Zakat Untuk Anak Yatim
Diajukan sebagai tugas makalah kelompok untuk memenuhi
mata kuliah Fiqh Zakat
Disusun Oleh:
Wida Yusari
(13631057)
Dosen
Pengampu:
Abdul Hamid
PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH
JURUSAN SYARIAH
SKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NEGERI
(STAIN) CURUP
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat
dan hidayah-Nya, maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang
berjudul “Zakat Untuk Anak Yatim”
Penulisan makalah adalah merupakan salah satu tugas dan
persyaratan untuk menyelesaikan tugas
kelompok mata kuliah “Fiqh Zakat”.
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak
kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Curup, Oktober 2015
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Zakat adalah suatu kewajiban yang dibebankan kepada umat Islam, yang wajib ditunaikan
manakala telah mencapai nisabnya. Kewajiban membayar zakat tersurat
secara tegas baik dalam al-Qur’an maupun melalui sunnah rasul. Zakat manakala dikelola dengan cara yang baik
dan professional akan membawa dampak yang sangat baik bagi kehidupan ummat, baik dalam kehidupan
bermasyarakat, sosial, agama dan dalam bernegara. Zakat dapat menstabilkan
ekonomi masyarakat dari kalangan bawah hingga kalangan atas, sehingga dengan
adanya zakat umat Islam sedikit banyak dapat menghilangkan jarak antara si miskin dengan sikaya.
Dalam Islam harta yang wajib dizakati banyak
ragamnya seperti zakat mal (harta),zakat fitrah, zakat hasil pertanian
berupa zakat biji-bijian dan buah-buahan, zakat binatang ternak, zakat uang dan
barang tambang,seperti
emas dan perak.Dewasa ini seiring dengan perkembangannya, kajian seputar zakat
mengalami perkembangan yang mengesankan seperti zakat profesi, zakat gaji PNS
dan gaji Dokter. Dibeberapa Instansi pemerintah yang dipelapori oleh
Kementerian agama zakat profesi sudah diwajibkan kepada setiap profesi (PNS)
yaitu sebesar 2,5 % dari hasil penghasilannya.
Disamping
itu diakhir-akhir ini timbul pula kajian terhadap kewajiban zakat bagi anak
–anak yatim yang telah ditinggalkan oleh
orang tuanya, yang orang tuanya meninggalkan harta yang cukup banyak sehingga
timbullah kajian apakah harta anak-anak tersebut wajib dizakati, ataukah harta
tersebut tidak wajib dizakati lantaran mereka masih kecil yang belum dibebani
beban . hukum. Karena masalah ini cukup penting dan banyak mengundang
pertanyaan, maka dalam makalah ini penulis akan membahas bagaimana status hukum
harta anak yatim yang ditinggalkan oleh orang tuanya ditinjau sudut pandang
hukum Islam.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka
dapat di rumuskan beberapa pertanyaan yaitu sebagai berikut:
1. Apakah
yang dimaksud dengan zakat?
2. Apakah hukum dari zakat?
3. Apakah syarat-syarat wajib zakat mal (harta)?
4. Apakah
pengertian harta anak yatim ?
5.
Apa dan bagaimana kedudukan harta
anak yatim?
6. Apakah
pendapat ulama tentang zakat harta anak yatim?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui pengertian dari zakat.
2. Mengetahui Apakah hukum dari zakat.
3.
Mengetahui
Apa saja syarat-syarat wajib zakat mal (harta).
4.
Mengetahui pengertian zakat harta
anak yatim.
5.
Mengetahui kedudukan zakat harta
anak yatim.
6.
Mengetahui pendapat ulama tentang
zakat harta anak yatim.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Zakat
Ditinjau dari segi bahasa kata zakat merupakan kata
dasar (masdar) dari kata ذكا
yang berartitumbuh, berkah, berkembang atau bertambah, dan biasa juga berarti
suci atau bersih.[1]
Secara terminology zakat adalah :
اخراج ما ل مخصو ص الشخص مخصو ص بشروط
مخصو صة
Artinya
: “ mengeluarkan / memberikan hak milik harta tertentu kepada orang yang berhak
menerimanya dengan persyaratan tertentu pula[2]
Dalam pasal 1 ayat 2 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang
pengelolaan zakat disebutkan bahwa :“Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan
oleh seorang muslim atau badan usaha (Muzakki) untuk diberikan kepada yang
berhak menerimanya (Mustahiq) sesuai dengan syariat ajaran Islam”.
Berdasarkan
depenisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa zakat adalah mengeluarkan
sebahagian harta tertentu yang telah mencapai ketentuannya, yang diberikan
kepada orang yang berhak menerimanya,
dengan maksud untuk dapat mensucikan menumbuhkembangkan harta yang
dimiliki sesuai dengan ketentuan syara’
B. Hukum Zakat
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi
salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Hukum zakat dalam al-Qur’an
sangat tegas sebanding dengan tegasnya perintah melaksanakan sholat, puasa dan
haji. Karena itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang
telah memenuhi syarat-syarat tertentu..
Diantara dasar hukum zakat dalam al-Qur’an adalah :
وَأَقِيمُوا
الصَّلَاةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Artinya
: Dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat dan taatlah kepada Rasul,
supaya kamu diberi rahmat”. (QS An-Nur 56).[3]
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً
تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ
لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya
: Ambillah zakat
dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu bersihkan dan sucikan mereka
dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya dosa kamu itu (menjadi) ketentraman
jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS At-Taubah
103).[4]
C. Syarat-syarat Wajib Zakat Mal (harta)
1. Islam
Bagi orang
yang berzakat wajib beragama Islam. Dan zakat itu adalah tidak wajib bagi orang
kafir asli, dan adapun orang murtad, maka menurut pendapat yang shahih, bahwa
harta bendanya di berhentikan (dibekukan dahulu), maka jika ia kembali ke agama
Islam (seperti sedia kala), maka wajib baginya mengeluarkan zakat, dan jika
tidak kembali lagi islam ,maka tidak wajib zakat.
2. Baligh dan berakal
Anak kecil
dan orang gila tidak diwajibkan membayar zakat, tetapi dibayarkan oleh wali
yang menanggungnya. Begitu juga dengan anak yatim yang masih kecil.[5]
3. Merdeka
Zakat itu
tidak wajib bagi budak. Dan adapun budak muba’ah (budak yang separuh dirinya
sudah merdeka), maka wajib baginya mengeluarkan zakat pada harta benda yang dia
miliki, sebab sebagian dirinya merdeka.
4. Milik Penuh (Milik Sempurna)
Harta yang
dizakati tersebut berada dalam kontrol dan kekuasaanya secara penuh, dan dapat
diambil manfaatnya secara penuh. Harta tersebut didapatkan melalui proses
pemilikan yang dibenarkan menurut syariat Islam, seperti : usaha, warisan,
pemberian negara atau orang lain melaui cara-cara yang sah.
5. Sudah mencapai 1 nishab
Harta yang
dikenakan zakat tersebut telah mencapai jumlah tertentu sesuai dengan ketetapan
syara'. sedangkan harta yang tidak sampai nishabnya terbebas dari Zakat.Nishab
adalah ukuran atau batas terendah yang telah ditetapkan oleh syar’i (agama)
untuk menjadi pedoman menentukan kewajiban mengeluarkan zakat bagi yang
memilikinya, jika telah sampai ukuran tersebut. Orang yang memiliki harta dan
telah mencapai nishab atau lebih, diwajibkan mengeluarkan zakat.
E.
Zakat Harta Anak Yatim
1. Pengertian
Anak yatim
Kata al-yatim diambil dari kata,- يتمايتميتم - yaitu anak
yang kematian bapak sebelum baligh.
Adapun secara terminologis adalah seorang anak yang
belum baligh yang ditinggal wafat oleh orang tuanya. Pengertian ini juga
dijelaskan oleh Abu Mahmud bin Ahmad didalam kitan Tuhfah yatim yaitu :
هو
من مات عنه أبوه دون الحلم
Artinya
: anak yatim adalah anak yang ditinggal mati orang tuanya sebelum baligh.
Dengan
demikian seseorang dikatakan yatim bila:
1. Ditinggal wafat ayahnya, adapun anak
yang ditinggal wafat ibu atau lainnya
tidaklah dikatakan yatim, begitu juga anak yang ditinggalkan karena perceraian
suami isteri
2. Ditinggal wafat ayahnya ketika masih
dibawah usia baligh atau dewasa dengan demikian bila ditinggal wafat ayahnya
sesudah baligh tidaklah dapat dikatakan yatim.
F. Pengertian Harta Anak Yatim
Harta adalah
sesuatu yang bermanfaat
yang sangat dibutuhkan
oleh manusia. [6]Konsep harta
menurut Al-Zarkasy dalam
buku Mata Uang
Islami adalah apa
yang dimanfaatkan, yakni
untuk dimanfaatkan, yaitu berupa
benda dan manfaat.
Sedangkan menurut jumhur ulama
harta adalah setiap
sesuatu yang bernilai
di antara manusia
dan diwajibkan perusaknya untuk
mengganti, dan dibolehkan
oleh syariat
memanfaatkannya pada waktu
lapang dan tidak
darurat. Dengan demikian, sesuatu yang tidak ada nilainya di
antara manusia tidak termasuk harta.
Sedangkan
anak yatim adalah : sesuatu yang
bermanfaat yang dimiliki
oleh orang yang tidak mempunyai orang tua (bapak) yang
merawat dan melindunginya.
G. Kedudukan Harta Anak Yatim
Allah
memberikan kesempatan kepada manusia untuk memiliki harta baik banyak
atau sedikit dan
tidak boleh sewenang-wenang dalam menggunakan (memfungsikan) hartanya
itu. Kebebasan untuk
memiliki dan memanfaatkan
hartanya adalah sebatas yang dibenarkan syara'. Manusia harus
bisa menjaga dan
memanfaatkan hartanya yang
telah diberikan Allah
kepadanya dengan sebaik-baiknya. Apalagi
kalau harta itu adalah harta anak yatim maka harus dijaga
dan dipelihara dengan baik. Harta anak
yatim adalah harta yang diwariskan oleh orang tuanya, oleh karena itu Islam
memberikan perhatian khusus terhadap perlindungan terhadap mereka dan harta
mereka.
Kedudukan harta
anak yatim tidak
jauh berbeda dengan
kedudukan harta dalam Islam.
Harta anak yatim
juga sangat penting
dalam kehidupan bagi anak yatim.
Harta anak yatim itu bisa membawadampak
yang buruk,apalagi jika wali yang
memeliharanya tidak menjalankan sesuai dengan syari'at Islam.[7] Allah
swt berfirman :
إِنَّ
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي
بُطُونِهِمْ نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا
Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak
yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan
mereka akan masuk kedalam api yang
menyala-nyala.
Walaupun
harta itu melimpah ruah, hendaklah jangan digunakan tidak pada tempatnya.
Seperti membelanjakannya secara berlebihan dan menelantarkannya tidak
bermanfaat. Allah menganjurkan kita agar bersikap lunak terhadap anak yatim,
dan juga kita dianjurkan agar memeliharanya dan berbuat baik kepadanya. Harta anak yatim merupakan
kepunyaan dia sendiri dimana tak seorang
pun diizinkan untuk mengambilnya atau menghabiskannya tanpa ada
manfaatnya.
H. Pendapat Ulama Tentang Zakat Harta Anak Yatim
Dikalangan
para ulama fiqih terdapat perbedaan pendapat terhadap harta anak yatim.
Sebagian mereka berkata bahwa harta anak kecil dan orang gila tidak wajib
dikeluarkan zakatnya,karena memang keduanya tidak mukallaf. Sementara sebagian
ulama lainnya berpendapat bahwasanya harta anak yatim dan orang yang gila wajib dikeluarkan
zakatnya, karena zakat adalah hak harta maka tidak melihat siapa yang memiliki
harta itu.
1. Golongan
yang pertama mengatakan bahwasanya harta anak yatim itu tidak wajib zakat baik
secara mutlak atau sebagian harta saja. Pendapat Abu Hanifah bahwasanya harta
anak yatim itu tidak wajib zakat kecuali pada tanaman dan buah-buahan.
Diriwayatkan dari Abu Ja’far al Baqir dan
Sya’bi bahwasanya mereka berkata :
ليس
في مال اليتيم زكاة
Artinya
: Tidak ada pada harta anak yatim itu zakat.
Dalil-dalil
pendapat pertama yaitu Abu Hanifah yang
mengatakan bahwa harta anak yatim itu tidak wajib zakat :
a. Allah SWT .telah berfirman di dalam surah At-taubah ayat 103
yang berbunyi :
خُذْ
مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا
Dari ayat
tersebut dijelaskan bahwa zakat itu diambil dari orang kaya yang hikmahnya demi
memsucikannya dari kotoran-kotoran dosa.Sedangkan anak yatim yang masih kecil
belum mempunyai dosa.Jadi apa yang harus dibersihkan dari diri anak yatim
dengan zakat itu.Hal ini menunjukkan bahwa anak yatim tidak wajib zakat.Rasulullah
saw. bersabda yang artinya : Diangkat qalam (tidak ditulis dosa) dari tiga
orang, dari orang gila hingga dia sembuh, orang tidur hingga dia bangun, dan
dari anak kecil sehingga dia berakal.
Dari hadis
tersebut menerangkan bahwasanya pena ( hukum taklif ) tidak berlaku bagi tiga
orang yaitu: orang yang tidur sampai ia bangun,dari anak kecil sampai ia dewasa
dan dari orang gila sampai ia waras.Dari sini dapat dipahami bahwa harta anak yatim tidak wajib zakat.Hal ini
dikarenakan zakat itu adalah bagian dari hukum taklifi.Sedangkan anak yatim
tidak termasuk dari orang yang kena
hukum taklifi.
b. Zakat
itu ialah ibadah seperti halnya sholat,dan ibadah memerlukan niat. Sedangkan
niat tidak sah bagi anak-anak.Jadi dari sini anak-anak tidak wajib zakat.
2. Golongan
yang kedua mengatakan bahwasanya harta anak yatim itu wajib zakat mutlak
seluruh harta. Pendapat ini telah dikemukakan
oleh Malik, Syafi’I dan Ahmad.
Dalil-dalil
pendapat kedua yaitu Malik,Syafi’I dan Ahmad yang mengatakan bahwa harta anak yatim itu wajib zakat :
Adanya
dalil aam (umum) yang menunjukkan wajib zakat bagi orang kaya baik dia dewasa
atau anak-anak yaitu yang berbunyi :
خُذْ
مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا
Dari ayat
ini Ibnu Hazm mengomentari bahwasanya ayat ini berbentuk umum sehingga mencakup
semua baik dia orang berakal atau orang gila ataupun dia dewasa atau
anak-anak.Karena mereka semuanya memerlukan kepada penyucian dan pembersihan
dari Allah swt,dan karena mereka orang-orang yang beriman[8]
Dari sini
dapat dipahami bahwa nabi memerintahkan pengasuh-pengasuh anak yatim atau
wakilnya agar berbuat sesuatu yang mengembangkan kekayaan anak yatim dengan
meniagakan dan memperlabakannya dan jangan membiarkannya jadi habis dan hancur
dengan mendiamkannya dan menyedekahkannya.Kecuali menyedekahkannya atas sekedar
kewajibannya saja.
Pendapat
jumhur ini adalah pendapat yang paling rajih (kuat) dan lebih utama
untuk diikuti. Selain karena dalil yang lebih kuat, juga yang paling banyak
mendatangkan kemashlahatan bagi orang-orang fakir, melindungi harta dari
intaian orang-orang yag membutuhkan, membersihkan jiwa, melatih akhlaq dan
semangat berkorban untuk agama.
Ada
beberapa dalil alasan yang dikemukakan oleh Jumhur ulama yang menunjukkan
wajibnya zakat pada harta anak kecil:
Pertama : firman Allah Ta’ala:
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً
تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ
لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya : Ambillah zakat
dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu bersihkan dan sucikan mereka
dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya dosa kamu itu (menjadi) ketentraman
jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS At-Taubah
103)
firman Allah SWT pula:
وَالَّذِينَ
فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَعْلُومٌ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ
Artinya
: Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang
(miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau
meminta)” (QS. Al Ma’arij: 24-25).
Ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa Allah
SWT memberikan harta kepada hamba-hamba-Nya, dan memerintahkan untuk
mengeluarkannya yang menjadi hak bagi faqir miskin, hal itu dimaksudkan untuk
mensucikan dan membersihkan harta tersebut. Karena itu hukum mengeluarkan zakat
tersebut adalah wajib, berdasarkan perintah yang terkandung dalam ayat
tersebut.
Kedua : Hadits yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dengan sanad dari
Abu Bakar RA: “Inilah kewajiban zakat yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW
atas kaum muslimin.” Kata-kata “al Muslimin” adalah kata-kata umum, mencakup
orang yang telah dewasa maupun yang belum, yang berakal maupun yang tidak,
sementara itu ada suatu prinsip: Wa al-Ashlu baqa’ al-am ‘ala ‘umumihi ma lam
yarid dalilun ‘an al-Syari’ bi takhshishihi, artinya: “Kata-kata umum tetap
umum, selagi tidak ada dalil dari syari’ yang mentakhsishnya.”
Ad-Daruquthni
dalam Sunannya , telah mengeluarkan dari Abdullah bin Umar RA, secara marfu’
sampai kepada Nabi SAW, bahwa beliau bersabda: “Barangsiapa menjadi wali
seorang anak yatim yang berharta, maka hendaklah ia memperdagangkannya bagi si
yatim itu, dan jangan membiarkannya sampai termakan oleh zakat.” Anak
yatim adalah anak yang belum baligh telah ditinggal mati ayahnya.
Demikian
pula Imam Asy-Syafi’i Rahimahullahu Ta’ala telah meriwayatkan dalam al-Umm,
bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Perdagangkanlah harta anak-anak yatim, sehingga
tidak dimusnahkan atau dihabiskan oleh zakat.” Kesimpulan dari kedua hadits di
atas menunjukkan bahwa apabila harta tidak diperdagangkan maka ia akan habis
dan musnah karena zakat, dan hal itu karena mesti dikeluarkan zakatnya
terus-terusan, sementara harta itu tidak dikembangkan. Dan mengeluarkan zakat
dari harta anak kecil itu tak mungkin diperbolehkan, kalau bukan karena wajib.
Sebab, walinya pun tidak boleh menyedekahkan harta anak kecil itu. Dengan
demikian berarti menunjukkan wajibnya zakat pada harta anam yatim.
Hadis Rasulullah SAW kepada Mu’adz tatkala
beliau mengutusnya ke Yaman, “Beritahukanlah kepada mereka, bahwasannya Allah
mewajibkan zakat harta mereka yang diambil dari orang kaya dan diberikan kepada
orang fakir di antara mereka.” (HR . Muttafaq alaihi). Dalam hadits tadi
dijelaskan bahwa zakat diambil dari orang kaya tanpa memandang apakah dia sudah
dewasa atau masih kanak-kanak.
Ketiga : Atsar yang diriwayatkan oleh Imam Malik dalam
Muwaththa’nya beliau meriwayatkan dari
Umar RA, dia berkata: “Perdagangkanlah harta anak-anak yatim, niscaya ia tidak
termakan oleh zakat.” Sedang Imam Asy-Syafi’i dalam al-Ummnya juga
meriwayatkan dari Umar, bahwa dia berkata kepada seseorang: “Sesungguhnya pada
kita ada harta anak yatim yang cepat benar habis oleh zakat.” Kesimpulan
dari kedua atsar ini pun sama dengan kesimpulan hadits tersebut di atas, bahkan
ini didukung pula oleh apa yang telah diriwayatkan oleh Malik dari Abdur Rahman
al-Qasim, dari ayahnya, dia berkata: “Aisyah ra pernah menjadi waliku bersama
seorang saudaraku sebagai dua anak yatim dalam asuhannya, dia mengeluarkan
zakat dari harta kami.
Keempat : Qiyas kepada Zakat Fitrah, karena
ijma’ menetapkan wajibnya Zakat Fitrah atas anak-anak kecil dan orang-orang
gila. Jadi, anak-anak dan gila tidak menghalangi wajibnya zakat Fitrah dari
badan anak kecil dan orang gila, maka patut pula bila hal itu tidak menjadi
penghalang bagi zakat harta masing-masing, manakala telah terpenuhi padanya
syarat-syarat wajibnya zakat.
Kelima : Tujuan zakat adalah untuk menutupi kebutuhan para fakir
dan membersihkan harta, dengan mengambil sebagian dari harta itu yang menjadi
hak orang-orang yang patut menerimanya, tanpa memandang sifat pemiliknya, asal
dia seorang muslim yang tunduk kepada peraturan Islam secara umum. Dengan
demikian, kaitan zakat ialah dengan harta anak kecil maupun orang gila itu,
bukan dengan orangnya, apalagi bila diingat bahwa harta mereka bisa saja
berkenaan dengan hutang. Jadi, zakat pun sama dengan hutang, dengan alasan,
masing-masing merupakan kewajiban yang berkenaan dengan harta.
Keenam: Zakat bukanlah ibadat badaniyah semata-mata sehingga harus
diterapkan padanya syarat-syarat taklif, atau kewajibannya terpengaruh dengan
kurangnya kepatutan si mukallaf, tetapi merupakan ibadat yang lebih cenderung
kepada soal harta, di samping merupakan pemelihara bagi salah satu segi
keseimbangan ekonomi, dan evaluasi menyeluruh bagi kecukupan. Oleh sebab itu
semua pemilik harta harus sama ketundukannya kepada peraturan ini.
Prof.
DR. Wahbah Zuhaili berkata: “Pendapat ini (zakat atas harta anak kecil) lebih
tepat karena padanya terdapat kemaslahatan bagi orang-orang fakir dalam
memenuhi kebutuhan mereka disamping mensucikan jiwa dan melatihnya untuk
berakhlak dermawan dan empati dengan orang lain. Syeikh Sayyid Sabik juga menjelaskan dalam
kitabnya Fiqh al-Sunnah bahwa zakat diwajibkan kepada setiap muslim yang merdeka
(laki-laki atau perempuan; dewasa atau kanak-kanak) dan memiliki harta yang
melebihi nishab.[9]
Sebab perbedaan pendapat yang terjadi di
kalangan para ulama antara wajib zakat bagi anak yatim atau tidak adalah berbedanya mereka dalam memahami
konteks zakat itu sendiri.Apakah zakat itu merupakan bagian dari ibadah seperti
ibadah sholat dan ibadah puasa ataukah zakat itu merupakan hak wajib bagi orang
kaya yang dikeluarkan untuk para fakir
miskin. Maka ada yang berpendapat zakat itu adalah ibadah,dan ibadah memerlukan
niat dan syarat ibadah adalah balig maka dari sini anak yatim tidak wajib
zakat. Sementara pendapat yang lain mengatakan bahwasanya harta anak yatim itu
adalah hak wajib yang dikeluarkan jika dia kaya.
BAB
III
KESIMPULAN
Anak yatim adalah
anak yang belum baligh yang
ditinggal mati oleh orang tuanya. Dengan demikian seseorang dikatakan yatim bila ditinggal
wafat ayahnya, Adapun anak yang ditinggalwafat ibu atau lainnya tidaklah dikatakan yatim, begitu
juga anak yang ditinggalkan karena perceraian suami isteri. Harta
anak yatim adalah : sesuatu yang
bermanfaat yang dimiliki
oleh orang anak yang tidak mempunyai orang tua yang merawat dan melindunginya.
Dikalangan
para ulama fiqih terdapat perbedaan pendapat terhadap harta anak yatim.
Sebagian mereka berkata bahwa harta anak yatim tidak wajib dikeluarkan
zakatnya, karena memang keduanya tidak mukallaf. Sementara sebagian ulama
lainnya berkata bahwa harta anak yatim wajib dikeluarkan zakatnya , karena
zakat adalah hak harta maka tidak melihat siapa yang memiliki harta itu.
Sebab
perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan para ulama antara wajib zakat bagi
anak yatim atau tidak adalah berbedanya
mereka dalam memahami konteks zakat itu sendiri.Apakah zakat itu merupakan bagian
dari ibadah seperti ibadah sholat dan ibadah puasa ataukah zakat itu merupakan
hak wajib bagi orang kaya yang dikeluarkan untuk para fakir miskin. Maka ada yang berpendapat
zakat itu adalah ibadah,dan ibadah memerlukan niat dan syarat ibadah adalah balig
maka dari sini anak yatim tidak wajib zakat. Sementara pendapat yang lain
mengatakan bahwasanya harta anak yatim itu adalah hak wajib yang dikeluarkan
jika dia kaya, tidak pandang apakah baligh atau tidak.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Jaziri,
Abdurrahman, al-Fiqh ‘alaa Mazahib
al-Arba’ah, Bairut : Dar al-Fikr
Departemen
Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahannya, Jakarta : PT.Sygma
Hasan, Ahmad,
Mata Uang Islami, Telah
Komprehensif, Sistem Keuangan
Islami, Jakarta; PT Raja
Grafindo Persada, 2005
Muhammad Saami,
Harta dan Kedudukannya
dalam Islam, Amar
Press, 1990
Thahir, Ahmad Hamid Thahir, Fiqih Sunnah. Surakarta :
Ziyad Books.2008
[1] Ibnu Manzur, Lisan al-Arab, Bairut :Dar Shadir, 1999, Jilid 14, Cet ke-1 hal.358
[3]Departemen Agama RI, Al-Qur’an
dan terjemahannya, Jakarta : PT.Sygma, h.357
[4] Ibid.,
h.20
[5]Thahir, Ahmad Hamid Thahir, Fiqih
Sunnah. Surakarta : Ziyad Books.2008,
Hal: 113
[6]Ahmad
Hasan, Mata Uang
Islami, Telah Komprehensif,
Sistem Keuangan Islami, Jakarta; PT
Raja Grafindo Persada, 2005, hlm. 98
[7]Muhammad
Saami, Harta dan
Kedudukannya dalam Islam,
Amar Press, 1990, hlm. 66
[8]Ibnu Hazm, Al Muhalla, Bairut Lebanon, Darul Fikri, 2000, juz 5 hal 201.
[9]Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Dar al-Kutub al-Araby, Bairut Lebanon, 1/240
0 komentar: