Marger dan Akuisisi
Diajukan sebagai tugas makalah kelompok untuk memenuhi
mata kuliah Hukum Ekonomi Syariah
Disusun Oleh:
1.
Ria Angelina (136310
2.
Wida Yusari (13631057)
EPI5 B
Dosen
Pengampu:
Abdullah Sahroni. S.Fil.I, M.SI
PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH
JURUSAN SYARIAH
SKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NEGERI
(STAIN) CURUP
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat
dan hidayah-Nya, maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang
berjudul “Marger dan Akuisisi”
Penulisan makalah adalah merupakan salah satu tugas dan
persyaratan untuk menyelesaikan tugas
kelompok mata kuliah “Hukum Ekonomi Syariah”.
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak
kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Curup, September 2015
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Memasuki era perdagangan bebas
persaingan usaha diantara perusahaan semakin ketat. Kondisi demikian menuntut
perusahaan untuk selalu mengembangkan strategi perusahaan agar dapat bertahan
atau dapat lebih berkembang. Untuk itu, perusahaan perlu mengembangkan suatu
strategi yang tepat agar perusahaan bisa mempertahankan eksistensinya dan
memperbaiki kinerjanya.
Sebagaimana sebuah organisme,
perusahaan akan mengalami berbagai kondisi yaitu pertumbuhan dan berkembangnya
secara dinamis, berada pada kondisi statis dan mengalami proses kemunduran atau
pengkerutan. Dalam rangka tumbuh dan berkembang ini perusahaan bisa melakukan
ekspansi bisnis dengan memilih salah satu diantara dua jalur alternatif yaitu
pertumbuhan dari dalam perusahaan, dan pertumbuhan dari luar perusahaan.
Penggabungan
usaha dapat dilakukan dengan berbagai cara yang didasarkan pada pertimbangan
hukum, perpajakan, atau alasan lainnya. Di Indonesia didorong oleh semakin
besarnya pasar modal, transaksi merger dan akuisisi semakin banyak dilakukan.
Bentuk-bentuk penggabungan usaha antara lain melalui merger dan akuisis. Di
Indonesia praktek akuisisi umumnya dilakukan oleh satu grup (internal acquition) khusus pada
perusahaan yang go publik. Merger dan akuisis ini telah berkembang menjadi tren
beberapa perusahaan.
Alasan
perusahaan melakukan merger dan akuisisi adlaah untuk memperoleh sinergi, strategic opportunities, meningkatkan
efektifitas dan mengeksploitasi mis-pricing
di pasar modal. Pada umumnya tujuan dilakukannya merger dan akuisis adalah mendapatkan
sinergi dan nilai tambah. Keputusan untuk merger dan akuisisi bukan sekedar
menjadikan dua ditambah dua menjadi empat tetapi merger dan akuisis harus
menjadikan dua ditambah dua menjadi lima dan seterusnya.
B.
Rumusan masalah
1. Apakah
pengertian marger dan akuisisi?
2. Apakah
model-model dari marger dan akuisisi?
3. Apakah
dasar hukum marger dan akuisisi?
4. Bagaimana
prosedur pelaksanaan marger dan akuisisi?
5. Apakah
marger dan akuisisi lintas Negara?
6. Apa
saja larangan-larangan dalam marger dan akuisisi?
C.
Tujuan
1. Mengetahui
pengertian marger dan akuisisi.
2. Mengetahui
model-model dari marger dan akuisisi.
3. Mengetahui
dasar hukum marger dna akuisisi.
4. Mengetahui
bagaimana prosedur pelaksanaan marger dan akuisisi.
5. Mengetahui
marger dan akuisisi lintas Negara.
6. Mengetahui
apa saja larangan-larangan dalam marger dan akuisisi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Marger dan Akuisisi
1. Pengertian
marger
Merger adalah proses difusi dua
perseroan dengan salah satu diantaranya tetap berdiri dengan nama perseroannya
sementara yang lain lenyap dengan segala nama dan kekayaannya dimasukan dalam
perseroan yang tetap berdiri tersebut.
Peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia memberikan pengertian atau definisi merger dengan
rumusan kalimat yang
hamper seragam. Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas (UUPT)
menggunakan istilah “Penggabungan” sebagai
pengganti terminologi “Merger”.
UUPT memberikan pengertian penggabungan
adalah perbuatan hukum
yang dilakukan oleh
dua Perseroan atau lebih
untuk meleburkan diri
dengan cara mendirikan
satu Perseroan baru
yang karena hukum memperoleh
aktiva dan pasiva dari Perseroan
yang menggabungkan diri beralih Karena hukum kepada Perseroan yang
menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang
menggabungkan diri berakhir karena hukum.
Pengertian penggabungan
tersebut kemudian secara khusus dalam disebutkan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 27 Tahun
1998 tanggal 24
Pebruari 1998 mengenai Penggabungan, Peleburan,
dan Pengambilalihan Perseroan
Terbatas, yang bunyi lengkapnya dikutip sebagai
berikut: “Penggabungan adalah perbuatan
hukum yang dilakukan oleh satu perseroan
atau lebih untuk menggabungkan
diri dengan perseroan
lain yang telah
ada dan selanjutnya perseroan yang menggabungkan diri
menjadi bubar.”
2. Pengertian
akuisisi
Akuisisi adalah pengambilalihan sebagian
besar (lebih dari 50%) atau seluruh
kepemilikan suatu bank. Akuisisi merupakan lembaga hukum yang dalam kontek
undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) dikenal
dengan istilah pengambilalihan, yaitu perbuatan hokum yang dilakukan oleh badan
hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham perseroan yang
mengakbatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut.
Sementara dalam Undang-undang Nomor 10
tahun 1992 tentang Perbankan tetap disebut sebagai akuisisi, yaitu
pengambilalihan kepemilikan suatu bank.
Pengertian mengenai pengambilalihan juga
dijumpai dalam ketentuan passal 1 angka 31 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah, pengambilalihan yaitu perbuatan hokum yang dilakukan
oleh badan hokum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham Bank yang
mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Bank tersebut.
Pengambilalihan dilakukan dengan cara
pengambilalihan saham yang telah dikeluarkan dan/atau akan dikeluarkan oleh
perseroan melalui direksi perseroan atau langsung dari pemegang saham.
Pengambilalihan dapat dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan.
Pengambilalihan sebagaimana yang dimaksud adalah pengambilah saham yang
mengakibatkan beralihnya pengendalian terhaddap perseroan tersebut. Akuisisi
sebagai setiap perbuatan hukum untuk mengambilalih seluruh atau sebagian besar
saham/atau asset dari perusahaan lain.[1]
B. Model-model
marger dan akuisisi
a. Model-model
marger
1. Merger
Horizontal, adalah merger yang dilakukan oleh usaha sejenis (usahanya sama),
misalnya merger antara dua perusahaan roti, merger perusahaan sepatu, merger
perusahaan kapas. Contoh PT “A” yang mengusahakan kapas, bergabung dengan PT
“B” yang mengusahakan pemintalan, bergabung dengan PT “C” yang mengusahakan
kain dan seterusnya. Dengan demikian, tujuan kerjasama disini adalah menjamin
tersedianya pasokan atau penjualan dan distribusi, dimana PT “B” akan
mempergunakan produk PT “B” dan seterusnya.
2. Merger
vertikal, adalah merger yang terjadi antara perusahaan-perusahaan yang saling
berhubungan, misalnya dalam alur produksi yang berurutan. Contohnya: perusahaan
pemintalan benang merger dengan perusahaan kain, perusahaan ban merger dengan
peurusahaan mobil. Contoh: PT. A, PT. B, PT. C bergabung, lalu PT B yang
menjadi induk perusahaan.
3. Konglomerat
ialah merger antara berbagai perusahaan yang menghasilkan berbagai produk yang
berbeda-beda dan tidak ada kaitannya, misalnya perusahaan sepatu merger dengan
perusahaan elektronik, atau perusahaan mobil merger dengan perusahaan makanan.
Tujuan utama konglomerat ialah untuk mencapai pertumbuhan Badan Usaha dengan
cepat dan mendapatkan hasil yang lebih baik. Caranya ialah dengan saling
bertukar saham antara kedua perusahaan yang disatukan.
b. Model-model
akuisisi
1. Akuisisi
berdasarkan cara yang ditempuh
·
Akuisisi saham, yaitu
akuisisi yang dilakukan dengan cara membali saham suatu perusahaan oleh
perusahaan yang lain.
·
Akuisisi Aset, yakni
akuisisi yang dilakukan dengan cara membeli asset dari perusahaan berupa
aktiva/pasiva perusahaan yang akan diakuisisi.
2. Akuisisi
berdasarkan tujuannya
·
Akuisisi financial,
yaitu akuisisi yang dilakukan dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan
financial semata sehingga yang diperhitungkan adalah untung dan rugi.
·
Akuisisi strategis,
yaitu akuisisi yang dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh sinergi.[2]
C. Dasar
hukum marger dan akuisisi
a. Dasar
hukum marger
Penggabungan
merupakan transaksi yang sah dan diperbolehkan menurut Undang-undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang perseroan terbataas. Dasar hukum marger
b. Dasar
hukum akuisisi
Regulasi yang
menjadi dasar hukum bagi akuisisi yang dilakukan oleh PT Terbuka secara khusus
berlaku Undang-undang nomor 8 tahun 1995 Tentang Pasar Modal Dan Keputusan
Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM), antara lain:
1. Keputusan
ketua BAPEPAM Nomor Kep-05/PM/2000 (peraturan nomor IX.E.2) tentang transaksi
material utama dan perubahan keh=giatan usaha utama, sebagaimana telah dirubah
dengan keputusan Ketua BAPEPAM Nomor Kep-02/PM/2001
2. Keputusan
Ketua BAPEPAM Nomor Kep-12/PM/1997 (Peraturan Nomor IX.E.1i) tentang transaksi
berbenturan kepentingan, sebagaimana telah diubah dengan keputusan Ketua
BAPEPAM Nomor Kep-32/PM/2000
3. Keputusan
kketua BAPEPAM nomor Kep-04/PM/2000 (Peraturan Nomor IX.H.1) tentang
pengambilalihan perusahaan terbuka.[3]
D. Prosedur
pelaksanaan marger dan akuisisi
a. Prosedur
pelaksanaan marger
Ketentuan
mengenai tata cara pelaksanaan Merger ini diatur pada UUPT No. 40 Tahun 2007
Pasal 122 sampai Pasal 133 . Adapun tata cara pelaksanaannya sebagaimana
diuraikan sebagai berikut:
1. Direksi
Perseroan yang akan menggabungkan diri dan menerima Penggabungan menyusun
racangan Penggabungan dan harus mendapatkan persetujuan Dewan Komisaris dari
setiap Perseroan selanjutnya diajukan kepada RUPS masing-masing untuk
mendapatkan persetujuan.
2. Bagi
Perseroan tertentu yang akan melakukan Penggabungan perlu mendapat persetujuan
terlebih dahulu dari instansi terkait sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
3.
Penggabungan Perseroan wajib memperhatikan
kepentingan:
a. Perseroan,
pemegang saham minoritas, karyawan Perseroan;
b. Kreditor
dan mitra usaha lainnya dari Perseroan; dan
c. Masyarakat
dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.
4.
Pemegang saham yang tidak setuju terhadap
keputusan RUPS mengenai Penggabungan sebagaimana
dimaksud diatas hanya boleh melakukan haknya untuk meminta kepada Perseroan
agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar.
5.
Keputusan RUPS mengenai Penggabungan Perseroan
harus memenuhi jumlah kuorum yang telah
ditentukan.
6.
Direksi Perseroan yang akan melakukan
Penggabungan wajib mengumumkan ringkasan rancangan
paling sedikit dalam 1 (satu) Surat Kabar dan mengumumkan secara tertulis
kepada karyawan dari Perseroan yang akan melakukan Penggabungan dalam jangka
waktu paling lambat 30 (tigapluh) hari sebelum pemanggilan RUPS. Pengumuman
tersebut juga memuat pemberitahuan bahwa pihak yang berkepentingan dapat
memperoleh rancangan Penggabungan di kantor Perseroan terhitung sejak tanggal
pengumuman sampai tanggal RUPS diselenggarakan.
7.
Rancangan Penggabungan yang telah di setujui
RUPS dituangkan ke dalam akta Penggabungan
yang dibuat di hadapan notaries dalam bahasa Indonesia.
8.
Jika Penggabungan Perseroan tidak disertai
perubahan anggaran dasar, salinan akta Penggabungan harus disampaikan kepada
Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan.
9.
Direksi Perseroan yang menerima Penggabungan
wajib mengumumkan hasil Penggabungan dalam 1 (satu) Surat Kabar atau lebih
dalam jangka waktu paling lambat 30 (tigapuluh) hari terhitung sejak tanggal
berlakunya Penggabungan,
b. Prosedur
pelaksanaan akuisisi
Adapun tata cara
pengambilalihan perusahaan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Pengabilalihan
dilakukan dengan cara pengambilalihan saham yang telah dikeluarkan dan/atau
akan dikeluarkan oleh perseroan melalui Direksi Perseroan atau langsung dari
pemegang saham
2. Pengembilalihan
dapat dilakukan oleh badan hukum atau orang persseorangan.
3. Pengabilalihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)adalah pengambilalihan saham yang
mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut.
4. Dalam
hal pengambilalihan dilakukan oleh badan hukum berbentuk perseroan, direksi
sebelum malakukan perbuatan hukum pengambilalihan haus berdasarkan keputusan
RUPS yang memenuhi kuorum kehadiran dan ketentun tentang persyaratan
pengambilan keputusan RUPS sebagaimana dilmaksud dalam pasal 89.
5. Direksi
perseroan yang akan diambil alih dan perseroan yang akan mengambil alih dengan
persetujuan dewan komisaris masing-masing menyusun rancangan pengambilalihan
yang memuat sekurang-kurangnya:
a. Nama
dan tempat kedudukan dari perseroan yang akan mengambil alih dan perseroan yang
akan diambil alih.
b. Alasan
serta penjelasan Direksi Persoroan yang akan mengambil alih dan Direksi
Perseroan yang akan diambil alih.
c. Laporan
keuangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 66 ayat (2) huruf a untuk tahun buku
terakhir dari perseroan yang akan mengambil alih dan perseroan yang akan di
ambil alih.
d. Jumlah
saham yang akan di ambil alih.
e. Kesiapan
pendanaan.
f. Neraca
konsolidasi proforma perseroan yang akan mengambil alih setelah pengambilalihan
yang disusun sesuai prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
g. Cara
penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap pengambilalihan.
h. Cara
penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, Dewan Komisais, dan
karyawan dari Perseroan yang akann diambil alih.
i.
Pekiraan jangka waktu
pengambilalihan, termasuk jangka waktu pemberian kuasa pengalihan saham dari pemegang saham kepada
direksi perseroan.
j.
Rancangan perubahan
anggaran dasar perseroan hasil pengambilalihan apabila ada.
6. Dalam
hal pengambilalihan saham dilakukan langsung dari pemegang saham.
7. Pengambilalihan
saham sebagaimana dimaksud pada ayat (7) wajib memperhatikan ketentuan anggaran
dasar perseroan yang diambil alih tentang pemindahan hak atas saham dan
perjanjian yang telah dibuat oleh Perseroan dengan pihak lain.
E. Marger
dan akuisisi lintas Negara
Lintas
batas mencakup kegiatan yang berlangsung antara dua negara yang berbeda.
Seiring dengan berlanjutnya trend global atas konsolidasi industry, berita
mengenai merger dan akuisisi internasional praktis merupakan kenyataan
sehari-hari. Semakin banyak perusahaan ingin go global karena mereka menawarkan
peluang besar yang merupakan pilihan yang relatif lebih murah bagi perusahaan
untuk membangun dirinya sendiri secara internal. Oleh karena itu dapat
diisyaratkan bahwa perbatasan merger dan akuisisi lintas batas pada dasarnya
adalah transaksi yang dilakukan tersebut terjadi dimana perusahaan target dan
perusahaan pengakuisisi adalah dari negara asal yang berbeda. Kesepakatan ini
seperti di mana aset dan proses dari perusahaan di negara-negara yang berbeda
digabungkan untuk membentuk sebuah badan baru yang sah.
Merger
dan akuisisi lintas batas terdiri dari dua jenis Inward dan Outward. Inward
lintas batas melibatkan pergerakan modal ke dalam karena penjualan sebuah
perusahaan domestik untuk investor asing. Sebaliknya Outward lintas batas
melibatkan pergerakan modal ke luar karena pembelian sebuah perusahaan asing.
Merger dan akuisisi lintas batas dapat dilakukan oleh badan usaha di dalam
negeri (mengambil alih badan usaha di luar negeri) atau badan usaha di luar
negeri (mengambil alih badan usaha di dalam negeri).
Merger
dan akuisisi lintas batas negara sebenarnya tidak berbeda dengan
pengambilalihan secara domestik. Perbedaannya hanya kepada sifat lintas negara,
yaitu pengambilalihan suatu badan usaha di suatu negara yang dilakukan oleh
suatu badan usaha di negara lainnya. Beberapa faktor yang umumnya mendorong
perusahaan untuk melakukan cross border adalah:
·
Globalisasi pasar keuangan
·
Tekanan pasar dan penurunan permintaan akibat kompetisi
internasional
·
Mencari peluang pasar baru sejak teknologi ini berkembang
cepat
·
Diversifikasi geografis yang akan menghasilkan menjelajahi
aset di negara-negara lain
·
Meningkatkan efisiensi perusahaan dalam memproduksi barang
dan jasa.
·
Pemenuhan tujuan untuk tumbuh secara menguntungkan
·
Meningkatkan skala produksi
·
Berbagi teknologi dan inovasi yang mengurangi biaya
F. Larangan-larangan
dalam marger dan akuisisi
Salah-salah melakukan merger dan
akuisisi, pengusaha dapat diseret ke pengadilan dengan tuduhan melakuan
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Apabila menurut Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU), seorang pelaku usaha dapat dibuktikan melanggar
peraturan mengenai monopoli dan persaingan usaha tidak sehat maka pelaku usaha
tersebut dapat dikenakan Sanksi berupa Sanksi administratif hingga sanksi
pidana. Berdasarkan pasal 2 PP 57/2010 dijelaskan bahwa :
1.
Pelaku usaha dilarang
melakukan penggabungan badan usaha, peleburan badan usaha, atau pengambilalihan
saham perusahaan lain yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli
dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
2.
Praktik monopoli
dan/atau persaingan usaha tidak sehat terjadi jika badan usaha hasil
penggabungan, peleburan ataupun pelaku usaha yang melakukan pengambilalihan
sahan perusahaan lain diduga melakukan :
a. Perjanjian
yang dilarang. Seperti praktik oligopoli, penetapan harga, pembagian wilayah,
pemboikotan, kartel, trust, praktik oligopsoni, integrasi vertikal, perjanjian
tertutup.
b. Kegiatan
yang dilarang. Seperti praktik monopoli, praktik monopsoni, penguasaan pasar,
persekongkolan.
c. Penyalahgunaan
posisi dominan
Yaitu keadaan
dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan
dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai
posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan
kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta
kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Merger adalah penggabungan dua perusahaan menjadi satu,
dimana perusahaan yang me-merger mengambil/membeli semua assets dan liabilities
perusahaan yang di-merger dengan begitu perusahaan yang me-merger memiliki
paling tidak 50% saham dan perusahaan yang di-merger berhenti beroperasi dan
pemegang sahamnya menerima sejumlah uang tunai atau saham di perusahaan yang
baru. Definisi merger yang lain yaitu sebagai penyerapan dari suatu perusahaan
oleh perusahaan yang lain. Dalam hal ini perusahaan yang membeli akan
melanjutkan nama dan identitasnya. Perusahaan pembeli juga akan mengambil baik
aset maupun kewajiban perusahaan yang dibeli. Setelah merger, perusahaan yang
dibeli akan kehilangan/berhenti beroperasi.
Akuisisi adalah pengambil-alihan (takeover) sebuah
perusahaan dengan membeli saham atau aset perusahaan tersebut, perusahaan yang
dibeli tetap ada.
Dalam melakukan merger dan akuisisi
banyak kendala yang harus diatasi oleh perusahaan, yaitu modal, tenaga kerja,
maupun budaya perusahaan. Untuk menyatukan kedua perusahaan dengan budaya yang
berbeda, tentunya sangat sulit dan ini harus dipilih salah satu budaya mana
yang sekiranya cocok untuk tetap dipergunakan dalam melaksanakan merger dan
akuisisi. Sebelum melakukan merger dan akuisisi kedua perusahaan ini, harus
berkoordinasi dengan perwakilan karyawan dari masing-masing perusahaan tentang
langkah atau kebijakan yang akan diambil perusahaan nantinya setelah merger dan
akuisisi. Karena budaya perusahaan merupakan hal yang sangat sulit untuk
dirubah, sehingga dalam melakukan perubahan ini perlu diakukan secara bertahap.
Keuntungan-keuntungan
yang diperoleh perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi :
1. Pengurangan tenaga kerja
- Dari pencapaian tingkat skala ekonomi
- Dari penguasaan teknologi baru
- Sinergi juga bisa meningkatkan jangkauan pasar perusahaan
- Dari peuang memperoleh pembiayaan yang lebih besar
DAFTAR PUSTAKA
Umam, Khotibul, Trend Pembentukan Bank Umum Syariah, 2009, Yogyakarta: BPFE
Yogyakarta
Naihasy, Syahrin, Hukum Bisnis (Business Low), 2005,
Yogyakarta: Mida Pustaka
[1]Khotibul Umam, Trend
Pembentukan Bank Umum Syariah, 2009, Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, Hlm. 7-8
[2] Syahrin Naihasy, Hukum Bisnis
(Business Low), 2005, Yogyakarta: Mida Pustaka, Hlm. 152
[3] Bryan A. Gorner, Black’s Law
Dictionary, 2004,, USA: St. Paul, Hlm. 25
0 komentar: