Diajukan sebagai
tugas makalah kelompok untuk memenuhi
mata kuliah Akuntansi
Syariah
Disusun
Oleh:
1.
Deby Feronica
2.
Dian Novita Sari
3.
Wida Yusari (13631057)
EPI 4 B
Dosen Pengampu:
Ranas Wijaya.SE.i
PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH
JURUSAN SYARIAH
SKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NEGERI
(STAIN CURUP)
2015
Kata Pengantar
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit
sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian
alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira
besarnya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah dengan judul Akutansi
Salam
Diantara bukti kesempurnaan agama Islam ialah dibolehkannya
jual beli dengan cara salam, yaitu akad pemesanan suatu barang dengan kriteria
yang telah disepakati dan dengan pembayaran tunai pada saat akad dilaksanakan.
Yang demikian itu, dikarenakan dengan akad ini kedua belah pihak mendapatkan
keuntungan tanpa ada unsur tipu-menipu atau ghoror (untung-untungan).
Namun penyusun menyadari betul akan masih banyaknya
kekuranagn dari makalah ini, walau telah mengusahakan sepenuhnya untuk
menyempurnakannya. Maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangatlah
penting bagi penyusun untuk menghadirkan makalah yang jauh lebih baik lagi di
kemudian hari. Terimakasih banyak atas perhatian dan waktu luangnya.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillahirabbilalamin..
Curup, April 2015
Penyusun
BAB
1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam akuntansi syariah ada beberapa macam akad diantaranya adalah
akad murabahah,akad salam dan akad istinja.namun yang saya bahas kali ini bukan
ketiga akad tersebut,tapi yang kami bahas dalam makalah ini adalah menyangkut
akad salam dimana akad salam. akad salam ini dapat membantu produsen untuk
penyediaan modal sehingga ia dapat menyerahkan sesuai yang telah di pesan
sebelumnya.. Salam In front payment Pembelian barang yang diserahkan di
kemudian hari sementara pembayaran dilakukan di muka. Rukun: Muslam (pembeli)
Muslam alaih atau penjual Modal atau uang Muslam fihi (barang) Sighat (ucapan)
Barang Harus spesifik dan dapat diakui sebagai utang Diidentifikasi secara
jelas Diserahkan kemudian Boleh ditentukan tanggal penyerahannya Tempat
penyerahan Penggantian dengan barang lain.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakan pengertian akuntansi
salam?
2.
Apa saja ketentuan dalan
akuntansi salam?
3.
Bagaimana contoh kasus
akuntansi salam?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui apakan pengertian
akuntansi salam?
2.
Mengetahui apa saja ketentuan
dalan akuntansi salam?
3.
Mengetahui bagaimana contoh
kasus akuntansi salam?
BAB
III
PEMBAHASAN
1.1
Pengertian
Salam adalah
akad jual beli muslam fiih (barang pesanan) dengan pengiriman dikemudian hari
oleh muslam ilaihi (penjual) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat
akad disepakati dengan sesuai syarat-syarat tertentu (PSAK 103 Paragraf 5)
Lembaga
keuangan syariah dapat bertindak sebagai pembeli dan atau penjual dalam suatu
transaksi salam. Jika lembaga keuangan syariah bertindak sebagai penjual
kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara
salam maka hal ini disebut salam paralel. (PSAK 103 Paragraf 6)
Salam paralel
dapat dilakukan dengan syarat:
(a).
Akad antara lembaga keuangan syariah (pembeli) dan produsen (penjual) terpisah
dari akad antara lembaga keuangan syariah (penjual) dan pembeli akhir. Dan
(b).
Kedua akad tidak saling bergantung (ta’alluq). (PSAK 103 Paragraf 7)
Barang pesanan
harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi: jenis, spesifikasi
teknis, kualitas dan kuantitasnya. Barang pesanan harus sesuai dengan
karakteristik yang telah disepakati antara pembeli dan penjual. Jika barang
pesanan yang dikirmkan salah satu cacat maka penjual harus bertanggung jawab
atas kelalaiannya. (PSAK 103 Paragraf 9).
Dalam transaksi bisnis,
terkadang terdapat sistem pembayaran di
muka. Dalam pembiayaan ini, pembeli diharuskan untuk membayar sejumlah uang
tertentu untukk kemudian dilakukan pengiriman barang. Dalam transaksii ini
penjual memiliki bargaining position
yang lebih tinggi daripada pembeli, sehingga dapat melakukan persyaratan
demikian. Selain karena bargaining position, transaksii ini juga
dapat muncul karena pihak penjual membutuhkan modal kerja untuk menghasilkan
barang yang dibutuhkan yang notabane bersumber dari pembayaran di muka oleh
pembeli.
Prinsip
yang dapat digunakan adalah prinsip bai’
as-salam. Transaksi as-salam mirip dengan transaksi bai’ al-istishna’.
Perbedaannya terletak pada sistem pembayarannya yang harus dilakukan di muka
secara tunai. Prinsip ini sering digunakan untuk usaha pertanian seperti jual
beli beras, gandum, dan lain-lain. Pada pembiayaan ini, nasabah selaku pembeli
memesan terlebih dahulu kepada bank selaku penjual atas hasil penen tertentu
sebelum masa penen tiba yang disertai dengan pembayaran secara tunai. Mengingat
bahwa bank tidak mempunyai kemampuan untuk melakukan pengadaan barang
sebagaimana pesanann nasaba, maka bank akan melakukan pemesanan ulang kepada
pihak lain yakni pemasok. Transaksi tersebut disebut sebagai salam paralel. [1]
1.2
Piutang
Salam
Ketentuan
Pembiayaan Bai As-Salam sesuai dengan fatwa No.05/DSN-MUI/IV/2000 Tanggal 1
April 2000
a. Ketentuan
pembayaran uang kas:
1. Alat
bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang ataupun
manfaat;
2. Dilakukan
saat kontrak disepakati;
3. Pembayaran
tidak boleh dalam bentuk ibra’
(pembebasan utang), contoh pembeli mengatakan kepada petani (penjual) “Saya
beli padi Anda sebanyak 1 ton dengan harga Rp 10 juta yang
pembayarannya/uangnya adalah Anda saya bebaskan membayar utang anda yang dahulu
)sebesar Rp 2 juta)”> pada kasus ini petani memang memiliki uatang yang
belum terbayar kepada pembeli, sebelum terjadinya akad salam tersebut.
b. Ketentuan
barang:
1. Harus
jelas ciri-cirinya/spesifikasi dan dapat diakui sebagai utang;
2. Penyerahan
dilakukan kemudian;
3. Waktu
dan tempet penyerahab barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan;
4. Pembeli
tidak boleh menjual barang sebelum barang tersebut diterimanyya. Ini prinsip
dasar jual beli;
5. Tidak
boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan.
c. Penyerahan
barang sebelum tepat waktu:
1. Penjual
wajibmenyerahkan barang teoat waktu dengan kualitas dann kuantitas yang
disepakati;
2. Bial
penjual menyerahkan barang, dengan kualitas yang lebih tinggi, penjual tidak
booleh meminta tambahan harga;
3. Jika
penjual menyerahkan barang dengan kualitas lebih rendah, dan pembeli rela
menerimanyya, maka pembeli tidak boleh meminta pengurangan harta (diskon);
4. Penjual
dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang disepakati dengan syarat:
kualitas dann jumlah barang sesuai dengan kesepakatan dan tidak boleh menuntut
tambahan harga.
Jika semua/sebagian barang tidak tersedia tepat pada
waktu penyerahan atau kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak rela
menerimanya, maka pembeli memiliki 2 pilihan:
1. Ambatalkan
kontrak dann meminta kembali uang
2. Menunggu
sampai barang tersedia.
Pembatalan kontrak boleh dilakukan selama tidak
merugikan kedua belah pihak, dan jika terjadi di antara kedua belah pihak, maka
persoalannya dislesaikan melalui pengadian agama sesuai dengan UU No. 3/2006
setelah tidak tercapai kesepakatan maka musyawarah.
Dalam perkembangannya bisa saja terjadi salam
paralel dengan syarat akad kedua terpisah dari akad pertama dan akad kedua
dilakukan setelah akad pertama sah.
barang
|
Grosir
|
Bank
Islam
|
Produsen
(petani)
|
1
|
2
|
5
|
3
|
4
|
Dalam kasus ini, bank islam menjual barang yang
belum diterimanya, sedangkan penyerahan uang secara kas. Tetapi bagaimana jika
grosir melakukan akad salam dengan bank, dimana uang pembayarannya diserahkan
kemudian,yakni pada saat barang (beras) itu diterimanya? Sehingg a pada akad
tersebut penyerahan barang dilakukan kemudian dan uangnya juga dilakukan
kemudian? Menurut hadis nabi Muhammad SAW., hal tersebut dilarang karena ia
praktik jual beli kali bikali. Namun
pada kasus ini dibenarkan, karena alasan istihsan. Tujuan grosir dalam jual
beli ini bukanlah untuk kegiatan spekulasi dan tidak membuka jalan bagi
spekulasi. Dan bai’ kali bi kali
tersebut, harus dibatasi tahapan kedua ini. Maka grosir tidak boleh lagi
melakukan bai’ salam ketiga dan
seterusnya.[2]
A. Pengakuan
dan Pengukuran
a. piutang salam diakui pada saat modal usaha salam dibayarkan atau
dialihkan kepada penjual. (PSAK 103 Paragraf 12)
b. pengukuran modal usaha salam:
·
Modal
usaha salam dapat berupa kas dan aset non-kas
-
Dalam
bentuk kas diukur sebesar jumlah dibayarkan; sedangkan
-
Dalam
bentuk aset non-kas diukur sebesar nilai wajar. Selisih antara nilai wajar dan
nilai tercatat modal usaha non-kas yang diserahkan sebagai keuntungan atau
kerugian pada saat penyerahan modal usaha tersebut.
c. penerimaan barabg pesanan diakui
dan diukur sebagai berikut:
(a) jika barang pesanan sesuai
dengan akad dinilai sesuai nilai yang disepakati.
(b) jika barang pesanan berbeda
kualitasnya, maka:
(i) barang pesanan yang diterima
diukur sesuai dengan nilai akad, jika nilai pasar (nilai wajar jika nilai pasar
tidak tersedia) dari barang pesanan yang diterima nilainya sama atau lebih
tinggi dari nilai barang pesanan yang tercantum dalam akad.
(ii) barang pesanan yang diterima
diukur sesuai nilai pasar (nilai wajar jika nilai pasar tidak tersedia) pada
saat diterima dan diselisihnya diakui sebagai kerugian, jika nilai pasar dari
barang pesanan lebih rendah dari nilai barang pesanan yang tercantum dalam
akad.
(c) jika pembeli tidak menerima
sebagian atau seluruh barang pesanan pada tanggal jatuh tempo pengiriman, maka:
(i) jika tanggal pengiriman
diperpanjang, nilai tercatat piutang salam sebesar bagian yang belum dipenuhi
tetap sesuai dengan nilai yang tercantum dalam akad.
(ii) jika akad salam dibatalkan
sebagian atau seluruhnya, maka piutang salam berubah menjadi piutang yang harus
dilunasi oleh penjual sebesar bagian yang tidak dapat dipenuhi; dan
(iii) jika akad salam dibatalkan
sebagian atau seluruhnya dan pembeli mempunyai jaminan atas barabg pesanan
serta hasil penjualan jaminan tersebut lebih kecil dari nilai piutang salam,
maka selisih antara nilai tercatat piutang salam dan hasil penjualan jaminan
tersebut diakui sebagai piutang kepada penjual yang telah jatuh tempo.
Sebaliknya, jika hasil penjualan jaminan tersebut lebih besar dari nilai
tercatat piutang salam maka selisihnya menjadi hak penjual.
B. Penyajian
a. pembeli menyajikan modal usaha salam yang diberikan sebagai
piutang salam.
b. piutang yang harus dilunasi oleh penjual karena tidak dapat
memenuhi kewajibannya dalam transaksi salam disajikan secara terpisah dari
piutang salam.
c. penjual menyajikan modal usaha salam yang diterima sebagai
kewajiban salam.
C. Kewajiban Salam
1. kewajiban lain adalah kewajiban Bank / Lembaga keuangan Syariah
yang berkaitan dengan kegiatan utama Bank / Lembaga keuangan Syariah antara
lain kewajiban salam, kewajiban istishna, pendapatan sewa diterima dimuka.
2. kewajiban salam adalah modal usaha salam yang diterima oleh Bank
/ Lembaga keuangan Syariah (sebagai penjual) dari pembeli.
D. Ilustrasi Jurnal
BANK / LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH SEBAGAI PENJUAL
a.
Pada
saat Bank / Lembaga keuangan Syariah menerima modal usaha salam dari pembeli
D :
Kas/Rekening Pembeli/aset non-kas
K : Kewajiban
salam
b.
Pada
saat pengadaan aktiva salam atau menerima barang dari produsen melalui
transaksi salam paralel :
Sesuai akad
D : Kewajiban
Salam
K : Persediaan
– aktiva salam
c.
Berbeda
kualitas dan nilai pasar lebih tinggi dari nilai akad
D : Kewajiban
Salam
D : Kerugian
Salam
K : Persediaan
– Aktiva Salam
E. Ilustrasi Kasus
Tanggal 3 Januari 2006 Bank Syariah mengadakan Akad Salam dengan
PT. Amanah (Perusahaan retail pengecer kebutuhan Pokok) dengan kesepakatan Bank
Syariah membangunkan gedung Toko seluas 100 m2 diatas tanah milik PT. Amanah
dengan nilai pengadaan Rp. 200.000.000,- jangka waktu Salam 180 hari (6 bulan)
Untuk memenuhi pesanan pembangunan gedung 100 m2 maka tanggal 15
Januari 2006 Bank Syariah mengadakan akad Salam dengan CV. Konstruksi Bangun
Mandiri untuk membangun gedung 100m2 dengan nilai kontrak Rp. 150.000.000,-
jangka waktu 150 hari (5 bulan)
Pertanyaan
Buatlah jurnal-jurnal Salam sebagai berikut :
1.
Pada
saat Bank menerima Salam dari PT. Amanah
2.
Pada
saat Bank memberikan modal Salam kepada CV. Konstruksi Bangun Mandiri
3.
Pada
tanggal 10 Juni 2006 Bank menerima penyerahan gedung toko dari CV. Konstruksi
Bangun Mandiri dalam keadaan sesuai akad.
4.
Pada
tanggal 25 Juni 2006 Bank menyerahkan gedung toko kepada PT. Amanah.
a.
Pada
saat Bank / Lembaga keuangan Syariah menerima modal usaha salam dari pembeli
D :
Kas/Rekening Pembeli/aset non-kas Rp.
200.000.000
K : Kewajiban
Salam Rp.
200.000.000
b.
Pada
saat Bank / Lembaga keuangan Syariah memberikan modal salam
D : Piurtang
Salam Rp.
150.000.000
K :
Kas/Rekening penjual (supplier)/ aset non-kas Rp.
150.000.000
c.
Pada
saat Bank / Lembaga keuangan Syariah menerima barang dari penjual
-Sesuai akad
D : Persediaan
– aktiva salam Rp. 150.000.000
K : Piutang
Salam Rp.
150.000.000
d.
Pada
saat pengadaan aktiva salam atau menerima barang dari produsen melalui
transaksi salam paralel :
-Sesuai akad :
D : Kewajiban
Salam Rp.
200.000.000
K : Persediaan
– aktiva salam Rp. 150.000.000
K : Pendapatan
Salam Rp. 50.000.000
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Salam berasal dari kata as syalaf yang artinya
adalah pendahuluan . jadi pengertian akad salam di sini adalah harta jual beli
barang pesangon dengan pengiriman barang dilakukan di kemudian hari dan
pellunasanya di lakukan oleh pembeli pada saat akad/perjanjian di sepakati
sesuai dengan syarat dan ketentuan yang telah disepakati Rukun: Muslam
(pembeli) Muslam alaih atau penjual Modal atau uang Muslam fihi (barang) Sighat
(ucapan) Barang Harus spesifik dan dapat diakui sebagai utang Diidentifikasi
secara jelas Diserahkan kemudian Boleh ditentukan tanggal penyerahannya Tempat
penyerahan Penggantian dengan barang lain. Syarat Salam :
1. Pembayaran
dilakukan di muka pada majelis akad.
2. Penjual
hutang barang pada si pembeli sesuai dengan kesepakatan.
3. Barang
yang disalam jelas spesifikasinya baik bentuk, takaran, jumlah, dan sebagainya
Pelaksanaan LKS di Indonesia dalam semua aspek perjalanan dan operasinya adalah dengan berlandaskan kepada hukum dan peraturan Syariah. Hukum dan peraturan ini kebanyakan adalah dari Kelompok hukum dan peraturan Ilmu Fiqih yang berhubungan dengan muamalat ekonomi dan urusan Bank dan Keuangan.
Pelaksanaan LKS di Indonesia dalam semua aspek perjalanan dan operasinya adalah dengan berlandaskan kepada hukum dan peraturan Syariah. Hukum dan peraturan ini kebanyakan adalah dari Kelompok hukum dan peraturan Ilmu Fiqih yang berhubungan dengan muamalat ekonomi dan urusan Bank dan Keuangan.
Hasil dari penggabungan tenaga dan usaha para Ulama
Fiqih, ahli-ahli ekonomi, dan pejabat-pejabat tinggi Bank umat Islam seperti
yang disebutkan tadi, hukum dan peraturan ini mula-mula disusun untuk diamalkan
melalui Bank-Bank dan Lembaga-Lembaga Keuangan Islam yang sedang didirikan
merata di berbagai tempat. Hasil dari usaha ini adalah timbulnya
gagasan-gagasan dan ide-ide baru guna merespond permasalahan yang ada khususnya
mengenai lembaga keungan islam seperti akuntansi dalam perbankan pada setiap
produknya (akuntasi mudharabah, akuntansi murabahah, akuntasi ijarah, akuntasi
wadi’ah, akuntansi salam dll).
Untuk bereaksi terhadap masalah-masalah tersebut
yang dialami oleh lembaga keungan islam Indonesia khususnya lembaga keuangan
perbankan, maka perbankan syariah menyiasati dengan memberlakukan pola bagi
hasil yang merujuk kepada pedoman akuntanasi perbankan syariah Indonesia
(PAPSI), pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) dan fatwa dewan syariah
nasioanal (DSN) Majelis Ulama Indonesia. Reaksi ini telah membawa perbankan
syariah di Indonesia lebih semangat dan lebih maju dengan ketepatan
akuntabilitas.
DAFTAR
PUSTAKA
Huda,
Nurul dan Mohamad Heykal, 2010. Lembaga
Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis Dan Praktis, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group
Zulkifli,
Sunarto. 2007, Panduan Praktis Transaksi
Perbankan Syariah, Jakarta: Zikrul Hakim
0 komentar: