktrin iqtishad; sebuah penemuan
yang akhirnya membedakan antara mazhab Baqir as-sadr dan Mazhab lainnyya,
terlebih lagi dengan ekonomi neoklasik dan tradisi Marxisme ekonomi.
Muhammad
Baqir as-sadr memulai pengembaraannya terhadap ekonomi islam dalam ruang kosong
hukum ekonomi islam. Ia pernah menulis, “dalam usaha kita menemukan doktrin
ekonomi (islam), kita harus benar-benar memperhatikan ruang kosong dalam hukum
(islam di ranah) ekonomi karena kekkosongan itu mewakili satu sisi dari diktrin
ekonomi islam.
Bagi Muhammadd Baqir as-sadr,
subjektivisme dalam ekonomi islam bukanlah sebuah kelemahan, bahkan biisa
disebut sebagai satu bangunan yang kukuh. Subjektivisme diperbolehhkan kala
memilih bentuk ekonomi islam yangg pilihan-pilihannya tersebut mewakili
sejumlah ijtihad yang sah.
Pada dasarnaya, subjektivisme
ekonomi islam kenyataannya bersumber dari usaha (ijtihad) yang kuat dan
kedisiplinan yang tinggi terhadap teks-teks islam dan tradisi kenabian.
Berdasarkan pemaknaan kalangan neoklasik ekonomi ataupun kaum ortodoks ekonomi,
subjektivisme ekonomi fakta metafisika. Pemaknaan dalam ekonomi islam.
Muhammad Baqir as-sadr (2008)
menulis bahwa aturan-aturan islam ditarik dari al-qur’an dan sunnah nabi
Muhammad Saw. Yang diambil dari teks-teks hukum. Fondasi ekonomi islam menapak
atas teks-teks islam yang menjadi “pembeda” dengan ekonomi konvensional. Dalam
teks-teks islam, penemuan doktrin ekonomi islam tidak dapat dihasilkan dengan
pembacaan skripptualisme, hanya berorientasi bayani semata-mata, tetapi diperlukan bacaan yang dalam dengan pendekatan-pendekatan yang non maenstream.
Hal ini terjadi karena penemuan doktrin ekonomi islam tujuan akhirnya adalah
perombakan ats pembusukan struktur tingkah laku ekonomi dan dekonstruksi
terhadap mekanisme keputusan ekonomi yang tidak manusiawi karena koosong dari
ttransendental, dan nilai inti yang telah “mapan” dalam masyarakat kapitalisme
dan mmasyarakat yang menganut sosialisme
ekonomi.
Muhammad Baqir as-sadr menyebutkan
bahwa al-istiqra’i merupakan metode yang khas dan spesiifik yang berbeda dengan
metode lainnya. Dengan metode al-istiqra’i seperti yang dimaksud oleh Muhammad
Baqir as-sadr. Menurutnya, al-istiqra’i adalah metode yang berangkat dari
teks-teks partikular (AL-JUZ’I) dan dengannya melahirkan pernyataan umum. Dalam
makna populer, al-istiqra’i didefinisikan dengan proses pencarian basis
argumentasi dari argumen-argumen khusus dan bergerak ke pernyataan
umum.sederhananya adalah mnegambil kesimpulan umum dari fakta-fakta khusus.
Inilah yang disebut dengan metode al-istiqra’i.
Bagian dua:
Positivisme dan mazhab mainstream
Awalnya adalah pertarungan ide. Dari titik inilah dinamis
dan gerak laju pemikiran ekonomi terus melesat, memperbarui diri, bergerak dari
bentuk yang sedrehana ke bentuk yang agak kompleks.
Aliran
mainstream dalam ekonomi ditandai oleh timbulnya “cibirin”, sikap superioritas
hingga ideologis dari satu kelompok tehadap kelompok, “heterodox economics.”
Keterpesonaan terhadap kelompok ini begitu kuat. Nalar dan logika yang
dimainkan dan ditradisikan menjadi alasan keterpesonaan itu.
Logika
prositivisme adalah “daya tarik” yang ada dalam aliran ortodox ekonomi. Aliran
ini, menurut A.Prasetyantoko, dicirikan dengan basis utamanya pada wairasia.
Awalnya
dimulai oleh Leon Wairas. Ekonomi yang realis dan empiris ini telah meletakkan
aliran ortodox untuk kemudian disebut aliran mainstream ilmu ekonomi. Realisme
dan empiris menjadi “karakter” ilmu ekonomi yang ditawarkan oleh Leon Wairas.
Karakter
utama dari logika prositivisme adalah tradisi empiris yang dipelihara dengan
baik dan dengan kuatnya. Bruce J. Caldwell menilai bahwa tradisi empiris dalam
kubu positivisme ditandai oleh penggunaan simbol-simbol logis, aksiomatis,dan
hal-hal yang paling menonjol adalah sikap lingkaran positivisme yang
antimetafisika, antijustifikasi, dan antispekulatif.
Logika
positivisme semakin subur dalam rumpun ilmu ekonomi. Dikatakan demikian karena
sejak lingkaran vienna menggurita dengan nalar-nalar positivisme, ilmu ekonomi
hanyut dalam arus epistemologi yang diciptakan oleh lingkaran vienna ini.
Ada aliran mainstream dalam ekonomi islam. Menurut Nur
Chamid, Mazhab Mainstream ini memiliki anggapan bahwa perbedaan-perbedaan
antara ilmu ekonomi konvensional dengan ekonomi islam adalah dalam hal cara
mencapai tujuan.
Ada benang merah antara Mazhab Mainstream dan Mzhab
ortodox ekonomi konvensional. Benang merah ini dapat dilihat dari kecendrungan
yang sama dalam mengeksploitasi logika-logika positivisme. Bedanya hanya ada
pada sumber-sumber postulat yang digunakan. Dalam ekonomi ortodox, postulat
menjadi elemen penting dalam proses pemodelan ekonomi.
Mazhab Mainstream dalam ekonomi islam juga memiliki
jejaring dan pendukungnya sendiri. Mazhab mainstream ekonomi islam kini di
banyak negara bukanlah sebuah aliran pemikiran, model ekonomi islam yang asing
dan ganjil. Sebaliknya, mazhab mainstream telah menjadi bagian dari
pengilmiahan ekonomi islam yang teramat populer dan mempesona banyak ekonom
muslim untuk terjun dan bergabung dengan mazhab ini.
Menguatnya
arus mazhab mainstream ekonomi islam menandaskan bahwa logika-logika
positivisme tengah deras mengalir ke dalam tubuh ekonomi islam, tidak hanya
mewarnai, tetapi cenderung diposisikansebagai sebuah keniscayaan. Salah satu
ekonom muslim yang menguatkan atau mempopulerkan mazhab mainstream adalah
M.Umar Chapra.
Mazhab mainstream ekonomi islam juga menempuh cara yang
yang sama dengan apa yang ditempuh oleh mazhab ortodox dalam ekonomi
konvensional. Pengilmiahan ekonomi islam bagi mazhab mainstream adalah sebuah
keniscayaan agar ekonomi islam diterima sebagai sebuah ilmu. Mekanismenya sama,
hanya saja dibedakan dari sisi sumber dan elemen-elemen yang menjadi bangunan dari
pengilmiahan ekonomi islam.
Jika ditelisik lebih dalam, akan ditemukan perbedaan
siqnifikan antara mazhab mainstream ekonomi islam dan aliran ortodox ekonomi
kenvensional. Tampaknya mazhab mainstream telah mencair, tidak seekstream
aliran ortodoks dalam menyudutkan subjektivitas, tendensi metafisika yang ada
dalam ekonomi islam. Bagaikan keniscayaan, mazhab mainstream ekonomi islam
tidak mengelak dari muatan subjektivitas ekonomi islam
Dengan kritikan tajam, mazhab mainstream ekonomi
islam “monohok” kalangan ekonomi
ortodox. Betapa tidak, ekonomi positivisme yang mengaku habat dengan
:objektivitas” nya ternyata tidak mempu melepaskan diri sepenuhnya dari
aspek-aspek normatif. Ekonomi
islam, seperti yang dipersepsi oleh mazhab mainstream, tidak bisa terlepas dari
perkembangan ilmu ekonomi modern. Ketidakterlepasan ini dapat dilihat, dilacak,
ditandai oleh penggunaan metodologi yang sama seperti yang ada dalam ilmu
ekonomi modern. Kendati tampak sama, epistemologi keduanya sesungguhnya terpaut
jauh, terdiferensiasi, dan statistika, ekonomi islam terkadang tampak tidak
begitu berbeda dengan ilmu ekonomi medren lainnya.
Kini,
ekonomi modern, khususnya aliran ortodox telah menjadikan metode deduktif
sebagai sebuah disiplin tersendiri, yakni, matematika ekonomi. Mazhab mainstream ekonomi islma
layaknya ekonomi ortodox lebih cenderung menggunakkan penalaran deduktif agar
dapat menurunkan prediksi teoretis dan uji hipotesis. Mazhab mainstream agaknya
sepakat bahwa fungsi dari satu metodologi adalah menolong peneliti untuk
menghasilkan kebenaran “Hord core” dari ekonomi islam terdiri atas berbagai
potulat. Postulat ini dihasilkan dari al-qur’an dan sunnah. Pandangan mazhab
mainstream terhadap sumber-sumber pengetahuan ekonomi islam yang diakui,
disepakati, dan menjadi konsensus setidaknya telah memengaruhi bangunan metode
yang digunakan. Kendati dalam mazhab mainstream ekonomi islam, metode
“hypothecial-deductive” dan metode “inductive” terkadang digunakan secara kuat
dan penuh disiplin, tetapi masuknya sumber-sumber ekonomi islam yang berasal
dari Tuhan telah mengubah orientasi dan prioritas metode dan penalaran yang
dilakukan dalam penerapan satu metode dalam ekonomi islam.
Hoetoro (2007) menulis, “doktrin agama yang seharusnya
mendasari setiap realitas” hal ini otomatis memengaruhi cara pandang atau
paradiqma ekonomi islam dalam memosisikan teori atas realitas. Kenyataanya,
realitas bagi ekonomi muslim, tidak terkecuali mazhab mainstream idealnya
menjadi representasi dari teori ekonomi islam, akan lain halnya jika realitas
ekonomi mengalami kesenjangan teori-teori ekonomi islam. Pada titiik inilah
realitas dikritik dan masyarakat diasumsikan tengah mengalami “penyimpangan”
dari teori-teori ekonomi islam. Pandangan ini berimplikasi terhadap bangunan
metodologis, baik induktif mapun deduktif, juga berpengaruh terhadap pemerintah
dalam menjalankan amanat ekonomi. Hal lain yang tidak bisa diabaikan, bahkan
perlu agaknya ditegaskan adalah posisi doktrin dan teori-teori ekonomi islam
yang memiliki porsi besar terhadap realitas ekonomi. Dengannya, sesungguhnya
ekonomi islam “terdiferensiasi” secara tegas dari ortodox ekonomi.
Dalam
mazhab mainstream ekonomi islam, M.
Najatullah Siddiqie dan M. Umar Chapra, tidak sendiri. Ada lagi M. Abdul Mannan
di bangladesh tahun 1918 tulis nurchamid M. abdul mannan dilahirkan. M uhammad
Abdul Mannan mendapatkan gelar masternya di bidang ekonomi dari Rajshahi
University pada tahun 1960.Kemudian M.Abdul Mannanbekerja diberbagai kantor
ekonomi pemerintah di pakistan.pada tahun 1970, M.Abdul Mannan pindah ke
Amerika Serikat dan kembali kuliah untuk mendapatkan Master of Art(MA) di
Michigan State University.Pada tahun 1972 ia lulus kemudian melanjutkan di
Universitas yang sama untuk gelar doktor di bidang industri dan keuangan.
Menurut Nur Chamid, sejak tahun 1984 Muhammad Abdul
Mannan bergabung dengan Islamic Development Bank.Ia dikenal dalam lingkungan
ekonom di Islamic Development bank sebagai ekonom muslim senior.Karir
akademiknya berlangsung kurang lebih selama 30 tahun. Dalam rentang waktu
inilah Muhammad Abdul Mannan telah melahirkan berbagai karya-karya penting
terkait ekonomi islam.Salah satu karyanya yang terkenal dan dinilai sebagai
rujukan pertama dalam ekonomi islam kontemporer yang agak komprenhensif adalah
islamic Economic :Theory and Practice.Disamping ketiga ekonom muslim yang telah
diurai tadi, Monzer Kahf juga memiliki peran yang tidak sedikit untuk
menguatkan mazhab mainstream kontemporer ekonomi islam.Monzer Kahf lahir di
Damakus pada tahun 1940 Dirinya merupakan profesor ekonomi dan keuangan islam
yang berkebangsaan Syria Amerika.
BAGIAN TIGA
Mazhab Alternatif
Dari
kritik ke alternatif: akar,gagasan, dan jejaring mazhab
alternatif
Akar dari lahirnya MazhAb alternatif adalah “spirit
kritisisme” yang berkembang di kalangan ekonomi muslim. Kritisisme ini tiddak
hanya dialamatkan pada mazhab-mazhab ekonomi islam kontemporer seperti mazhab
maenstream dan mazhab baqir as-sadr. Chamid (2010) menjelaskan, “mazhab
altenatif mengajak umat islam untuk tidak saja bersikap kritis terhadap
kapitalisme dan sosialisme, tetapi juga terhadap ekonomi yang saat ini
berkembang.” El-Asker dan Wilson (2006)
menulis, “sejak awal abad ke-21, jumlah proyek intelektual ekonomi islam telah
berpengaruh begitu kuatnya terhadap corak dan struktur pemikiran ekonomi
islam.” Kenyataanya, antara mazhab Baqir as-Sadr, mazhab maenstream, dan mazhab
alternatif ada ketidaksesuaian sehingga merekapun harus membuat jarak dalam
ekonomi islam, semacam garis demarkasi yang membedakan pemikiran mereka satu
dengan yang lainnya.
Pada fase kontemporer –pemikiran ekonomi, lebih
spesifiknya dalam bentuk mazhab Baqir as-sadr, mazhab maenstream, dan mazhab
alternatif telah melahirkan berbagai gagasan ekonomi islam yang berbeda kendati
mereka bertolak dari satu titik yang sama, yakni islam sebagai landasan dan
sumber nilai-nilai ilmiah. Tumbuhnya
fase kontemporer ekonomi islam agagknya adalah mata rantai dari semangat
pemikiran ekonomi yang tummbuh di dunia muslim sebelumnya pada fase klasik.
Kendati pada fase-fase klasik pemikiran ekonomi oleh cendikiawan muslim
terfragmentasi, tidak utuh, bahkan cenderung bercampur dengan tema-tema lain,
proyek intelektual itu setidaknya telah mempengaruhi konstruksi pemikiran
ekonomi islam di fase kontemporer berikutnya. Kini,
fase kontemporer, pemikiran ekonomi islam klasik terus di gali, di tafsir
ulang, dikontekstualisasikan hingga diterjemahkan secara sistematis sehingga
melahirkan semacam spektrum ekonomi islam yang unik dan terdiferensiasi apabila
dibandingkan dengan sistem ekonomi konvensional. Kapitalisme
lanjut telah tumbuh dalam bentuk yang superhebat, halus, dan kasar.
Kapitalisme lanjut
telah melahirkan satu sindrom yang yang kelihatan sederhana, tetapi
sesungguhnya memiliki fungsi yang ppenting dan besar bagi budaya ekonomi global
dewasa ini. tumbuh
salama 300 tahun.ini petanda bahwa kapitalisme lanjut telah menjadi sesuatu
yang kompleks dengan tingginya tingkat ketergantungan padanya, lengkap dengan
paradoks serta kontradiksi yang dihasilkan oleh kapitalisme lanjut ini. Krisis
siklis, dehumanisasi ekonomi, dan konglomerasi telah menjadi paradoks
kapitalisme lanjut yang tidak bisa disingkirkan, bahkan tanpaknya menubuh
dengannya.
Kapitalisme lanjut telah melahirkan satu sindrom yang
kelihatan sederhana, tetapi sesungguhnya memiliki fungsi yang penting dan besar
bagi budaya ekonomi global dewasa ini. Akar dari kritisisme mazhabz Alternatif
adalah kecendrungan memodifikasi, simplikasi ekonomi neoklasik dalam ekonomi
islam kontemporer. Kritik yang tajam dari mazhab alternatif tidak bertujuan
menyalahkan, tetapi hanyalah sebagai dorongan untuk memproduksi teori-teori
ekonomi yang lebih autentik lagi berdasarkan kerangka islam dan orisinal
diproduksi dari khazanah islam.
Komentar:
Baqir As-sadr tidak setuju drngan perkembangan ilmu
ekonomi yang mengarah pada dua ideology besar yaitu sosialisme dan kapitalisme.
Muhammad Baqir As-sadr memilih langkah “ganjil” ketika ekonomi iark bergerak
kearah kapitalisme. Muhammad Baqir As-sadr memulai proposal doktrin iqtishad dengan merujuk secara utuh pada
sumber-sumber utama islam. Berbeda dengan Leon Walras yang menggunakan Realisme
dan Empirisme yang menjadi karakter utama ilmu ekonominya. Leon Walras juga
menggunakan matematika ekonomi sebagai sebuah instrument yang bertujuan untuk
menyediakan solusi tepat, akurat, terukur, dan matematis dalam memecahkan
permasalahan penentuan harga, dsb. Tapi kenyataannya antara mazhab baqir
as-sadr, mazhab mainstream terjadi perbedaan dengan mazhab alternative sehingga
mereka harus berjarak seperti sebuah yang membedakan pemikiran mereka.
Kesimpulan:
Eknonmi
dalam makna sebagai sebuah proses membangun pemikiran ekonomi dan mengembangkan
ilmu ekonomi sebagai disiplin profesional tidak lain adalah artefak dan
dikontruksi secara sosial. Bagaimana dengan ekonomi islam dan bagaimana
Muhammad Baqir as-sadr menilai kecendrungan ini?
Ekonomi
islam dalam istilah umum yang diajukan ekonomi muslim tidak mengenal adanya
konsepsi “utilitas maksimum”. Hal ini berarti
bahwa islam tidak pernah mengajarkan pemeluknya untuk berlomba-lomba dan
menjatuhkan diri pada hyperconsumtion.
Tidak berlebih-lebihan (mubazir), meletakkan etika konsumsi sebagai bagian utama, dan
membayarkan hak orang lain atas makanan yang dimiliki (Q.s.6: 141) adalah
panduan yang harus dikenal dan dihayati oleh seorang muslim.
Dinilai
oleh Chamid (2010), penggunaan istilah iqtishad oleh Muhammad Baqir as-sadr bukan tanpa
dasar. Ada argumentasi yang mendasari istilah ini muncul dan menguat dalam
spektrum pemikiran ekonomi Muhammad Baqir as-sadr. Istilah iqtishad, tulis
Chamid (2010), tidaklah sama dengan pengertian ekonomi dan bukan sekedar
terjemahan kata ekonomi dalam bahasa arab. Karen adanya krisis genetik ekonomi
yang kemudian memicu pandangan negatif Muhammad Baqir as-sadr terhadap istilah
istilah ekonomi akhirnya ia pun tidak mau menggunakan ekonomi islam sebagai
istilah yang ia pakai menjelaskan pemikiran ekonominya. Pada ujungnya, Muhammad
Baqir as-sadr dengan kokoh dan percaya diri mengajukan istilah iqtishad untuk
semua pemikiran ekonominya.
Muhammad
Baqir as-sadr menulis “dunia islam yang
secara ekonomi digolongkan sebagai kumpulan negara miskin memulai kehidupannya
dengan peradaban Barat dan melihat problem dirinya sebagai problem
ketertinggalan ekonomi di belakang negara-neegara maju yang kemajuan ekonominya
telah memberi mereka tongkat kepemimpinan dunia.”
Krisis atau kolonialisasi metodologi telah menjadi
fenomena dalam perkembangan ilmu pengetahuan, termasuk dalam ilmu
ekonomi.bentuknya sederhana, tetapi seragam mengadopsi atau tergila-gila pada
psitivisme ataupun paradigm lain yang keluar dari barat. Tanpa disadari kini
fenomena itu terus diperlihatkan oleh ilmuan, bahkan ekonom muslim-mereka yang
sedang memperkenalkan ekonomi islam pun telah menjadi bagian dari krisis itu.
Idealnya ilmu pengetahuan tidak begitu saja didorong taupu diseret pada
paradigm tertentu apabila terlalu premature dengan mencocokkannya dengan
paradigm yang tumbuh dibarat melainkan harusnya dilihat dan dipahami dalam locus-nya yang paling regional, dan
lokalitas. Dalam konteks ini, pengantar
metodelogi ekonomi islam telah mencoba membogkar lalu menampilkan sesuatu
yang agaknya tidak pernah dibayangkan oleh pengiat ekonomi islam, ternyata
ekonomi islam memiliki sisi yang lebih kompleks ketimbang ekonomi konvensional.
Ekonomi islam mungkin saja melahirkan teori dari 3 sumber ilmu pengetahuan:
islam, empiris, dan budaya. Dan kini harus ada gerakan metodologi
“mengindonesiakan ilmu ekonomi”, sesuatu yang lebih besar ketimbang ide
“mengislamkan ilmu ekonomi”.
Doktrin
ekonomi kapitalisme dan soosialisme yang melahirkan ilmu ekonomi spesifik tidak
bisa dipastikan begitu saja untuk sebuah sistem global dan diadopsi secara
masif di berbagai negara. Pilihan terhadap satu ilmu ekonomi, tulis Muhammad
Baqir as-sadr, tidak seharusnya sewenang-wenang. Pilihan itu mengandai adanya
landasan gagasan dan konsep-konsep khas dengan karakteristik moral dan
keilmuan. Ilmu ekonomi yang bersumber dari kawah ideologi, baik kapitalisme
ataupun sosialisme, memuat “kontradiksi” yang permanen.
0 komentar: